Sebelum bertanya, Alen mendudukkan diri di sebelah Aiko. Sementara Aiko, setia mengamati pergerakan Alen sambil tersenyum.

"Masih pusing?" tanya Alen. Lelaki itu  bertanya kondisi Aiko terlebih dahulu. Basa-basi.

Aiko menggeleng-gelengkan kepalanya sampai anakan rambutnya ikut bergerak. Di mata Alen, gestur yang Aiko berikan barusan tampak menggemaskan.

"Mau makan? Saya pesan makan dulu, ya?" Alen merogoh sakunya, mengambil ponsel. "kamu mau makan apa?"

Aiko meraih ponsel miliknya yang tergeletak di samping pahanya. Ia mengetik jawaban untuk pertanyaan Alen tepat di roomchat mereka, lalu mengirimkannya. Alen sontak melihat ponselnya tatkala benda petak itu berdenting sekali. Memunculkan pesan singkat dari Aiko.

+6282-xxxx-xxxx
|aku mau pulang aja ya kak
|makan di rumah aja
|aku udah ngerepotin kakak dari tadi malam

Harusnya Alen merasa lega karena Aiko minta dipulangkan saja, namun ia malah merasa aneh. Apakah keinginan Aiko pulang karena telah terjadi sesuatu? Mengingat Aiko seperti habis menangis.

"Kamu enggak kenapa-kenapa, 'kan, Ai?" tanya Alen. Mengabaikan pesan Aiko.

Sang gadis mengangguk.

"Tadi enggak ada yang ke sini, 'kan?" tanya Alen lagi dengan tatapan penuh selidik.

Alih-alih menjawab, Aiko malah menundukkan kepalanya. Memutus kontak mata yang sedang terjalin agar tidak kembali sedih. Sementara itu, Alen menjadi cemas sekaligus gemas dengan perubahan sikap Aiko. Pasti gadis itu menyembunyikan sesuatu darinya.

Terpaksa, Alen meraih dagu Aiko dan mengangkat wajah sang gadis. "Ai, kamu kenapa? Kamu menyembunyikan sesuatu dari saya?"

Aiko masih setia dengan kebungkamannya, namun ia meraih tangan Alen. Dikecupnya punggung tangan sang kekasih selama beberapa detik, kemudian ditempelkan ke pipinya. Tanpa peduli reaksi Alen— terkejut sekali sampai kedua matanya melebar—Aiko kembali terdiam dengan tatapan lurus pada lelaki di hadapannya.

Sejujurnya, Aiko ingin cerita ke Alen soal pertemuannya tadi dengan seorang wanita cantik yang mengaku sebagai ibunya Alen. Akan tetapi, ia bingung untuk menjelaskan pada belahan jiwanya. Di samping itu, terbayang akan raut wajah sinis ibunya Alen dan responsnya yang pasif saat ditanya tadi, membuat Aiko ragu sekaligus takut.

"Ai, saya kan p-pacar kamu. Gak ada yang perlu kamu tutupi," ucap Alen, sedikit gagap saat dirinya menyebut statusnya sebagai pacar Aiko. Masih belum terbiasa soalnya.

"Cerita saja," pinta Alen.

Aiko menyerah. Gadis itu akhirnya menganggukkan kepala. Pun mulai mengetik di ponselnya.

Ting

Ting

Ting

Tak lama, ponsel Alen berdenting. Lagi-lagi pesan dari Aiko.

+6282-xxxx-xxxx
|tadi mama kak Alen ke kamar kakak
|beliau kayanya tanya-tanya siapa aku
|aku enggak bisa jawab soalnya gak pakai ABD sama gak pegang ponsel
|mukanya mamanya kak Alen bikin takut

"Astaghfirullah, Mama..." Alen syok.

Dugaannya tadi terjadi. Sang mama bertandang ke rumahnya ketika ia berada di rumah sakit. Wanita cantik itu pasti bertandang ke rumahnya untuk mengisi kulkas atau mengantar makanan—sebagaimana rutinitasnya dalam seminggu. Sang mama pun dapat masuk ke dalam rumah dengan leluasa lantaran memegang kunci rumah cadangan.

11 : 11 pm ✖ Lee Felix Where stories live. Discover now