Yamatonokami

452 42 11
                                    

[]Aruji, baik sekali![]

|Yamatonokami Yasusada x Reader|

|Link starto!|


Entah kapan hutan ini akan berakhir. Pohon-pohon berongga semakin lama kian menyampul keelokan langit bersih sore ini. Hingga bulan berkuasa, tiada terlihat spot beristirahat.

Aku tergopoh-gopoh, dilingkupi luka-luka bernanah seraya melingkarkan lengan Aruji ke leherku. Ia nyaris terbelah jadi dua akibat kelalaianku. Sekarang, setelah duel tadi, gadis ultimate manis ini bahkan tak bisa istirahat. Segala-galanya menjadi jelas salahku.

Salahkan aku, kenapa aku tidak bisa ngatasi satu saja Kebishi?

"Bertahan, ya." Kataku khawatir. Keyakinanku yang dangkal akan ikatan kami telah memporakporandakan kepongahanku. Nyatanya aku tidak cukup mengenalinya untuk setidak-tidaknya dapat mengerti apa yang gadis ini hendak perbuat.

Kami berakhir dengan ekspansi cacat.

Wajahku sudah tidak karu-karuan kotor, tanpa peduli, masih menciptakan jejak-jejak di tanah gembur ini. Nafasku pendek-pendek, lambungku terasa mau meledak-ledak lantaran luka tusuk yang cukup memilukan. Dan, aku lapar, haus, capek.

Aku tidak peduli walau ditakdirkan mati sekarang. Tapi bagaimana Aruji? Ia harus selamat, dan sehat, ia harus bisa menyipitkan bibir lagi, bersenda-gurau lagi.

Lagi-lagi kakiku dijegal akar-akar yang menyembul keluar. Entah sudah berapa luka yang kuperoleh hasil mengeksplorasi hutan setan ini. Kalau aku Kashuu, mungkin aku telah mati muda. Diliputi luka seperti ini, sungguhan kutukan. Kata Kashuu, jika aku jelek atau rusak, Aruji takkan menyayangiku lagi.

Tak apalah.

Asalkan aku sayang Aruji.

Sebuah Padang rumput terlihat. Setelah kedua kakiku berpijak di pohon tunggal di bentangan ilalang, kesadaranku lenyap.

Maaf, Aruji. Aku tak bisa bertahan lebih lama.




[] [] []

Kelopak mataku dibukakan lebar. Debar menyakitkan bergema di dadaku. Benda laksana ilalang mendadah-dadah diterpa angin lembut, sangat indah, seperti seikat tanaman hias.

Sesuatu mengelus-elus pipiku. Dingin, seperti air di handuk.

"Aruji?!" Kagetku, bersusah-payah bangkit tapi tidak berhasil. Staminaku dikuras total. Mengumpulkan nyawa dan berdiri pongah terasa mustahil.

Siluet wajah rupawan ini bak terapi psikis, perlahan mengobati sakitku secara ampuh.

"Yamatonokami, jangan gerak-gerak." Peringat Aruji. Astaga. Dia semakin manis, benar-benar tipeku. Dan bantalan lembut ini, spot kepalaku di pangku, adalah paha Aruji yang dilipat.

"Aruji, kenapa kau peduli?" Kubuang muka kesamping. Ia berhenti mengelap-elap wajahku. Kain yang ia gunakan mirip buntut dari mantel Aruji. Disobek?! Demi aku?! Aku sudah rusak. Mungkin jika wujudku pedang, maka pasti sudah terkikis hingga gagang.

"Kenapa? Ya karena kau pedangku." Nona [Name]ku berucap.

"J-j-jangan lihat aku, Aruji!" Aku menenggelamkan mukaku di silangan tangan.

"Kenapa, eh?" Ia polos sekali seperti teratai.

"Sebab aku jelek. Jika kau lihat wajahku, kau bakal jijik. Dan diakhiri oleh prosesi pembuanganku. Aku tidak mau dibuang. Aku ingin bersama Aruji. Aku tidak butuh Aruji lain." Senyumanku luruh ketika air mata terjun dari pipi ke leher, membasahi seperdua wajahku.

Lalu, aku bangkit dan duduk. Membelakangi Aruji.

Aruji mengikatku ke pelukan yang damai.

"Mau sejelek apapun, kau masih pedangku, Yamatonokami sayang. Jangan dengar Kashuu. Kashuu kok dipikirkan." Balas Aruji. Aku bahagia. Ini kesenangan yang memercik-mercik gejolak api di dadaku untuk memproteksi Aruji semakin baik. Dan soal Kashuu, kurasa Aruji sejenis pesulap yang bisa menebak-nebak apa isi otakku.

Kubalikkan badan dan ganti mendekap Aruji.

"Aruji, baik sekali." Kupererat remasan di punggung baju Aruji. "ayo menikah!"

Tiada balasan.

Anggukan singkat terasa di pundak kananku. Ia betul-betul karam di pundakku yang basah.

Istriku sangat lucu, ketika sedang lemah seperti ini[]

|Touken| |Ranbu| |Oneshoot|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang