TIGA

7.5K 413 52
                                    

TIGA | INIKAH NAMANYA CINTA?

Ini bukan sekadar ketertarikan fisik, Jerman sadar itu.

Meskipun demikian, bukan berarti sosok yang sedang berada di sampingnya ini lantas nggak layak disebut menarik. Cowok itu merasa kehausan daripada biasanya ketika tatapan matanya menelusuri lekuk lembut tubuh Ananda yang disembunyikan di balik pakaian modisnya. Cewek itu memang jarang tersenyum, tapi beberapa kali dia melakukannya dan, ugh, efeknya tuh terasa sampai ke jantungnya. Menyerang langsung ke pusat paling rawan, membuatnya sempat hilang kendali. Kedua tangannya sudah gatal sekali ingin melingkar di tubuh indah itu, memberi Ananda kehangatan sekaligus rasa aman. Tapi itu kan nggak mungkin. Cewek itu sepertinya tak memperlihatkan tanda-tanda ketertarikan serupa dan itu, jujur saja, sedikit membuatnya sedih.

Ananda menekan tombol virtual merah di layar sentuh smartphone-nya. “Done.”

Jerman tersentak kaget di tempat duduknya. “Beneran udahan nih wawancaranya?”

Mata indah milik Ananda mengerjap-ngerjap bersamaan dengan bibirnya bertanya, “Masih mau lagi memangnya? Udah sejam-an lebih lho.”

 “Masa? Oh iya.” Jerman melirik jam dinding di kafetaria itu. “Hahahaha, berarti tadi beneran seru ya sampe gue bisa lupa waktu begini.”

Suara tawa Jerman menular sedikit ke Ananda. Sudut mulut cewek itu tertarik naik. “Thanks ya buat kesediaannya untuk diwawancara.”

“Sama-sama.”

Ananda bangkit dari tempat duduknya dan merapikan bagian belakang celana panjang bahannya. Cewek itu lalu merapikan anak rambutnya dan menyelipkan serumpun di belakang telinga. Setelah puas dengan kerapiannya itu, Ananda menatap langsung ke Jerman seraya berkata, “Pamit dulu ya.”

“Eh, tunggu—“

“Ya?”

Jerman sempat amnesia sesaat karena ditatap langsung oleh sepasang mata indah itu. “Bisa minta kartu nama?”

“Oh. Bentar!”

“Thanks.”

“Sama-sama.”

“Nggak apa kan kalo gue telepon ke nomor ini..., euh, buat nanya kapan terbitnya.”

Ananda sempat mengernyit. Sepertinya, naluri kewanitaannya mencium adanya semacam udang di balik batu dalam ucapan cowok itu barusan. Tapi Jerman mengeraskan ekspresinya dan membuat Ananda hanya bisa berpikir positif tentang permintaannya itu. Terbukti dari ucapan cewek itu sejurus kemudian. “Oh, pasti dikabarin kok,” cewek itu terlihat rileks, berdiri di atas sepatu cantiknya. “Gue sendiri yang akan mengirim e-mail ke Mas Hadi dan ke alamat e-mail klub untuk konfirmasi sebelum naik cetak. Buat mastiin nggak ada yang kekeliruan di artikel gue. Eh, sekalian minta e-mail lo juga deh—biar sekalian gue CC-in juga.”

“Gue SMS ya.”

Drrt, drrt. Smartphone dalam genggaman Ananda bergetar.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 22, 2014 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DIRTY (status: HIATUS)Where stories live. Discover now