"Cukup menarik," Soo Jin Young merebahkan punggung. "Tapi kamu pun bisa mengambil pendidikan S2 sembari bekerja di sana, Han GoEun." ucapnya tetap berusaha membujuk.

Han GoEun belum menjawab. Memijat pelipis dan diam-diam menghela nafas pelan.

"Beasiswa ini hanya akan didapatkan jika kamu segera meneruskan pendidikan setelah lulus S1 nanti. Tidak bisa dijeda untuk beberapa tahun ke depan, GoEun. Kamu harus memikirkannya kembali." tegas Soo Jin Young lagi.

Han GoEun menunduk. Perasaan tidak enaknya ini begitu mengganggu. Dipikirkan berapa kali pun jawabannya akan tetap sama. Han GoEun tidak akan segera melanjutkan studi dan memilih untuk segera bekerja. Bukan tanpa alasan, keluarga sederhana Han GoEun hanya berpegang pada penghasilan restoran. Sementara ia masih punya satu adik yang memerlukan biaya pendidikan sampai beberapa tahun ke depan. Dibanding melanjutkan studi, lebih bagus untuk segera bekerja dan berpenghasilan.

Jika dirinya harus kembali mengenyam pendidikan lantas kapan akan menghasilkan uang? Melakukan pekerjaan dan pendidikan dalam satu waktu bukan perkara mudah. Pemagangan seperti ini saja sudah cukup sulit untuk mengatur jadwal antara kampus dan pekerjaan. Keraguan dan keyakinan terhadap diri sendiri menjadi sering dipertanyakan saat berbagai hal datang serempak.

"Bagaimana, GoEun?" tanya Soo Jin Young memecah hening.

Han GoEun tak sanggup menerima. Namun tak pula memiliki keberanian untuk menolak lagi. Lantas ia pun berujar, "Saya akan memikirkannya, Kyosu."

Soo Jin Young mengangguk puas. "Kamu memang harus memikirkannya lagi. Kuharap keputusanmu tepat." Lawan bicaranya tak bergeming. Hingga Soo Jin Young kembali bicara, "Itu saja yang ingin saya bahas. Kamu bisa pergi."

Han GoEun beranjak pamit. Memundur perlahan sebelum keluar dari ruangan. Suara hening itu segera berubah kasak-kusuk ramai di sepanjang koridor. Banyak mahasiswa berlalu-lalang mendahului langkah pelan Han GoEun. Pikirannya terlalu bercabang memikirkan banyak hal, salah satunya adalah perihal keluarga. Seharusnya Ayah dan Ibunya tidak perlu lagi bekerja melayani pelanggan yang memiliki suasana hati berbeda-beda itu. Cukup memantau dan beristirahat sambil menikmati hari tua yang sejahtera. Sudah sepantasnya restoran itu memiliki beberapa pegawai untuk menangani situasi. Memiliki pekerjaan tetap di usia muda, berpenghasilan tinggi, membiayai sekolah sang adik dan restoran yang tumbuh pesat. Perencanaan hidup yang terdengar biasa dan sepele ini tetap menjadi poin utama bagi Han GoEun.

Drrrtt!

Getar ponselnya menarik Han GoEun kembali pada kenyataan. Merogoh isi tas untuk mengambil ponsel. Bibirnya mengulas senyum kala nama 'Jaehyun' tertera pada layar.

"Han GoEun," suara baritone Jaehyun terdengar di telinga. Menimbulkan rasa menggelitik di tengkuk lehernya yang merinding. Masih tidak terbiasa mendengar sang kekasih memanggil namanya.

"Iya, Jaehyun."

"Aku sudah sampai di luar gedung. Bersama Jaemin hyung di mobil."

"Benarkah?" Ulas senyum Han GoEun semakin melebar mendengar nada riang lawan bicaranya. Langkah besar pun terus bergerak melintasi ruang-ruang menuju luar gedung. "Tunggu sebentar. Aku sedang ke sana."

"Pertemuanmu sudah selesai?"

"Sudah. Seharusnya kamu jangan menjemputku ke sini. Bagaimana jika kamu terlambat datang ke tempat pemotretan?!" omel GoEun buru-buru. Keningnya berkerut dalam mendengar kekehan lawan bicaranya. "Aku tidak melucu, Jaehyun."

[REVISI] My Boyfriend, Jeong Jaehyun.Where stories live. Discover now