"Aku tidak menghalangimu untuk mendekatinya. Tapi biarkan Lucy yang memilih."

Aku langsung terburu-buru pergi dari sana begitu mendengar seseorang dari mereka berjalan ke arah pintu.

Aku menghela napas. Menghalau air mata yang mungkin sangat ingin mengaliri pipiku.

Aku menatap kotak makan yang kubawa untuk Diel. Jadi Diel memutuskan untuk memperjuangkan perasaannya?

"Aime, kan?"

Aku menoleh menatap perempuan yang menatapku, menilaiku. Aku mengangguk. "Siapa, ya?"

"Ini aku Elsa, Ai. Si gadis cengeng?"

Aku mengangguk. "Astaga! Elsa, ya ampun, kamu cantik sekali sekarang!"

Elsa terkekeh. "Kamu masih tetap cantik dari dulu, ya? Apa masih galak juga seperti dulu?"

Aku menggeleng. "Kamu ini bisa saja. Ngomong-ngomong sejak kapan kamu kembali?"

Elsa menatap sekeliling dan menatap kotak makan yang kupegang. "Bagaimana kalau kita bicara di kafe? Kamu, tidak sibuk, kan?"

Aku ikut menatap kotak makanku. "Ah, tentu. Harusnya aku yang bertanya seperti itu."

"Aku memang ada urusan pekerjaan, tapi itu bisa menunggu." Elsa langsung menarik lenganku. "Jadi sedang ada yang jatuh cinta, eh?"

Aku menggeleng dan terkekeh. "Tidak. Kamu tahu sejak dulu aku memang sering membawa bekal, kan?"

Elsa mengangguk. "Kamu tidak pernah diet, kan? Aku lebih suka melihat badanmu seperti ini. Lebih berisi di beberapa bagian. Atau ada hal lain yang tidak kuketahui?" ucapnya sambil menaik-turunkan alisnya.

Aku mengabaikan godaannya. "Ya ampun, si cengeng sudah dewasa sekarang. Kamu yang harusnya bercerita padaku dengan pria-pria di sana, Sa."

Elsa terbahak. "Kamu sesekali harus ikut denganku, Ai."

Aku mengangguk saja. Mungkin liburan bersama Elsa bisa sedikit mengobati sakit di hatiku.

"Ayo kita liburan kalau begitu."

Elsa menatapku serius. "Kamu tidak bercanda?"

Aku mengangkat bahuku. "Aku sedang penat dan selama ini aku tak pernah mengambil jatah liburku. Satu minggu di tempatmu tidak buruk, kan?"

Elsa memekik senang. "Minggu depan kita berangkat, oke?"

Aku mengangguk.

***

Seminggu ini aku menghindari bertemu dengan Lucy, Diel, dan Evan. Aku menemani Elsa yang ternyata sedang ada pekerjaan di sini. Tak kusangka Elsa menjadi model padahal dulu dia sangat pemalu.

"Lelah?"

Elsa mengangguk. "Aku benci sekali dengan partnerku tadi."

Aku menggeleng mendengarnya mengeluh. "Memang siapa partnermu? Perempuan atau pria? Bukankah kamu bisa menggodanya kalau dia pria."

"Lucy Aleesya."

Lucy? Oh, kenapa dunia ini sempit sekali.

Aku hanya tersenyum saja membalas keluhan Elsa. Jujur saja, Lucy memang agak menyebalkan saat dia menjadi artis. 'Imej' menyebalkan harus selalu tersemat begitu yang aku tahu saat Lucy bercerita padaku saat dia lelah digunjing banyak orang.

"Loh, Ai? Ke mana saja kamu seminggu ini?"

Aku memutar tubuhku dan di sana Lucy menatapku bingung. Mungkin dia bertanya-tanya mengapa aku bisa bersama Elsa. Dan kuyakin Elsa juga bertanya-tanya kalau ternyata aku mengenal Lucy.

AfterthoughtWhere stories live. Discover now