SATU

24.7K 624 38
                                    

SATU |  WHAT WOULD APRIL O'NEIL DO?

Semua anak kecil punya idolanya masing-masing. Ada yang tergila-gila superhero macam Batman dan Superman. Kebanyakan cewek lebih suka tipe yang membela kebenaran dalam keadaan cantik dan fashionable—Sailormoon, Wedding Peach maybe?

Ananda Gauditama nggak seperti yang kebanyakan. Di saat teman-temannya tergila-gila pada superhero yang biasanya adalah tokoh utama di serial yang mereka tonton, cewek itu justru lebih menyukai karakter sidekick yang dia temukan di serial kartun Teenage Mutant Ninja Turtles (TMNT). Namanya adalah April O’Neil, reporter televisi yang entah kenapa senang sekali mengenakan jumpsuit kuning—mirip seperti yang dipakai montir bengkel. Tapi, terlepas dari itu, April adalah idolanya sepanjang masa. She’s fearless and have a great passion in news journalism.

Loncat ke sekian puluh tahun kemudian, Ananda kini mengikuti jejak April O’Neil. Yah, memang sih dia bukan reporter berita televisi seperti di idolanya itu, tapi wartawan majalah bisa dibilang ‘mendekati’ lah. Dia bekerja di National Riches, media berskala nasional dengan oplah tebesar ketiga di kategori majalah bulanan.  

“Lucky you!”

Ananda menoleh marah ke asal suara. Ke arah Catherine—dia dan anak-anak NR lainnya lebih suka memanggil cewek itu Keket—sesama wartawan sekaligus perusak lamunan-indah-sambil-jalan-nya. Cewek itu datang menghampiri Ananda dengan muka masam. Rapat redaksi mingguan baru saja selesai dan seharusnya mereka berdua ikut keluar dari ruang rapat bersama yang lainnya.

“Apanya?!” Cewek itu memutar bola matanya. “Gue kebagian ngeliput klub sepeda. Lo kan tahu betapa nggak menariknya olahraga, jenis apa pun itu.” Tega! Jelas-jelas di CV-nya waktu melamar setahun lalu, jelas-jelas Ananda mencantumkan ‘passion for fashion’ di kolom interest. Haute couture, ready to wear, frills and flower pattern—that’s her scene. Tapi lihat ke mana redpel mereka ‘membuang’ Ananda kali ini: ke sekelompok mahasiswa bau keringat dan matahari, berkaos polyester, dan—eww—bertas pinggang. TAS PINGGANG! Ananda jadi pengen muntah setiap kali mengingat yang terakhir itu.

 “Dan berurusan sama anak kampus, masih ingusan—ugh!” serunya lagi, seolah bayangan mengerikan tas pinggang nggak cukup horor baginya. Tambahan: siapapun yang menciptakan tas pinggang itu wajib dihukum seberat-beratnya. How come dia bisa terpikir hal senista itu, membelit tas kecil di daerah pinggung dan membuat kesan ‘ekstraberat’ di bagian itu. Mending kalau yang make langsing. Kalo orangnya gemuk gimana? Tambah overweight kan?!

Very, very cruel.

“Mending lo kali, seenggaknya lo masih bisa menghirup udara segar.” Keket sengaja membuat jeda yang lumayan panjang untuk mengubah ekspresi wajahnya jadi lebih jelek lagi. “Lha gue, kebagiannya komunitas herbal, di Tangerang pula. Bahkan pas gue cek lokasinya di Google Map, posisinya semacam di daerah tempat jin buang anak gitu.”

“Hmm.... Kalo gue pikir-pikir lagi, mungkin guenya kali yang kurang bersyukur.”

“Emang!” seru Keket kelewat semangat. Tapi setelah itu cewek itu mendadak membungkam mulutnya. Matanya berkilat-kilat sesaat kemudian, tatkala bertanya, “Atau..., lo mau kita tukaran assignment?”

“Dan pergi ke Tangerang?” Ananda tertawa keras. “Nggak usah ya. Biar dikata ke sananya naik taksi ya, tetep aja jauh gela. Bisa kemaleman gue pulangnya.”

DIRTY (status: HIATUS)Where stories live. Discover now