"Ma-ma.."

"Mamamu tidak apa-apa. Mamamu mungkin lelah hingga tidak melihat anak cantiknya berada disini" Catherina menetralkan wajahnya, ia berusaha bersikap seperti biasa didepan Ara.

"Ta-tapi..."

Melihat anaknya, Andrean menghampiri, "Ara.."

Ara yang tengah menangis pun mendongakkan kepala, menatap sosok yang memanggil namanya, "Papa Andle!" serunya pelan, ia kemudian mengangkat kedua tangannya. Bermaksud agar Andrean menggendongnya.

Saat Andrean telah menggendongnya, kedua tangan Ara dilingkarkan ke leher Andrean dan kepalanya ia sembunyikan di ceruk leher papanya itu. "Ala takut, Pa. Papa Malcel beldalah banyak.." ucapnya disela tangis.

Siapa yang tidak sedih, jika anaknya mengalami hal seperti ini. Melihat kondisi yang tak seharusnya mereka lihat di usia yang mana bisa mempengaruhi kondisi psikis mereka.

"Sstt.. Tenang ya.. Disini ada.." Andrean tidak melanjutkan ucapannya, ia melihat Marsha keluar lagi dengan terburu-buru dan membawa selembar kertas.

"Marsha kau mau kemana?" Rio menarik tangan Marsha, menghentikan langkah wanita itu.

"Lepaskan aku, Yo!"

"Tidak, kau mau kemana?"

"Tentu saja mau menemui suamiku. Kau pikir aku mau kemana?"

Rio mencengkram lebih erat pergelangan tangan Marsha, menahan Marsha agar tidak pergi.

"Pa, Mama kenapa?"

"Kita masuk ke rumah ya, sayang. Papa Andre juga mau lihat kakak-kakakmu" bujuk Andrean sembari menghapus jejak-jejak air mata di kedua belah pipi chubby Ara. Ia ingin mengalihkan saja perhatian sang anak agar tak tertuju pada Marsha.

Wajah Ara menunjukkan keenggenan,

"Tapi, pa.."

"Ara sayang Mama" Ara mengangguk, "Kalau begitu biarkan Mama bersama nenek ya. Mama sekarang lagi ada masalah. Ara gak boleh ganggu, nanti masalah Mama gak selesai terus Mama sedih"

"Ala gak mau Mama sedih" polosnya, seolah melupakan apa yang sedang menimpa dirinya tadi, bersama kedua kakak serta Papa Marcelnya.

"Kalau gitu kita masuk ke dalam rumah ya"

Bunyi tamparan keras mengiringi langkah Andrean dan Ara masuk kedalam rumah. Andrean jelas mendengar, beruntung kepala Ara berada di ceruk lehernya, ia bisa menutup sebelah telinga Ara dengan tangannya. Toh, yang satunya pasti tertutup oleh lehernya kan? Setidaknya anak ini tidak mendengar dengan jelas bunyi tersebut.

"Mom tampar aku?" lirih Marsha seraya memegang pipinya yang baru saja di tampar oleh Catherina, percayalah itu gerakan spontan seorang ibu yang melihat anaknya berada di ketidakberdayaan atau sang anak tidak mau mendengar penuturan sang ibu, yang nyatanya itu baik untuk dirinya dan sang ibu kesal karna tak didengar. "aku merasa tidak salah apapun, Mom. Aku hanya ingin menunjukkan Marcel ini." Marsha mengangkat kertas ditangannya,

"Marcel selalu menunggu hal ini. Mom lihat.." Marsha membuka kertas itu dan menunjukkan pada Catherina. Senyum itu ada, Catherina miris melihatnya. Dalam hatinya pun, terbesit penyesalan telah menampar sang anak.

Dengan tangan bergetar, Catherina menerima kertas tersebut.

Matanya terbelalak begitu melihat isinya.

"Mom senang kan? Marcel pasti senang juga. Aku jadi tak sabar ingin memberitahunya, ingin lihat ekspresinya juga" riang Marsha,

"Maafkan aku, Marsha"

Bug..

Sebelum Marsha melakukan hal di luar batas, Rio terlebih dulu membekuk leher belakang Marsha hingga wanita itu pingsan.

"Maafkan aku Nyonya Catherina, dia butuh istirahat" sesal Rio, sejujurnya ia pun tak ingin melakukan ini. Tetapi ia harus melakukannya. Untuk Marsha sendiri dan Untuk Marcel. Ia tidak mau sahabatnya sedih diatas sana.

'Maafkan aku Marcel, di akhir hidupmu aku berada jauh darimu. Aku harus mempersiapkan pernikahanku, aku ingin kau hadir. Sayangnya, Tuhan lebih sayang padamu. Do'akan aku dari sana ya..'

Rio akan menikah, sudah satu minggu dia berada di Bali mengurus pernikahannya bersama sang kekasih. Rencananya seminggu dari sekarang ia akan melaksanakan pernikahan. Dan kabar ini datang mengejutkan dirinya, padahal ia telah menyiapkan satu stelan jas lengkap untuk Marcel dan juga keluarganya. Keluarga Marcel ia anggap sebagai bagian dari keluarganya di pernikahannya nanti. Namun, takdir berkata lain. Marcel tidak menghadiri pernikahannya malah sebaliknya ia hadir disini untuk mengantar Marcel. Walau terlambat, ia pasti akan mengunjungi teman, sahabat sekaligus keluarga baginya itu.

'..satu lagi Tuan Jail, kau akan mempunyai harta berharga loh.' Selamat. Turut senang untukmu, Marcel'

Catherina hanya mampu melirik sang anak yang berada dalam gendongan Rio,

'Tuhan, kenapa kau beri cobaan berat lagi untuknya? Kenapa hal sama harus terulang lagi?' batin Catherina.

Keduanya masuk kedalam kamar Marsha dan Marcel, Rio meletakkan Marsha di kasur dan Catherina menyelimutinya. Wanita itu mengecup kening Marsha, kemudian bergumam seraya membelai kepala Marsha, "kau kuat, Nak. Mom bersamamu"

Menegakkan tubuhnya, Catherina menghadap Rio sambil menghapus airmatanya, "tolong jaga dia sebentar, aku akan memanggil dokter. Aku takut terjadi apa-apa. Dia sempat lari-lari tadi." 

Rio mengangguk dan membiarkan Catherina pergi,

Keluar dari pintu kamar, Catherina melihat Andrean turun dari tangga.

"Aku mau mengambilkan Ara minum"

Tak berkata apapun, Catherina mengulurkan kertas yang sedari tadi ia pegang. Sedikit lecek karna tanpa sadar ia remas.

Andrean menerima kertas itu,

"Terulang kembali" ujar Catherina sebelum pergi meninggalkan Andrean.

Jantung Andrean berdegub kencang, sedikitnya perkataan Catherina mempengaruhinya.

'Semoga bukan hal buruk' do'anya dalam hati.

Memang bukan hal buruk. Harusnya ini kabar gembira untuk Marcel dan cukup mengejutkan untuknya di kondisi seperti sekarang ini...

"Marsha hamil"

...Andai kondisinya berbeda ia pasti akan turut bahagia. Kini ia mengerti maksud dari perkataan Catherina padanya.

Terulang kembali.
.

.

.
TBC

Maaf kalau gak ngefeel yaa 😊🙏

Pengganti 2 ( Selesai ✓ )Where stories live. Discover now