"Aku ga nyangka sih sampai sekarang kalau Richard tiba-tiba memutuskan duduk sama kamu."

"Lah kamu ngira apa aku ga kaget waktu itu." sahut Venna menambahkan.

"Terus gimana anak kelasmu? Ada yang lumayan ga dijadikan gebetan?" tanya Alin.

"Hmm sebenarnya ada sih.. Tipeku banget." sahut Venna dengan malu-malu.

"Please jangan bilang itu Richard." sahut Alin.

"Ya enggalah! Dia dulu anak kelas X-H di lantai 3, makanya kita ga pernah kelihatan mukanya." sahut Venna.

"Iya sih kita di lantai dasar, gimana bisa lihat anak-anak lantai 3. Terus-terus orangnya gimana?"

"Imut gitu sih. Kamu tahu kan aku suka tipe cowok yang imut." sahut Venna.

"Namanya siapa emang?" tanya Alin.

"Hmm pokoknya panggilannya Ed sih. Cuma aku kurang tau nama panjangnya siapa."

"Lah gimana toh bu, dia duduknya deket kamu ga?"

"Di seberangku sih. Dia juga satu golongan gitu sama Richard, sesama anak DOTA." sahut Venna.

"Nah, tinggal minta Richard pindahin kamu sama dia aja kan? Habis ini bukannya Richard yang harus menata denah tempat duduk kalian?"

"Iya sih, cuma kan aneh Lin kalau aku tiba-tiba minta duduk di sebelah anak itu. Ntar beneran dikira aku naksir lagi! Kamu tahu sendiri kan mulut Richard gimana."

"Iya juga ya.. Kamu masih punya banyak waktu Ven! Masih lama 1 tahun, bisa dideketin tuh siapa tahu jadi jodohmu." sahut Alin.

***

Jodoh? Mau ngomong ke anak itu aja mau pake alasan apa coba.

"Aku bisa pinjam penghapus?" sahut seseorang yang tiba-tiba membuyarkan lamunan Venna.

"Hah? Oh bentar ini." sahut Venna sambil menoleh ke arah orang yang memanggil namanya dan ternyata itu Ed..? 

"Makasih Ven." sahutnya.

Kenapa nih orang bisa tahu nama aku, batin Venna.

"Sama-sama Ed? Bener kan nama kamu Ed atau?" tanya Venna.

"Edbert." sahutnya sambil tersenyum.

Satu senyuman simpul yang sudah buat jantung Venna saat itu berdegup kencang tidak karuan. Satu senyuman yang cukup untuk bisa menerangi hari-hari suramnya di kelas ini ke depan. Satu senyuman yang ingin dilihatnya setiap waktu.

"Eh Ven, jangan lupa ntar bantuin aku mikir masalah denah tempat duduk ya." sahut Richard tiba-tiba.

"Iya Chard."

Tidak lama kemudian, bu Vina, guru biologi memasuki ruangan kelas. Seperti biasanya, bu Vina membahas beberapa soal di halaman lembar tugas dan memberikan tugas tambahan yang akan dikumpulkan minggu depan.

Selama pembahasan soal, sebenarnya Venna sudah diam-diam memperhatikan Edbert. Ternyata Edbert punya sisi lain yang serius ketika dilihat-lihat lagi, dia pun juga rajin mencatat dan memperhatikan ketika bu Vina bicara. Lagi-lagi Venna hanya bisa tersenyum sambil melanjutkan catatan pembahasan bu Vina.

Tiba-tiba muncul ide gila di kepala Venna. Gimana caranya supaya dia bisa ada bahan omongan sama Edbert. Kan ga mungkin harus gantian Venna yang pinjam penghapus atau pensil atau bolpen? Lama-lama dikira ga modal lagi.

"Ed.. Sori.. Aku bisa pinjam lembar tugasmu ga ya?" sahut Venna dengan nada pelan.

"Oh lembar tugas ini yang tadi dibahas?" tanya Edbert.

"Iya yang itu."

"Hmm boleh sih, tapi kamu yakin bisa baca tulisan aku?" sahut Edbert sambil menunjukkan tulisannya yang memang susah dibaca, sedikit lebih bagus daripada tulisan dokter.

"Bisa kok bisa." sahut Venna meyakinkan.

"Tapi bukannya kamu juga sudah catat ya yang dibahas tadi Ven?"

Glek.

"Oh iya, tapi masih ada yang kelewatan Ed, jadi mending aku pastikan aja udah sama apa belum." sahut Venna ngeles. Bukan namanya Venna kalau tidak ahli ngeles kalau udah model begini.

"Oh oke nih lembar tugasnya."

"Aku balikin besok ya?" tanya Venna.

"Hmm balikin pas kamu selesai aja, ga harus besok kok." sahut Edbert dengan tersenyum.

***

EAAA

Siapa yang nostalgia masa SMA nihhh? Hahhahaha. Sengaja author nulis malem-malem ini mumpung lagi ada ide mengalir buat menemani weekend kalian.

Happy almost weekend guys!

One Moment in TimeWhere stories live. Discover now