Untitled

5 0 0
                                    

Ting Tung

"Hey, besok jadi?" Sebuah pesan kubaca.

"Sure." Aku menjawab singkat.

"Jam berapa?" Dia cerewet lagi seperti biasanya.

"Sebelum jam 6. Tapi bagaimana kalau jam 3 saja, supaya kita dapat sunrise?" Ketikku sambil tersenyum. Aku hanya bercanda tentu saja. Tapi memang, sebenarnya aku ingin sekali dapat sunrise di tempat itu.

"Ya sudah. Aku alarm HP-ku jam 3 nih. Nanti saling calling saja yang sudah bangun lebih dulu." Damn, dia serius.

"Ok." Kalau dia sanggup, berarti tidak apa-apa.

Selama ini aku sulit dapat partner untuk jalan-jalan yang sesuai. Maksudku adalah jarang sekali ada teman yang mau diajak untuk bisa bangun sepagi itu dan pergi ke tempat yang lumayan jauh serta menguras tenaga. Jadi aku lebih suka pergi sendiri dan bertemu banyak orang baru. Satu yang berkesan adalah seorang teman yang aku temui di pantai.

Dia bilang, dia adalah seorang penjaga pantai. Dia selalu memakai sepatu sport, celana army, kaos lengan panjang dan topi untuk menghalau terik sinar matahari. Kulitnya sangat coklat dengan perawakan tegap dan tinggi. Cukup meyakinkan, karena dia menjaga pantai dan sebuah bukit yang menjorok ke arah laut. Pasti dia menggunakan banyak tenaga untuk berkeliling dan memastikan para pengunjung merasa aman.

Waktu itu aku sedang sangat bosan, sedih dan marah. Sehingga aku bahkan tidak tahu apa yang harus aku lakukan agar tidak mengganggu orang-orang di sekitarku. Pagi-pagi sekali aku pergi. Udara masih sangat segar dan tidak banyak orang beraktifitas, kecuali ketika aku melewati pasar. Banyak ibu-ibu menjajakan dagangannya di pinggir jalan dan bertransaksi dengan pembeli. Dan kebanyakan bapak-bapak sedang memanggul sayuran atau barang untuk diturunkan dari mobil pick up dan membawanya masuk ke dalam pasar.

Setelah sampai, aku memarkirkan sepedaku. Ibu penjaga warung memberiku nomor penitipan kendaraan. Setelah berterimakasih dan sedikit bercakap-cakap, kulanjutkan langkahku menelusuri pasir putih yang terhampar bagai permadani. Melongok ke sisi pantai, aku merasa kurang tertarik untuk membasahi kakiku karena ombak yang menggulung sedikit deras hari itu. Laut sedang pasang. Aku memutuskan untuk naik ke bukit di sebelah kanan pantai yang warna birunya tengah menghipnotisku dan cahaya matahari terpantul kilau berliannya di permukaan air.

Setelah sampai di tempat duduk pertama, aku beristirahat dan mengambil oksigen sebanyak yang aku bisa. Tempat ini lebih terawat sekarang. Ada beberapa tempat duduk, lengkap dengan atap dan tempat sampah di ketinggian yang berbeda. Bukit ini memang tidak terlalu besar, tapi lumayan juga untuk didaki. Kulihat dari kejauhan seorang lelaki sedang menaiki bukit. Dia memakai kaos lengan panjang yang berwarna senada dengan topinya. Setiap tempat duduk memiliki jalur setapak sendiri dan aku yakin dia menuju ke arahku karena dia melalui jalur setapak yang aku lewati tadi.

Kulihat di sekitar bukit, tidak ada pengunjung sama sekali. Lalu aku melihat ke arah pantai, ada beberapa orang sedang bermain pasir di sana. Percuma saja, jika aku berteriakpun tak akan ada yang mendengar. Aku menarik nafas panjang sebelum menghembuskannya kembali dan mengambil langkah cepat untuk naik dan menuju ke ujung paling atas bukit. Susah payah aku berjalan melalui tanjakan dan turunan yang ada. Meskipun tempat duduk di ujung bukit terlihat dekat, tapi jalan setapaknya lumayan terjal untukku yang hanya pernah menaiki satu gunung saja.

Setelah sampai, angin laut terasa sangat sejuk hingga aku tidak bisa merasakan terik panas matahari. Kembali aku menghirup oksigen sebanyak mungkin, lalu meminum air mineral yang aku bawa di tas punggung. Aku melihat lelaki itu sedang duduk di tempatku tadi. Dia melihat ke arah pantai dan ke arahku secara bergantian. Aku mengerutkan kening dan menelan ludah. Berbagai pikiran tidak baik berkecamuk melingkupi otakku sekarang. Tidak ada jalan kembali, kecuali terjun ke laut. Dan aku terlalu pengecut untuk melakukannya, karena kulihat ombak masih sangat besar. Lagipula siapa tahu ada hiu kelaparan di bawah sana.

Flower RoadWhere stories live. Discover now