15

33.1K 1.6K 34
                                    

"Papah, tadi om itu namanya siapa, ya? Bagas belum kenalan," ucap Bagas polos, wajah mendungnya sudah sedikit ceria.

Sekarang ia malah menanyakan orang yang menyapanya tadi.

"Papah gak tau, Sayang." Tiba-tiba Jaka ingat ucapan bapak Mayang tadi.

Apa pemuda tadi itu calonnya?

Pemuda itu masih muda dan tampan, juga baik. Sedangkan dirinya duda anak satu.

Jaka menjadi resah, mendesah dalam hati. Apa harus merelakan, sedangkan diri menginginkan. Kemudian ia menoleh pada Bagas, anak itu kembali murung, sepertinya ingat kembali pada Mayang.

"Aku gak boleh menyerah," gumamnya. Demi jagoan, anak laki-lakinya, ia akan berusaha.

"Papah, apa tante Mayang masih sayang sama Bagas?" tanyanya lagi.

Jaka menyunggingkan senyum, lalu mengangguk.

"Tapi, kenapa gak mau ikut kita?"

"Bukan gak mau ikut kita. Tapi, tante Mayang lagi sekolah, jadi gak boleh bolos," jawabnya. "Haa, udah sampai. Kita nginep di sini aja, ya."

Jaka memarkirkan mobil, dan turun memasuki hotel. Kecil tak seperti penginapan di Ibu Kota, tapi lumayan buat istirahat.

"Ini kuncinya, selamat istirahat," ucap perempuan penjaga meja resepsionis sambil menangkupkan kedua tangan di dada.

"Terima kasih." Jaka menerima kunci dan berlalu ke kamar.

***

Angin berhembus kencang, menembus jendela kayu rumah itu. Dingin terasa menjalar ke seluruh tubuh. Gadis itu langsung bergelung dalam selimut.

Keras.

Ada sesuatu yang mengganjal di dalam selimut. Kemudian disibak kain tebal itu. Jam tangan karakter.

"Bagas," gumamnya lirih.

Mata yang hendak terpejam, pun terjaga. Memikirkan bagaimana keadaan si pemilik jam tangan itu. Ia tadi sempat mendengar suara tangis Bagas, yang menolak untuk pergi tanpa dirinya.

"Maafin tante, ya." Berkali-kali ia mencium benda yang terdapat jarum itu. Tak terasa bulir bening menerobos keluar, membasahi pipi. Entah, padahal anak kecil itu bukan darah dagingnya.

Kedatangan Jaka dan anaknya, tak pernah sedikitpun terpikirkan olehnya.

***

"Isti, aku pinjem hp kamu bentar, ya," izin Mayang pada temannya.

"Jangan lama-lama, pulsa abis. Jatah isi pulsanya masih lama."

"Iya, buat kirim pesan doang kok," jawabnya. Andai ponsel pemberian Jaka dulu tak direbut ibu, pasti tak perlu repot pinjam ponsel teman.

Mayang pun mengirim pesan, tak lama pesan terbalas. Kemudian ia sepakat, untuk bertemu di suatu tempat.

Selesai berkirim pesan, Mayang dan Isti pun masuk ke kelas. Wajah ayunya tercetak jelas ceria, tak sabar ingin berjumpa.

***

Motor gede milik Aldi sudah terparkir di depan sekolah. Pemuda itu tak patah semangat untuk meraih cinta Mayang kembali.

Rambut ia sisir, sambil menatap kaca spion. Klimis. Sambil bersiul bersenandung lagu cinta. Dengan sabar ia menunggu gadis pujaannya.

Lama, apa ia telat. Aldi menilik jam tangan di pergelangan, tidak telat.

"Aldi!"

Pemuda itu menoleh pada si pemanggil.

Gadis berseragam berlari mendekat.

Mas Bos Duda Where stories live. Discover now