Wolulas; aku tahu

Start from the beginning
                                    

"Bentar deh, yang ini durasinya nggak cukup nih, potong aja apa, ya?"

Kalimat tanya seperti itu selalu terucap dari bibir Choi Chan tanpa ada yang menjawabnya—tapi nggak tahu sama makhluk tak kasat mata lainnya. Kalau ada progres, ya dia senang. Kalau nggak nemu titik pas, ya dia uring - uringan.

Biasa, namanya juga anak sekolah.

Kamar Chan itu paling depan, jadi suara kendaraan melintas itu kadang terdengar sampai ke kamarnya. Sebenarnya Chan sudah terbiasa, tapi mendadak ada suara mobil parkir di depan gerbang rumahnya, lumayan berisik. Karena penasaran, Chan mendekat ke jendela, buka tirai dan mulai mengintip.

Ternyata dua mobil, dan salah satunya mobil papa, Chan hafal banget bagaimana sedan hitam produksi Jepang itu biasa mengantarnya sekolah, karena Chan nggak mau diantar kakak kakaknya kalau Seungcheol punya waktu senggang mengantarnya. Bedebah dikatain anak papa juga, memang benar dia anak papa kok.

Pintu mobil yang paling depan tiba tiba kebuka, dan keluarlah perempuan dari kursi pengemudi. Dia jalan ke belakang, ke arah mobil papa. Chan mulai mengerutkan keningnya.

Siapa?

Dan hal tak terduga lain, papa keluar dari mobil. Setelahnya, Chan nggak tahu harus percaya sama matanya atau anggap dia halusinasi, dia berulang kali mengucek mata kanan dan kiri. Ia mengumpat pelan - pelan, perempuan tadi meluk papa dan papa nggak berontak!

Chan mematung di tempat, nggak lama mobil perempuan tadi meninggalkan area rumahnya. Ia mulai menjauh dari jendela, menutup tirai rapat - rapat dan kembali ke meja belajarnya. Chan cepat cepat menyimpan proyek kerja dan mematikan laptop dengan keadaan yang masih belum mempercayai apa yang ia lihat.

Mosok mripatku eror? Ndak lho, aku wes nganggo kocomoto, mosok iseh salah sih? Kui mau papa kok. Opo tak cek, yo?

Chan melihat ke arah pintu, dia bimbang mau keluar kamar atau enggak. Ada rasa penasaran, sakit hati, takut, semuanya tercampur aduk.

Pada akhirnya, Chan hanya menarik selimut dan berharap tadi bukan papa. Ia memilih tidur dan bermimpi hari esok akan lebih baik.

***

Hari ini rumah terasa sepi—Kak Wonwoo tidak pulang yang entah Chan pikir mungkin karena urusan kuliah, Kak Seungkwan keluar kota, sedangkan Jihoon dan Jisoo ada kegiatan pelatihan pagi pagi sekali sehingga mereka memutuskan menginap di hotel terdekat dari tempat acara daripada pulang. Maka dari itu, hanya ada Chan dan Minghao.

"Kak Minghao," sang adik terkecil memasang wajah memelas, "Chan laper..."

Minghao membuka pintu kamar, lalu menemukan adiknya seperti anak yang tidak diberi makan tiga hari. Jangankan adiknya, kalau Minghao menemukan kucing di jalan, kelaparan, pasti langsung dibelikan makanan wiskas termahal. Maka dari itu, melihat adiknya seperti ini, Minghao langsung menariknya ke dalam kamar.

"Kamu belum makan? Lho kok bisa, Dek?" Minghao sebenarnya berniat mengomeli ketidak mandirian Chan, tapi apa daya, dia tidak bisa marah, "kakak cuma ada makanan sedikit di kulkas. Apa mau pesen aja? Kamu mau makan apa? Sini kakak beliin aja ya, jangan diulang lagi yaa, kalau belum makan bilang ke kakak. Kakakmu lho ada banyak,"

Chan cemberut di tepian ranjang, "Mama masak, tapi aku nggak cocok sama makanannya. Terus mau minta tolong masakin Kak Wonwoo atau Seungkwan, merekanya lagi nggak ada di rumah. Aku kudu piye?"

"Pesen, ya. Mau apa?"

"Nggak mau, nggak mau kak. Itu makanan kakak yang di kulkas aja aku udah cukup. Lagian porsi makanku nggak begitu banyak kok," Chan bangkit dari duduknya, kemudian mengambil beberapa makanan awetan dari lemari pendingin Minghao.

"Bener?" Minghao takut Chan kelaparan, gengs.

Karena lelah meyakinkan Minghao, Chan langsung nyelonong aja keluar kamar setelah mengucapkan selamat malam ke Minghao.

Di kamar, Chan yang sedari tadi menahan berontakkan perutnya, akhirnya bisa bernapas lega. Ia tersenyum lebar, menggesek - gesekan kedua telapak tangan dengan mata berbinar. Ia menjilat bibir atas. Tangannya hendak mengambil potongan pizza tersebut.

Brak!

Raut wajah Chan berubah, ia jelas mendengar bantingan pintu tersebut. Matanya beralih menatap jam dinding, ini bukan waktu Papa pulang dari kantor. Tapi, kamar terdekat dari kamarnya itu ya papa mama. Ia yakin, Minghao tidak pernah tahu masalah ini.

Chan bangkit, membuka pintu lamat - lamat. Ia berjalan pelan ke arah kamar orangtuanya, dadanya berdegup. Chan tau ada yang tidak beres. Pada akhirnya, Chan bersembunyi di balik tembok, mengintip pintu kayu cokelat mewah yang tertutup rapat.

Hati Chan mengeras, teriakan kemarahan papa menujam masuk ke telinganya. Ia mengepalkan telapak tangan tanpa sadar, terus mendengar tanpa bisa berbuat.

Bahkan, Chan benci ia harus mengetahui semuanya.

***

Aku tahu tulisan ini monoton, hihihi, maaf ya. Aku update biar ini cepat cepat selesai, aku mulai bosen soalnya XD btw, thank you buat yang udah baca, aku harap kalian nggak bosen sama alur yang gitu gitu aja :'(

Utang aku bulan ini udah aku bayar yaaaaaaaaa hehehehehe. Sampai ketemu di lain kesempatan! Aku mau menghilang lagi XD Wo ai ni <3

Jiejiedeery, 190408.

Choi Squadh [SVT] ✔Where stories live. Discover now