Bab 10 - Pandangan Pertama

60 6 0
                                    

Malam yang indah harus di rusak oleh cuaca. Awan gelap telah menghiasi langit sejak sore tadi dan kini tumpahan amarah membasahi negeri. Seorang pemuda berdecak kesal sembari berteduh di depan salah satu kedai makanan yang hanya buka setiap pagi itu.

"Putra mahkota, sebaiknya kita kembali ke istana saja. Hujan tidak akan berhenti dengan cepat." Seorang pria yang merupakan pengawalnya itu angkat bicara sambil mengamati tetesan air yang mengalir dari ujung atap.

"Aku juga ingin kembali, tapi tidak mau basah kuyup." Jinu memundurkan langkahnya sampai menempel di dinding kedai.

Seekor hewan besar melintas di depan Jinu. Hewan itu berlarian di bawah derasnya hujan menuju ke suatu arah. Mata merahnya terlihat dipenuhi amarah. Keempat kakinya menjejak genangan air dengan gesit.

Jinu dan pengawalnya berteriak bersamaan sambil saling berdempetan ke dinding. Mereka tidak mengira akan melihat hewan pemangsa yang berkeliaran di ibukota. Binatang itu bahkan terlihat seperti habis membunuh seseorang.

"Pengawal Gong ... Bukankah seharusnya tidak ada harimau yang bisa masuk ibukota?"

"Sepertinya itu bukan harimau."
Mereka saling bertatapan. "Lalu apa?"

Keberadaan hewan itu akan menimbulkan kehebohan kalau dibiarkan begitu saja. Sebagai seorang putra mahkota, Jinu tidak bisa membiarkan rakyatnya menjadi santapan binatang buas itu.

Karena itu, di tengah hujan yang masih mengguyur, dia berlari mengikuti arah terakhir kali si hewan terlihat. Pemuda itu bahkan mengabaikan pakaiannya yang mulai basah. Pengawalnya juga tidak tinggal diam. Setelah melihat tuannya berlari menerobos hujan, pria tua itu ikut mengejarnya. Mana mungkin pengawal membiarkan putra mahkota berkeliaran sendirian.

Pemuda itu kehilangan jejak. Napasnya terengah-engah sambil menoleh ke segala arah. Keberadaan hewan itu seakan melebur di kegelapan malam.

"Putra mahkota, kenapa lari anda cepat sekali?" Pengawalnya terlambat datang. Dia terlihat sangat parah seolah akan pingsan.

"Aku tidak tahu harus mencari ke mana. Jejaknya menghilang." Jinu berdiri tegak dan menyenderkan tangannya ke sebuah pohon berdahan rendah di sampingnya.

Kilatan cahaya dari penginapan di depannya begitu menyilaukan. Di balik dinding pembatas itu terdapat sebuah penginapan milik Klan Chae. Jinu tidak benar-benar tahu keadaan penginapan itu karena dia tidak pernah diperbolehkan mengunjungi penginapan mana pun. Sebagai seorang putra mahkota, pemuda itu tidak bisa memasuki segala tempat sembarangan.

Klan Chae sepertinya tengah kedatangan seorang tamu. Mata Jinu terus menatap bagian samping penginapan itu. Dia ingin sekali masuk dan menyapa gadis-gadis di dalam sana tetapi pengawal Gong sedang mengawasinya dengan sebelah alis yang terangkat. Pemuda itu mendesah. Pengawalnya itu memang tidak asyik.

Tiba-tiba terdengar suara keributan dari arah penginapan. Mungkin salah satu tamu sedang mengacau. Namun, sesosok hewan besar terlihat melompati tembok dan mendarat di tanah dengan moncong penuh darah sambil menggigit sesuatu.

Jinu terdiam di tempat. Itu binatang yang tadi. Pengawalnya bersiap menghunus pedang. Sekarang wujud hewan itu dapat terlihat dengan jelas. Seekor rubah besar berwarna oranye dengan mata merah menyala. Teriakan orang-orang dari dalam penginapan membuat si rubah langsung melarikan diri.

Segerombolan orang berjubah keluar dari penginapan Gyesi dengan membawa senjata lengkap sambil mengangkat lentera tinggi-tinggi . Hujan telah berhenti dan meninggalkan genangan air yang dapat memperjelas jejak seekor hewan ganas yang kabur.

Jinu yang tengah mengawasi orang-orang itu sembari duduk di sebuah dahan pohon yang rendah mulai menyeringai. Sudah menjadi tanggungjawabnya untuk membantu memberantas kejahatan dan memberikan rasa aman bagi rakyatnya. Dia melompat turun, lalu menyugar rambut hitamnya.

GEMINI (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang