[3] malaikat medit

8K 551 4
                                    


Naya berjalan dengan langkah yang ia hentak-hentakkan tak karuan. Nyatanya, pertemanan mereka selama dua puluh tahun hanya dianggap angin lalu oleh Aldan. Cowok tak berperikemanusiaan itu. Naya tak habis fikir, bagaimana bisa cewek-cewek diluar sana banyak yang mengidolakan sosok Aldan super menyebalkan itu.

Bahkan jika di dunia ini hanya tersisa Aldan seorang. Naya lebih memilih mati masuk jurang ketimbang hidup bersama cowok medit itu.

Langkah kaki Naya kian menjauh, ia berjalan menuju perempatan ojek langganan Mbok Imah yang biasa digunakan untuk mengantar kepasar jika orang rumah serba sibuk.

Langkah Naya mendekat. Tadi setelah berdebat dengan Aldan di mobil, Naya masuk kerumah dengan tampang kesalnya. Ia berjalan kedapur dan meminum segelas air karena tenggorokkannya yang serak akibat berdebat sejak pagi.

Mbok Imah yang sedang mencuci piring menoleh pada Naya, mereka mengobrol beberapa saat. Naya mencurahkan keluh kesahnya pada Mbok Imah hingga akhirnya ia di rekomendasikan untuk naik ojek langganannya saja. Tapi dengan syarat Naya harus menghampiri sendiri keperempatan karena Abang ojek tersebut tak bisa di boking macam grab.

Dan sampailah sekarang, Naya sudah berdiri sepuluh meter dari abang-abang ojek tadi.

Naya menatap dari jauh, bukan karena ia adalah orang perfectionist macam Aldan. Tapi melihat ojek-ojek tersebut Naya agak menelan ludah. Ia melirik helm yang kacanya sudah hilang, motor yang hampir tak layak pakai. Bukannya Naya ingin menghina atau apa, tapi saat ia mendekat beberapa langkah. Bau rokok bercampur keringat menerobos masuk dipenciuman Naya. Ia buru-buru berbalik.

Pilihan jalan kaki sepertinya alternatif terbaik.

Langkah demi-langkah terlewati. Naya berhenti sejenak di sebuah warung. Ia berniat membeli sebotol aqua karena haus yang membabi buta.

Tangan Naya merogoh sling bag.

Sial! Dompetnya tertinggal.

Untung saja Naya masih punya uang recehan terselip untuk membayar aqua tersebut.

Naya duduk di kursi kayu panjang depan warung. Disebelah kirinya ada segerombolan pemuda-pemudi berandalan. Berkumpul dengan beberapa minuman keras dan rokok memenuhi meja. Naya menelan ludahnya.

Selain berhadapan dengan Aldan, hal lain yang dibenci Naya adalah menghadapi segerombolan cowok-cowok berandal macam ini.

Naya buru-buru membuang botol aquanya ke tempat sampah. Ia langsung bangkit dan memutuskan melangkah melanjuti perjalanan.

Pelan-pelan Naya melawati gerombolan itu dengan nafas yang ia tahan beberapa saat.

Priwitt~

"Neng geulis, mau kemana, si?"

"Jalan kaki sendirian aja, sini abang anterin."

Naya semakin menahan nafasnya, ia menggenggam tali sling bag nya dengan erat.

Salah satu cowok digrombolan itu mendekat. Memegang bahu Naya hingga ia menegang di tempat.

"Cantik-cantik kok bisu," Cowok itu beralih kedepan. Ia berdiri tepat dihadapan Naya hingga membuatnya mundur selangkah.

"Kalo orang ngomong di jawab geh, cantik."

Naya gemetar ketakutan. Bau rokok dan alkohol dari cowok itu membuatnya ingin muntah di tempat.

"Pepet terus, Ren!"

"Jangan kasih lepas."

"Cantik tuh, Mayan bawa pulang karungin!"

Intimate [friend]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ