MDC-4

11.3K 451 11
                                    

  "Ini itu salah, kamu udah gak niat kerja sama saya? mau saya pecat? harusnya kamu bisa lebih profesional dalam mengerjakan sebuah kerjaan, tapi ini malah salah," ucap Evan marah.

  "Akan saya betulkan, pak."

  "Pergi sana, betulkan, nanti kasihkan kesaya saja ya?" ucap Abel sambil menatap Arion-salah satu anggota bagian tim perencana.

  "Baik, bu." Arion menunduk hormat kepada Evan dan Abel, lalu keluar dari ruangan Evan.

  "Kenapa kamu menyuruhnya keluar? saya masih belum selesai memarahinya bahkan memecatnya," ucap Evan terdengar kesal.

  "Pak, itu hanya salah sedikit tapi kenapa bapak begitu memarahinya? ia juga manusia yang bisa salah, pak," ucap Abel mengingatkan.

  "Iya, tapi apa kamu tahu kesalahannya itu bisa membuat proyek selanjut kita akan hancur?"

  "Apa bapak benar-benar tidak bisa sabar sedikit menghadapi sifat para pekerja bapak?"

  "Tidak, bukankah sudah sangat tercetak jelas kalau saya itu emosian?"

  "Sudah, bahkan sangat jelas."

  "Bagus kalau kamu tahu." Evan langsung duduk disofa sambil bersender lelah.

  "Sebentar, biarkan saya membuat teh hangat untuk bapak," ucap Abel langsung keluar dari ruangan Evan.

   Beberapa menit kemudian, Abel kembali dengan secangkir teh ditangan kanannya lalu ia letakkan teh itu kemeja depan Evan.

  "Ini pak, diminum dulu." Evan langsung mengambil cangkir tersebut dan menyeruput teh hangat tersebut.

  "Saya akan menghukum kamu karena kamu sudah sok jadi pahlawan, saya akan alihkan semua tugas saya kekamu."

  "Dan kerjakan diruangan saya," lanjut Evan.

  "Iya pak."

  "Terus bapak-

  "Saya akan keluar, nanti setelah selesai langsung kerumah saya," titah Evan.

  "Baik pak."

   Tanpa mengeluh dan berkata lagi Abel segera mengerjakan kerjaannya yang sudah pasti menumpuk, ia bahkan sudah biasa mengerjakan tugas-tugas Evan selama 4 tahun ini.

  Beberapa jam kemudian....

   Abel melihat jam tangan yang melingkar dipergelangan tangannya, ah sudah pukul 19.30 malam ternyata.

   Abel segera mencari taxi atau Grab untuk mengantarnya menuju rumah Evan, CEO-nya.

   Ia sudah sampai dirumah Evan, tak perlu ketuk, tak perlu telfon, ia sudah tahu bahwa pintu belakang terbuka lebar untuknya.

  "Selamat mal-

   Sapaan Abel terhenti saat melihat Evan tertidur lagi disofa. Sudah 2x dia begini, karena sebelumnya ia tidak pernah begini.

  "Apa dia kecapekan? Tadi aja ngerjain kerjaan dari jam 6 sampai jam 2 sore," gumam Abel.

   Ya, tadi Evan berangkat sangat awal kekantor hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya yang telah disambung dan diselesaikan oleh Abel tadi.

   Abel berjalan menuju kamar Evan, yaitu kamar yang pernah ia tempati kemarin. Ia mengambil sebuah selimut dan menyelimuti Evan.

   Evan masih memakai stelan kantornya yang berarti ia tertidur cukup lama, sebelumnya ia pulang jam 14.30 sore.

   Sembari menunggu Evan bangun, Abel membuatkan teh hangat untuk Evan, Evan tampak kedinginan.

  "Apa dia sakit?" tanya Abel pada dirinya sendiri.

  "Bangunin gak ya?" Abel berdiri didepan Evan yang sedang tertidur dengan bimbang.

  "Ah, biarin aja."

   Abel menyentuh dahi Evan dengan punggung tangannya.

  "Shstt, panas."

  "Dia sakit," gumam Abel.

   Lalu, ia pergi kekamar mandi, mengambil 2 buah kain bersih lalu dibasahkan dengan sebaskom air.

   Abel mengompres dahi Evan dengan kain yang tadi ia basahkan, Evan tampak pucat.

   Abel senantiasa menjaga Evan, ia tetap terjaga. Jam 00.30, Abel berjalan mendekati sofa yang ditiduri oleh Evan.

  "Akhirnya, berkeringat," gumamnya.

   Abel melepaskan kompresan tersebut lalu ia membersihkan kain itu. Lalu, ia mengelap tangan, wajah, dan leher Evan yang tampak mengeluarkan keringat, bahkan baju Evan basah.

   Merasa tidak tahan dengan kantuk yang selalu mendatangi Abel, Abel yang sudah selesai mengelap tubuh Evan pun terlelap disofa lainnya.

   Paginya, Evan terbangun, ia masih menyesuaikan cahaya dengan matanya.

  "Sudah merasa lebih baik, pak?" tanya Abel datang dengan secangkir teh hangat ditangan kanannya, lalu ia sodorkan teh itu ke Evan.

  "Ya, jauh lebih baik, terima kasih," jawab Evan lalu menerima teh tersebut.

  "Astaga, gue gak mimpi kan? Dia ngomong makasih ke gue?" ucap batin Abel.

  "Jangan kegeeran, saya cuman berterima kasih kepada kamu karena kamu sudah menjaga saya." .
 
  "Siapa juga yang gr?"

  "Terserah, saya mau mandi," ucap Evan.

  "Jangan mandi air dingin pak, itu sudah saya siapkan air hangat untuk bapak!" teriak Abel.

  "Ya."

  "Masih mau disini?" tanya Evan setelah mandi, seolah ia mengusir Abel secara halus.

  "Gak pak, saya akan segera pulang kalau bapak sudah sarapan," jawab Abel.

  "Oh."

   Evan pun duduk dimeja makan bersama Abel. Evan mengambil sepotong roti lalu mengoleskan selai nanas keroti tersebut, dengan secangkir teh hangat.

  "Saya pulang dulu pak," ucap Abel dibalas anggukan saja dari Evan.

   Ini masih pagi, baru saja jam 07.00. Untuk menaiki Grab bukankah terlalu pagi? Apalagi taxi. Jadi dengan sepenuh kesabaran hati Abel pulang dengan jogging.

  "Huh... Huh... Huh..." nafas Abel tersenggal-senggal.

  "Nggak berprikemanusiaan banget pak Evan, udah jagain dia malah ga nganter pulang, ini nih resiko baik sama orang gila."

   Abel segera bersiap-siap agar tidak terlambat kekantor.

  "Woi! Berangkat sama gue aja yuk," ucap Arion.

  "Eh boleh, itung-itung hemat biaya."

   Abel menaiki motor mio Arion. Dikantor mereka memang tampak tidak akrab, namun yang sebenernya terjadi adalah mereka sangat akrab, bahkan tak jarang mereka keluar bermain bersama, contohnya menikmati sunset bersama.

  "Tumben, tidak terlambat," ucap Evan yang baru sampai kekantor dan langsung memasuki ruangannya.

  "Emang gue terlambat berapa kali sih minggu ini?" gumam Abel kesal.

***

Ayo, kasih semangat untuk penulisnya:'( hanya berupa vote aja😊

Terima kasih sudah membaca:')

 

 

My Devil CEO [PRE-ORDER]✅Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ