LAGU-LAGU PENGANTAR TIDUR

87 5 0
                                    

Masih di tahun pertama

Bersamamu adalah ajaib, meninggalkanmu adalah mustahil, menyayangimu adalah keharusan, dan menyakitimu adalah ketidakmungkinan. Aku selalu ingin menatapmu lagi dan lagi, ada rasa yang hanya ku nikmati ketika aku menatapmu. Rasa nyaman yang aku rasa tidak akan pernah berkesudahan, tidak, aku tidak menjungjungmu tinggi hanya untuk menjatuhkanmu, satu hal yang harus kau percaya, rindu – rindu ini milikmu semata. Sore itu aku berpamitan padamu, aku hendak mendaki, kataku. Kau kaget, kau seperti mencegahku untuk berangkat, tanganmu tak hendak melepas tanganku, lalu kau merebah ke bahuku bak anak kecil yang tidak ingin ditinggalkan sewaktu pertama kali masuk TK, aku mengelus kepalamu dan berkata bahwa "semuanya akan baik-baik saja, aku janji bakalan pulang." , perlahan, aku mulai menghapus air matamu dan mengantarmu pulang.

Keesokan harinya, saat aku hendak berangkat, kau sejenak menelfonku dan memperdengarkan sebuah lagu dari Fiersa Besari yang berjudul Rumah, aku hanya mendengarkan tanpa mau berbicara apapun, toh isi dari lagu itu sudah jelas apa. Lagu memang bahasa universal, tanpa orang itu harus memperjelas maksud dari lagunya, kita sudah dahulu mengerti. Makanya, sering kali perempuan memberi kode dengan lagu-lagu , termasuk dirimu. Aku—pun berangkat bersama rombongan dari SMA-ku, karena ini memang acara rutin pendakian akbar. Sesampainya di basecamp pendakian, aku sejenak mempack ulang semua peralatan yang ku bawa, karena ini pendakian keduaku jadi aku sudah cukup bisa dalam mengatur segala kebutuhan, karena mendaki bukan hanya tentang seberapa berat isi tas carrier mu, tapi tentang seberapa efisiennya barang-barang yang kau bawa.

Senja menampakkan dirinya dengan begitu indah tatkala aku sampai di Pos Camping, aku merebahkan diriku pada sebuah pohon sembari meminum kopi, lalu kubuka ponsel dan kembali memutar lagu itu, sayangnya tidak ada sinyal disini dan jauh dari kata ingar bingar. Oke semuanya hening hanya suara dari burung yang mengiang dikepalaku, yang kurasa kini aku rindu, benar-benar rindu padamu, lantas muncul pertanyaan-pertanyaan di kepalaku tentang; "kamu sedang apa?", "sudah makan atau belum?" , atau "sedang dimana?" yah aku hanya bisa berpikir se-positif mungkin bahwa kau juga pasti baik-baik saja. Hari mulai gelap, ternyata ada banyak hikmah yang aku ambil di setiap pendakian, bahwa dengan kerja sama semuanya akan terasa mudah. Berarti, kita juga harus saling bekerja sama, menjadi partner dalam hidup, saling menguatkan bukan saling melemahkan, bukankah untuk itu cinta hadir?, karena lelah aku terlelap, beristirahat sejenak agar tubuh fit di keesokan harinya, sebelum tertidur, aku sedikit berkata-kata pada sang malam, "selamat tidur." Aku yakin, malam tak pernah terlalu egois untuk bersedia kutitipkan rindu di sela-selanya, bahkan apabila dia tergantikan dengan mentari, dia pasti memberitahu kawannya 'mentari' agar menyampaikannya padamu.

Aku sampai di puncak, naasnya aku tidak bisa berlama-lama disana, angina berhembus sangat kencang dan salah satu temanku terkena gejala hypothermia, puncak bukanlah segalanya, keselamatan pendaki itu yang paling utama, karena percuma kau bisa menggapai puncak tapi pulang dengan nama bukan dirimu sendiri. Beberapa hal memang terkadang tidak bisa kita paksakan, beberapa harus kita terima, beberapanya lagi harus kita ikhlaskan. Seberes berfoto, kami turun gunung, rasanya sangat menyenangkan, kawan-kawanku yang lain mereka malah berlari bak orang dikejar hantu, menurutku santai saja, ketika kita terburu-buru dalam melakukan sesuatu bukankah kita akan melewatkan hal-hal yang semestinya kita tidak lewatkan bukan? Aku begitu menikmati suasana hutan yang sejuk, penuh dengan pepohonan dan suara burung, baru kali ini aku merasa setentram ini. Tuhan memang maha adil pada makhluknya, dengan mensyukuri segala nikmatnya ia akan memberikan rasa damai dalam setiap hati hambanya.

"Aku pulang ", sudah ku tepati janjiku kan? Tak usah marah-marah lagi karenaku, suatu saat kau akan mengerti tentang kenikmatan mendaki, mungkin suatu saat nanti akan ku ajak kamu. Kita berjuang bersama, bukan tuk menggapai puncak, tapi tuk mengalahkan ego yang memuncak.



" Pada alam, kita menetap.

Pada makhluk, kita menatap.

Pada Tuhan kita berharap."

TITIK BIFURKASIWhere stories live. Discover now