"Aku menemani Elsa, Lu," kataku tanpa menjelaskan ke mana aku seminggu ini juga hubunganku dengan Elsa begitupun sebaliknya. Biar saja mereka berspekulasi sendiri. Aku sedang malas menjelaskan.

"Diel mencarimu," kata Lucy agak ketus.

Aku mengernyit. Untuk apa Diel mencariku? Bukankah dengan tidak adanya aku dia bisa sepuasnya mendekati Lucy? Atau mungkin dia hanya ingin tahu reaksi Lucy saat dia menanyakan perempuan lain pada Lucy? Aku hampir menjambak rambutku dengan pikiran yang melintas itu.

"Aku sibuk," jawabku cepat.

Aku harap Lucy cepat pergi dari sini. Aku sedang tidak nyaman berdekatan dengan Lucy. Seperti rasanya aku sedang menyakitinya dengan mengkhianatinya. Hahaha, aku memang menyakitinya, kan? Dengan mengkhianatinya tidak memberi-tahu Diel bahwa dia mencintainya juga tidak memberi-tahu Lucy bahwa perasaannya berbalas.

Aku merasa sangat jahat sekarang.

"Lucy, ayo, pihak Pi Entertain sudah di tempatmu untuk sesi wawancaramu."

Aku bersyukur dengan kehadiran Teressa yang langsung menghampiri Lucy. Teressa menatapku terkejut mungkin karena melihat aku bersama Elsa, aku hanya membalas sapaan senyumnya. Teressa menunggu Lucy yang masih menatapku intens. Aku hanya tersenyum ditatap seperti itu.

"Baiklah, aku duluan, Ai," ucap Lucy akhirnya.

Aku mengangguk. "Hati-hati, Lu, Re."

Begitu mereka pergi, Elsa langsung membuka mulutnya.

"Kamu mengenalnya? Sial, aku habis menjelekannya dan kamu mengenalnya. Bagus sekali. Aku merasa dikhianati sekarang."

Aku terkekeh. "Kamu berpikir aku perempuan seperti itu, Sa?"

Elsa ikut terkekeh. "Tentu saja, tidak. Tapi siapa itu Diel?"

Aku mengangkat bahuku. "Tak penting."

Elsa memicingkan matanya. "Kenapa aku merasakan hal sebaliknya, ya?"

Aku mengangkat bahu lagi. Tak berniat menjawabnya. Biar saja Elsa dengan spekulasinya. Toh ujung-ujungnya nanti Elsa juga akan memaksaku untuk bercerita tentang Diel.

"Aku lapar," ucap Elsa dengan mendesah dilebih-lebihkan. Aku menggeleng. Aku tahu dia kesal padaku.

"Ayo kita makan. Aku juga lapar."

Elsa mendelik menatapku. "Aku juga lapar? Demi Tuhan, kamu mau kupukul? Sejak menungguku kamu hanya duduk diam dan memakan cemilanku, Ai!"

"Cemilan, bukan makan, Sa."

"Sial! Aku bisa cepat tua kalau terus berbicara denganmu. Kenapa tidak menjadi perempuan galak saja daripada perempuan menyebalkan, huh!"

"Ya sudah, ayo kita makan, Elsa. Sebelum kamu tumbuh tanduk," ucapku dengan nada polos untuk mengejeknya.

Elsa mencubit pipiku gemas membuatku berteriak. Tak peduli menjadi pusat perhatian, aku terus berteriak karena Elsa tidak melepas cubitannya pada pipiku.

"Hentikan, Ai! Kamu membuatku malu."

Aku mendesah dramatis. "Oh, akhirnya pipiku terbebas dari capitan beracun!"

"Sialan!" maki Elsa membuatku terbahak.

"Hey! Tidak boleh mengutuk, Sa! Ingat, banyak wartawan di sekitarmu!"

Elsa memilih memanggil Erica untuk menyiapkan mobilnya karena akan makan bersamaku. Aku tahu dia sangat ingin menjenggut rambutku.

Aku hanya terbahak melihat wajah betenya juga meminta maaf pada Erica karena menjadi sasaran kekesalan Elsa.

AfterthoughtWhere stories live. Discover now