Satu hal

114 21 2
                                    

Baca author note di bawah, tolong.

***

Keadaan rumah sudah persis seperti habis terkena angin tornado. Aku hanya bisa memeluk tubuhku yang gemetaran, memandang serpihan keramik yang sebelumnya adalah pajangan rumah. Johnny, I need you...

Tidak hanya ruang tamu, tapi kamar tamu dan dapur juga sangat berantakan. Seisi rumah sepertinya tidak lepas dari amukan ayah.

Iya, ayah marah lagi. Aku tidak tahu bagaimana awalannya, yang jelas ketika aku keluar dari kamar sehabis tidur siang aku melihat mobil ayah yang melaju pergi dan tak lama ibu juga pergi.

Jangan pernah berharap aku kembali!

Hanya sepenggal kalimat itu yang aku dengar, apa ini waktunya? Doa ku didengar?

Aku pernah berdoa, sebenarnya doa ini aku peroleh dari mendengar lagu. Broken Home by 5 Second of Summer.

Aku ingin mereka menyudahi semua ini. Sederhananya,

Aku ingin mereka berpisah.

Mereka berdua saling menyakiti dan tanpa sadar aku yang menjadi senjata sekaligus akar permasalahan mereka. Mereka melampiaskan amarahnya kepadaku, melukai hatiku, menghancurkan ragaku, tanpa perduli tanganku yang selalu minta pertolongan.

Akarnya adalah, ayah tidak menginginkanku.

Aku sudah mencari tahu kenapa ayah bersikap demikian, tapi tidak ada bukti mencurigakan. Aku berpikir bahwa aku bukan anak kandung ayahku.

Memikirkan itu membuat kepalaku diserang rasa sakit luar biasa. Sebisa mungkin aku meraih telepon rumah dan berharap masih bisa digunakan. Ku tekan beberapa tombol angka dan menunggu telepon ini terhubung. Sudah deringan ketiga dan sambungan terputus, aku terus mencoba lagi sampai akhirnya tersambung.

"Johnny, h-help!"

***

Mataku perlahan terbuka dengan sakit kepala yang terus mendera. Langit-langit berwarna putih dan ruangan berbau antiseptik. Ruangan ini lagi.

"How?"

Ku dengar suara dari orang yang ada di sebelah kananku. Johnny. Aku tersenyum simpul mencoba mengatakan bahwa aku baik-baik saja.

"I'm ok, don't worry."

Terdengar hembusan napas lega darinya.

"Aku sudah meminta orang untuk membersihkan rumah mu."

Johnny mengusap tanganku. Tuhan, apa dia malaikatmu?

"Thank, maaf aku ngerepotin kamu."

"Nggak sama sekali."

Johnny menjauh dan mengambil nampan yang ada diatas nakas. Sejak kapan nampan itu disana?

"Makan dulu ya, bentar lagi udah waktunya kamu minum obat." Aku mengangguk dan Johnny mulai menyuapi makanan itu. Bubur rumah sakit yang rasanya lebih mirip nasi kebanyakan air tanpa rasa sama sekali.

Suapan terakhir sudah kutelan, Johnny memberiku air mineral.

"Aku khawatir, karena aku sudah mengira apa yang bakal terjadi waktu liat ibu kamu tadi pagi."

"Habis nganter ibu ke kamar dan beres-beres rumah aku ketiduran. Aku kebangun karena suara pecahan piring kayaknya. Ya, dan pas aku keluar keadaan rumah udah begitu. Ini ketiga kalinya ayah ngamuk."

"Tiga kali?"

"Iya, waktu pertama aku masih kecil pas itu. Umur 11 tahun kayaknya. Aku nggak tahu penyebabnya apa. Kedua, waktu aku dinyatakan nggak lulus masuk perguruan tinggi negeri."

Kilas masa lalu menghampiriku.

"Apa aku bilang, anak perempuan itu tidak bisa berharap tinggi-tinggi. Jangan kamu bergaya ingin masuk perguruan tinggi, negeri pula. Lebih baik kamu bekerja bantu ibumu bayar hutang judi!"

Aku masih ingat persis kejadian itu. Duduk berhadapan dengan ayah tapi tidak saling menatap. Dari sebelum ujian kelulusan, ayah sudah mewanti-wanti diriku untuk tidak masuk peguruan tinggi manapun. Ayah meminta aku bekerja atau menikah.

Satu hal beruntung, aku masih belum cukup umur untuk menikah.

Satu hal kesialan, aku masih belum cukup umur untuk bekerja.

Salah siapa kalau aku sekolah terlalu cepat. Tidak bukan karena akselerasi, aku tidak sepintar itu. Hanya saja sekolah ku dimulai dua tahun lebih cepat.

Sekarang? Aku sudah cukup umur sebenarnya untuk bekerja tapi mentalku belum siap. Aku takut bertemu orang banyak, aku mudah panik, aku ceroboh, aku tidak pandai dalam segala hal, aku hanya membuat masalah.

Pernah aku melamar pekerjaan, 2 minggu aku bekerja sebagai promotor dan selama itu pula aku membuat kesalahan.

Semua tidak pernah berjalan baik. Sampai orang tua Johnny menawariku pekerjaan yang cukup bisa aku jalani. Tapi lagi-lagi aku menghilangkan kesempatan itu.

Sekarang yang aku lakukan hanya berdiam diri di rumah, melakukan pekerjaan rumah seadanya.

"Aku udah bilang orang tua kamu kalau kamu ada di rumah sakit." Johnny membantuku meminum obat.

"Terus?"

"Nggak ada terusannya." Aku tahu Johnny berbohong. Sudah pasti orang tua ku memaki diriku.

Ranu, kamu cuma bisa merepotkan semua orang.

***

Halo ha!!

Part ini pendek banget.

Jadi aku mau menjelaskan sesuatu tentang work ini.

Point utama work ini adalah aku ingin menunjukkan kebaikan seseorang yang diperankan Johnny disini. Jadi jangan heran kalau misalkan partnya pendek pendek. Aku gak buat lebih dari 1000 kata, bahkan targetku cuma 600-800 kata.

Lalu kedua, kenapa Johnny?

Aku memilih Johnny karena tokoh asli dan sosok Johnny punya pembawaan yang sama. Hal lainnya adalah aku pengen baca cerita dengan tokoh utamanya adalah Johnny. Doi rare banget di dunia orange ini.

Cukup.

Kalau ada pertanyaan atau kritik saran bisa langsung kasih tau yaa. ><

Lav

Dandelion ; Johnny SeoOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz