CHAPTER TIGA

2 1 0
                                    

Hi!
Happy reading!
Don't forget to vote and comment!

***

Aku meletakkan laptop yang masih menyala keatas meja. Beranjak ke dapur karena cacing-cacing diperutku sudah menggerogoti lemak tipis milikku. Jika dibiarkan, mungkin mereka akan memakan kulitku juga.

Aku mulai memanaskan minyak dalam penggorengan, lalu menyeduh kopi hitam. Berniat untuk sedikit terlambat tidur.

Setelah memasukkan ayam instan berbumbu kedalam penggorengan, aku mengambil piring lalu ku isi dengan nasi. Setelah ayamnya berubah kecoklatan, aku mengangkatnya dan meniriskannya sebentar, sebelum dipindahkan ke piring yang sama dengan nasi.

Masih dalam keheningan, aku menyantap makan malam. Hingga suara ketukkan pintu yang cukup kuat membuatku beranjak meninggalkan acara makan malam ini.

Aku berani bersumpah, orang yang bertamu Kali ini tak tahu cara menggunakan bel.

Aku masih mengira-ngira siapa yang mau bertamu kerumah ini. Ada kepentingan apa orang itu? Bahkan tetanggaku pun tidak sudi melirik rumah ku, rumah peninggalan Mr.Fred dan Mrs.Lucia--orangtua angkatku--.

Niatan untuk memaki orang itu ikut terbang bersama angin malam yang entah kenapa bertiup cukup kencang saat aku membuka pintu.

Bahkan angin pun berlari saat melihatku.

"Sial. Siapa orang kurang kerjaan yang merusak acara malamku?!" Aku berseru pada angin yang seolah memusuhiku.

Aku hampir menutup pintu ketika mataku menangkap sebuah kertas dan bucket bunga diatas kotak surat di halaman rumah.

"Siapa orang bodoh yang menaruh Surat diatas kotaknya? Bersama dengan bunga pula, apakah dia pikir aku siap mati?!" Aku menggerutu sambil mengambil Surat dan bunga itu.

Menutup pintu, ku lemparkan bunga dan Surat tadi ke arah tumpukkan buku yang ku pelajari untuk mengerjakan tugas, lalu kembali ke dapur untuk melanjutkan makan malam ku yang tertunda.

***

Aku menguap untuk yang kesekian kalinya sambil terus berusaha tetap terjaga untuk membuat bagian penutup dalam tugasku. Sebenarnya ini bukan tugasku, tetapi tugas kelompokku. Mereka menyuruh aku sendiri yang mengerjakan tugas ini dengan alasan, tugas seperti ini saja Tak butuh banyak orang, cukup satu orang cerdas sepertimu saja.

Dasar munafik. Untuk apa memberikan pujian jika hanya ingin memanfaatkan?

Setelah mengetik kata 'Thank you' yang terakhir kalinya, aku menelungkupkan kepala dalam bantal sofa. Memejamkan mata dan tersenyum, sambil berkata 'Sepertinya dia Tak sabar menemuiku' dalam hati.

Aku menghampiri laki-laki yang sedang duduk disebuah bukit kecil dengan langkah pelan, berniat mengagetkannya.

Saat sudah mengambil ancang-ancang untuk menabrak punggungnya, laki-laki itu justru berbalik. Membuat aku kehilangan keseimbangan dan berakhir nyaman dalam pelukan laki-laki itu.

Mata hazel ku Dan mata birunya beradu tatap beberapa detik sebelum suara berat tapi lembut itu membelai telinga ku. "Kau terlambat menemuiku, sweet girl. Apakah kau bosan bertemu denganku terus, hm?" Selidik laki-laki itu sambil membantuku untuk duduk disebelahnya.

"Tentu saja tidak!" Sergahku setengah berteriak, membuat laki-laki disebelahku tertawa kecil. Dasar mulut sialan.

"Baiklah aku Tau. Kenapa kau mau mengerjakan tugas orang-orang munafik seperti mereka sampai-sampai kau mengurangi waktu pertemuan Kita?" Terlihat jelas raut tidak suka pada wajah yang terpahat indah itu.

"Aku hanya mengerjakan tugas yang seharusnya ku kerjakan. Apakah salah?"

"Tentu saja. Itu adalah tugas kelompok, bukan tugas mandiri. Bukankah tugas kelompok seharusnya dikerjakan bersama? Atau setidaknya berbagi pekerjaan?"

Aku menghela nafas panjang. "Kau benar. Tapi apa dayaku jika harus menolak keinginan mereka? Jika kau saja bisa Tau alasan aku terlambat tidur, seharusnya kau juga tahu apa yang terjadi padaku." Dengan mendongak keatas, ku halau Kristal yang berusaha mencapai tanah.

Laki-laki itu menarik ku kedalam pelukannya. Membuatku sadar bahwa aku Tak sendiri menghadapi ini semua.

"Bersabarlah, sweet girl" bisik laki-laki itu lirih sambil mencium puncak kepalaku.

Bersamaan dengan itu, Kristal yang tadinya ku jaga, perlahan luruh dengan diiringi isakan kecil. Seolah sedang menghantarkan ku pada kemalangan hidup.

"Bersabar untuk apa lagi? Untuk hidup dalam penderitaan? Tapi kapan ini akan berakhir? Ya, ku akui aku adalah anak haram karena lahir tanpa ayah. Bahkan ibuku pun malu memiliki anak sepertiku, hingga dia membuangku. Ku akui aku hanyalah anak pembawa sial yang menyebabkan perusahaan Ayah(Mr Fred) menjadi bangkrut setelah mengadopsiku. Aku juga yang menyebabkan Mr.Fred dan Mrs.Lucia meninggal karena ingin membeli kue untuk pesta ulang tahunku. Aku penyebab sem--"

"Bukan kau yang menyebabkan terjadinya kejadian itu, sweet girl. Trust me, Kau bukanlah seperti apa yang orang-orang itu katakan. Bersabarlah, Ada aku disini untukmu." Sambil terus mengusap bahu ku yang bergetar, laki-laki itu berusaha menenangkan diriku yang mulai meracau Tak jelas.

"Ya, aku akan berusaha bersabar untuk menghadapi semua ini sebelum happy before after," balas ku sambil tersenyum walaupun pipiku masih basah oleh air mata.

Laki-laki disampingku juga ikut tersenyum, memegangi pipi ku, dan berbisik. Membuat aku mendengus dalam mimpi sebelum terbangun dari tidurku. Mengapa cepat sekali?

***

Satu bucket bunga dan sepucuk Surat.

Itulah yang pertama kali aku lihat. Otak ku berputar untuk mengingat kejadian semalam. Seingatku, Surat itu sudah ku selipkan diantara tangkaian mawar biru itu lalu aku lemparkan ke tumpukan buku-buku. Tapi kenapa sekarang Surat itu ada dibawah bunga? Dan keduanya berpindah disampingku? Aneh.

Mengabaikan itu, ku angkat bunga itu dan ku ambil suratnya. Membuka amplop berwarna biru lalu mengeluarkan isinya dan mulai membacanya.

Refleks, keningku berkerut  saat membaca deretan tulisan tangan rapih itu.

Two more days.

Tiga kata yang mampu membuatku memutar otak untuk mencari jawaban. Ada apa dengan dua Hari lagi?

Seingatku, tanggal 8 Oktober bukanlah hari ulang tahunku, ataupun Hari ulang tahun kedua orang tua angkatku, apalagi Hari kematian mereka. Membicarakan perihal Hari kematian, mataku membelalak. Apakah itu artinya aku akan mati pada tanggal itu?!

Oh God, bukankah saat menerima bunga 'misterius' ini semalam aku sudah berkata bahwa aku belum siap mati?

Dosaku masih terlalu banyak dan dua hari lagi aku harus mati? Takdir memang kejam padaku.

Mengambil ponsel, ku tandai tanggal 8 Oktober pada Kalender elektronik dengan nama, my death day.

***



10/4/19

Anyone miss me?

Carol dua hari lagi meninggal, gais:')

Maafkan keterlambatan up-ku ini T_T

Love,
Dev

Somniu (Dream)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu