Berani

967 109 11
                                    

Mashiro adalah anak pemberani. Ia pernah melawan seekor kecoa ketika hewan itu hinggap di punggung ayahnya. Ia sering membantu bundanya ketika harus meraih sesuatu di bawah sofa, tak peduli bila ada sesuatu yang menyeramkan meraih tangannya tiba-tiba.

Mashiro sungguh berani. Bahkan kini ia sudah tidak tidur bersama ayah dan bunda. Ia punya kamar sendiri dan letaknya agak jauh dari kamar kedua orangtuanya. Bila merasa takut akan sesuatu, ia selalu mengingat bahwa dirinya adalah kebanggaan ayah dan bunda. Ia harus berani.

Tetapi tampaknya tidak untuk malam ini?

Setelah Ichiro mengantarnya ke kamar, hujan mulai turun. Cukup deras dan diiringi sambaran petir.

Petir yang menggelegar membuat Mashiro gemetar. Namun ia tak boleh takut. Ia harus tetap tidur agar besok tidak susah dibangunkan untuk sekolah.

Mashiro mencoba berbaring sambil menutup seluruh tubuhnya dengan selimut ketika petir menyambar sangat kencang. Cukup kencang sampai membuatnya terlonjak kaget dan ketakutan.

Namun masih. Sedikit keberanian masih tersisa. Kini ia meringkuk sambil menutup diri dengan selimut motif bintang-bintang kesayangannya. Mulutnya tak berhenti bergumam agar tangisnya tidak pecah. Ia tidak mau menangis karena hal seperti ini. Mashiro adalah anak yang berani.

"Mashiro berani... Mashiro berani..."

Petir tak mau mengurangi intensitas sambarannya. Kian lama semakin sering menyambar. Akhirnya Mashiro tak bisa menahan air matanya yang sudah terbendung di sudut mata. Ia menangis tanpa suara sambil mengeratkan selimutnya.

Beberapa saat kemudian, pintu kamarnya terbuka. Menampilkan sosok bunda dengan wajah khawatirnya.

Saat Ichiro melihat keadaan Mashiro yang meringkuk sambil menangis, ia segera berlari dan mendekap sang anak. Dugaannya ternyata benar. Seberani apapun Mashiro, anaknya tersebut takkan kuat ditinggal di tengah petir yang sedang bersahutan. Bagaimanapun, Mashiro masih kecil dan tentu butuh perlindungan di saat begini.

Mashiro yang kini didekap bundanya pun segera menghapus air matanya dan berkata, "Bunda, Mashiro berani! Mashiro berani kok!"

"Iya, Mashiro berani. Hebat deh anak bunda," puji Ichiro, lalu membantu mengelap air mata anaknya. Mashiro tertawa namun masih sedikit terisak. Ichiro mendekapnya lagi. "Mashiro berani, tapi bunda takut nih. Mashiro mau bobo sama bunda gak?" Ia bertanya dengan nada yang dibuat takut.

Mashiro yang mendengar, agak terkejut. "Bunda jangan takut... Ada Mashiro," kata Mashiro pada bundanya, memberi pelukan erat agar bundanya merasa tenang. Ia harus terlihat lebih berani agar bundanya tidak cemas. Ia tak mau membuat bundanya semakin ketakutan karena petir.

"Kalau gitu, Mashiro mau bobo di kamar bunda? Sama ayah?"

Tak pikir panjang, Mashiro menyetujuinya. Ia harus menemani bundanya. Sebuah anggukan cukup untuk menjawab tawaran Ichiro.

Kemudian, Ichiro membawa Mashiro ke kamarnya. Ketika membuka pintu, Mashiro melihat ayahnya masih terjaga.

"Ada apa nih sama anak ayah?" Tanya Samatoki saat Ichiro mendudukkan Mashiro di ranjang.

Ichiro hanya tertawa pelan dan berkata, "Ini yah, bunda takut, hujannya deras banget. Bunda mau bobo ditemenin Mashiro."

Beruntung Samatoki mengerti ucapan istrinya. Ia melirik Mashiro yang masih mencoba menghilangkan jejak air mata.

"Oh iya, anak ayah kan berani. Sini jagoan, bobo temenin ayah juga, ayah takut," kata Samatoki, menepuk sampingnya agar Mashiro tidur di sana.

Mashiro merasa ayahnya juga membutuhkannya, sehingga ia segera berbaring di tengah dan menoleh pada kedua orangtuanya secara bergantian. "Mashiro berani. Ada Mashiro di sini. Ayah sama bunda jangan takut ya..." Katanya pelan, berusaha melupakan tangisnya. Ia tersenyum lebar ketika orangtuanya memeluknya bersamaan.

Setelah itu, mereka tidur bersama, dengan Samatoki dan Ichiro yang saling menggenggam tangan, melindungi sang anak yang terlelap polos di tengah mereka.

MASHIROWhere stories live. Discover now