十 | Rencana Terapi Wicara

Start from the beginning
                                    

Hanbin mengusap kepala Aiko dan menatapnya teduh. Semata agar anaknya tenang. "Iya, papa inget. Inget banget malah, Ai. Tapi Aiko tau gak? Papa lakuin ini demi kamu. Demi anak papa yang cantik ini supaya bisa diterima oleh Alen dan keluarganya."

Gadis itu sontak terdiam. Tertegun akan ucapan sang papa.

"Papa gak mau Alen nolak kamu karena kondisi kamu, Ai. Papa juga gak mau anak papa nanti pergi karena ditolak belahan jiwanya,"

"Tapi Alen udah nolak Aiko. Papa udah tau itu," sanggah Aiko.

"Papa tau, kok. Alen udah bilang kan? Cuma...enggak ada salahnya berusaha sekali lagi,"

Usai mengatakannya, Hanbin kembali melajukan mobilnya. Sedangkan Aiko masih terdiam dengan tatapan sendu. Gadis itu mendadak teringat Alen, terutama penolakan lelaki itu terhadap dirinya. Aiko ingat kala itu Alen menolaknya hanya karena ia penyandang disabilitas. Meski sekarang mereka tengah berpacaran, Alen masih terlihat enggan padanya. Alen tak benar-benar menerimanya, alias setengah hati. Aiko meragu Alen akan menerimanya setelah ia menjalani terapi, dan dapat berbicara.

Keheningan hadir lagi di antara keduanya, dan bertahan hingga mereka tiba di sebuah rumah. Hanbin menyuruh Aiko turun setelah mematikan mesin mobil. Dengan pasrah, Aiko turun dari mobil sang papa. Ia lantas mengekori papanya yang tengah berjalan ke rumah itu.

Hanbin mulai mengetuk pintu rumah itu sekaligus mengucapkan salam. Tak butuh waktu lama, pintu terbuka. Menampilkan sosok pemuda tampan berkaus putih. Aiko yang melihat pemuda itu, cukup terkejut. Pasalnya, pemuda itu temannya Alen yang sempat menggodanya.

Sama halnya Aiko, sang pemuda yang bernama Dafian, juga terkejut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sama halnya Aiko, sang pemuda yang bernama Dafian, juga terkejut. Ia terkejut mendapati Aiko dan seorang pria paruh baya berkunjung ke rumahnya.

"Maaf, Om, cari siapa?" tanya Dafian pada Hanbin, namun tatapannya tak luput dari Aiko.

Aiko sontak menunduk karena ditatap Dafian.

"Papanya ada, Dek? Saya mau ketemu papanya," balas Hanbin.

"Oh, papa ada, Om. Mari masuk dulu!" Dafian mempersilakan Hanbin dan Aiko masuk ke dalam rumahnya.

Sementara Dafian memanggil ayahnya, Hanbin dan Aiko masuk ke dalam rumah. Keduanya pun duduk di sebuah sofa panjang di ruang tamu.  Sembari menunggu, Hanbin merangkul Aiko sesaat dan mengusap bahu sang anak. Namun, Aiko tidak menggubris afeksi dari papanya. Ia terdiam seraya memandangi foto keluarga Dafian yang terpajang di dinding.

Selang beberapa saat, muncul seorang laki-laki paruh baya dari balik tirai. Hanbin langsung berdiri dan menyambut lelaki dengan balutan baju koko putih dan sarung kotak-kotak itu. Mereka saling bertukar kabar dan bersalaman sejenak, kemudian duduk di sofa.

"Aiko udah besar sekarang. Apa kabar?" lelaki itu, Rama namanya, bertanya pada Aiko. Saat bertanya, Rama menggunakan isyarat tangan.

Aiko tersenyum simpul, lalu membalas pertanyaan Rama dengan isyarat tangan. "Baik, Om,"

11 : 11 pm ✖ Lee Felix Where stories live. Discover now