8

12 2 0
                                    

" Lun,ayo pulang udah malem. Nyokap gue udah nelponin gue dari tadi." ucap Rena yang sedari tadi menemani Aluna,sementara Fifi dan Rana mereka berdua sudah pulang terlebih dahulu.
" Lo duluan aja gue masih pengen disini." ucap Aluna menatap kosong pandangan di depannya.
" Mana mungkin gue ninggalin lo sendirian disini,gila lo ya. Udah berapa kali gue bilang kalo ada masalah itu bilang,seengganya sama gue aja. Kalo lo emang nganggap gue itu temen lo. Jangan dipendem sendiri bisa-bisa lo gila sendiri Lun." ucap Rena frustasi.
" Sejak kapan lo jadi ngatur ngatur hidup gue? Kalo emang lo keberatan jadi temen gue,lo boleh pergi dari hidup gue. Asal lo tau ya gue gasuka ada orang yang hidupnya selalu ngatur ngatur hidup orang lain!" ucap Aluna membentak Rena,kemudian Aluna pergi dari kafe yang tak jauh dari sekolahnya itu.
" Lunn... Dengerin gue dulu!" ucap Rena berteriak berharap Aluna mau mendengarkannya. Namun hasilnya tetap nihil, Aluna tidak menghiraukan teriakan Rena ia lebih memilih terus berjalan menjauhi Rena. Mata Rena mulai berkaca-kaca sekarang.
     Aluna memang tidak suka diatur. Tidak ada orang lain yang pernah mengerti akan dirinya. Dan sekarang temannya itu berusaha menyampuri hidupnya,jelas Aluna akan marah karena sudah membuatnya risih dengan menyampuri hidupnya itu. Hidupnya yang kelam. Aluna tak habis pikir dengan sahabatnya itu, untuk apa ia mengurusi hidupnya? Harusnya Rena fokus saja pada hidupnya yang bahagia dengan keluarganya. Tidak usah segala ikut campur dengan hidup Aluna yang sepi itu.

****

19.30 p.m
Sesampainya di rumah

" Prankkkkk.... Brughhhh!" benda jatuh terdengar jelas. Siapa lagi kalo bukan Aluna penyebabnya.
" KENAPA SEMUANYA HARUS SEPERTI INI SIALAN! PRANKK..!" ucap Aluna berteriak karena frustasi.
" GUE CAPE! GAADA SATU ORANG PUN YANG NGERTI KEADAAN GUE SEKARANG!" ucap Aluna kembali, kali ini rambutnya ia remas dengan kasar.
    Malam ini,ia kembali menangis. Kembali meratapi hidupnya yang hancur berkeping-keping bahkan mungkin hatinya pun tidak ada bedanya sama hidupnya. Sama-sama hancurnya,dan ia sendirian.
" Sretttt..." darah merembes ke lantai begitu derasnya. Ya, Aluna menyayat tangannya. Aluna sedang kalut saat ini, ia tidak peduli dengan apapun. Aluna hanya ingin mengakhiri semuanya,setidaknya mengurangi sedikit kesakitin yang ia tutupi selama ini. Walau dengan menyakiti dirinya sendiri. Aluna tidak perduli.
" Jika dengan begini aku bisa lebih baik-baik saja. Demi tuhan aku rela menyakiti diriku sendiri." ucap nya terkulai lemas di tepi kasur. Keadaan kamarnya sekarang sudah tidak berbentuk lagi. 
" Astagfirulloh non, kenapa non ngelakuin ini." ucap bi Surti histeris melihat keadaan kamar dan nonanya yang hancur.
" Sini bibi obatin." ucap bi Surti kembali.
" Non kenapa bisa seperti ini? Kalo ada apa-apa tuh bilang non. " ucap bi Surti yang sudah mulai mengobati luka nonanya.
" Mamah kapan pulang bi? Besok Aluna udah ujian nasional, Aluna pengen mamah pulang. Ini udah satu minggu,kata bibi mamah pulang hari ini kan." ucap Aluna yang tak mengindahkan ucapan bi Surti tadi. Bi Surti tidak bisa bicara apa-apa sekarang. Iapun bingung,nyonya nya itu kenapa tidak pulang padahal nyonya sama tuannya itu sudah bilang kepadanya kalo nyonya dan tuan di luar kota hanya satu minggu.
" Yang sabar ya non, nyonya sama tuan pasti pulang ko. Mungkin macet di jalan jadi rada telat." ucap bi Surti yang sudah memeluk Aluna sambil mengelus-ngelus punggung rapuh itu.



Tbc.
Besok udah puasa aja, marhaban ya ramadhan ya kalian. Maafin aku kalo aku ada salah ya atau kata kata yang kurang enak kalian baca huehehe. 😘😘😘
     

That Hurt So BadWhere stories live. Discover now