十七 | Bertemu Aiko yang Lain

6.7K 1.1K 225
                                    

16 days left

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

16 days left


Jam koas belum berakhir, tetapi Alen mencuri waktu untuk duduk di salah satu bangku di dekat taman rumah sakit. Bukan sengaja membolos, melainkan karena kepalanya yang tiba-tiba pening. Sekujur badannya pun terasa lemas dan berkeringat dingin. Selain itu, kaki beserta tangannya tremor sehingga ia tidak sanggup beraktivitas sementara.

Tubuhnya menyandar pada kursi. Kedua matanya mulai terpejam. Tenang dan damai ia rasakan sewaktu semilir angin menerpa wajahnya yang rupawan, serta berbisik lembut di telinga lelaki itu. Seolah tengah membelai dan menyenandungkan nyanyian pengantar tidur. Kantuk datang perlahan-lahan hingga menguasai lelaki itu sepenuhnya.

Namun, tidurnya cukup singkat karena seseorang menyentuh wajahnya. Menusuk pipinya dengan jari. Agak kesal, ia membuka kedua matanya, mencari tahu siapa yang menginterupsi tidurnya. Di hadapannya, ada seorang anak perempuan. Tubuhnya mungil, agak gempal, dan berambut pendek. Anak perempuan itu menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa Alen terjemahkan.

"Kakak pucat!" seru anak itu. "apa kakak sakit?"

"Iya, sakit," jawab Alen lesu. Tidurnya terganggu dan ia tengah kesal. Akan tetapi, ia tidak bisa memarahi anak perempuan di hadapannya. Selain karena lemas, anak perempuan nan lucu itu terdengar tengah mengkhawatirkannya.

"Ayo cari kakak dokter! Biar kakak cepat sembuh!" ajaknya.

Alen tersenyum lirih. "nanti. Kakak mau istirahat dulu di sini,"

Meski kelihatan tidak suka, terlihat dari alisnya yang bertaut, anak perempuan itu mengangguk saja. Ia lalu mendudukkan diri di samping Alen. Kedua matanya yang bulat, tidak berhenti menatap Alen. Alih-alih risih, lelaki berusia dua puluh lima tahun itu malah sedikit teringat Aiko. Gadisnya juga suka menatapnya dengan intens

"Orang tua kamu di mana?" tanya Alen. Aneh mendapati anak kecil berada di tempat ini tanpa orang tuanya.

"Masih sama kakak dokter. Aku disuruh main dulu di taman," jawabnya lugu.

Ingatan Alen mulai terbuka soal denah rumah sakit. Ada dua koridor utama di dekat taman. Salah satu koridor merupakan jalan menuju beberapa ruangan rumah sakit termasuk gedung poli. Dan beberapa kamar inap di dekat taman, juga memiliki lorong yang tembus ke gedung itu. Alen pikir, kemungkinan anak kecil ini baru saja periksa di sana sementara orang tuanya sedang berbincang dengan dokter terkait hasil pemeriksaan.

"Kamu sakit?"

Anak itu menggeleng hingga rambutnya sedikit bergoyang. "papa aku sakit."

"Oh, kirain kamu,"

"Kepalanya sering sakit," ia menyentuh kepalanya yang mungil. "kalau kakak sakit apa?"

"Entahlah. Mungkin sama," jawab Alen skeptis. Tangannya bergerak untuk menyugar rambutnya ke belakang.

Ia menduga dirinya sakit karena kelelahan dan stres. Beberapa hari ini terasa berat. Ia menjalani koas di stase baru, bertemu pasien dengan berbagai kondisi dan kepribadian, kemudian bertemu dokter konsultan—berujung dimarahi karena kurang kompeten atau salah diagnosis. Terakhir, pada malam harinya harus belajar dan menjaga Aiko. Selain lelah fisik, mentalnya juga lumayan lelah. Di samping karena masalah yang terjadi ketika jam koas berlangsung, Alen tak berhenti memikirkan Aiko. Rasa takut akan kehilangan gadis itu masih membelenggunya. Ditambah kenyataan bahwa gadis itu belum sadarkan diri juga meski sudah lewat lima hari, benar-benar mencekiknya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 26, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

11 : 11 pm ✖ Lee Felix Where stories live. Discover now