Part 4

7.1K 113 0
                                    

#Ijinkan_Aku_Selingkuh
Part 4

Treeetttt... teeeettttt....
"Ya, halo?"
"Halo, bu. Benar ini dengan orangtuanya Ari?"
"I-iya betul. Siapa?"
"Kami dari kepolisian, bu. Mengabarkan bahwa Ari sekarang sedang di Polres dalam penyidikan pihak polisi."
"Hah?! Apa?! Ada apa, pak? Ada apa dengan anak saya?"
"Anak ibu terlibat kasus pencurian besi mesin-mesin sawit, bu. Tapi ini masih tahap penyelidikan."
"Allahu Akbar."
"Sebaiknya ibu dan bapak bisa langsung ke kantor polisi untuk keterangan lebih lanjut."

Pagi itu rasanya aku ingin mati saja.
Mendapatkan telepon dari polisi itu membuatku sangat syok berat. Aku yang baru saja terbangun dari tidur tiba-tiba mendadak pusing.
Setahuku, selama ini Ari bekerja baik-baik saja. Tidak ada gelagat mencurigakan dari kesehariannya.

Aku langsung menghubungi Mas Didi menyuruh menjemputku lalu bersama-sama menuju kantor polisi.
Benar saja! Ari terduduk lemah dengan tangan terborgol di belakang badannya.
Aku menangis sejadi-jadinya.

Ari pun menangis di pelukanku.
Mas Didi di interogasi oleh pak polisi.
Kabarnya, Ari mencuri besi mesin penggiling sawit itu atas suruhan temannya yang sudah keluar masuk penjara. Karena Ari tergiur dengan uang jadilah Ari ikut dalam prakteknya.
Nahasnya, di saat Ari sedang melancarkan operasinya kru dari bagian lain datang menyergap Ari dan kawan-kawannya.
Sudah terdengar lama bahwa mesin-mesin itu hilang. Namun mereka masih belum mengetahui siapa pencurinya. Ari melancarkan praktik itu pada malam hari di saat dia lembur.

***

"Sudah, ikhlaskan saja Ari di penjara. Biar dia tau bagaimana rasanya dapat hukuman."
Mas Didi merangkul pundakku yang sedari tadi menangis terduduk di kursi tak jauh dari tempar interogasi pak polisi.

"Ikhlas, ikhlas. Ini semua gara-gara kamu, Mas! Andai saja aku gak nikah sama kamu pasti aku gak sesakit hati sekarang ini!" Bentakku.

Mas Didi menghela nafas panjang.

Ari di hukum 2 tahun penjara dan denda 150 juta. Kemana kami mencari uang sebanyak itu?

Mas Didi pun sigap mengambil hutangan di bank demi membayar denda kepada polisi.

Berita busuk ini tantu cepat sekali menyebar di kantor Mas Didi.
Aku masih mengurung diri. Tidak berangkat arisan dan perkumpulan ibu-ibu persit. Aku malu dan minder.
Aku hanya di rumah, merokok dan bersih-bersih rumah saja.
Kerjaanku mengomel saja pada Mas Didi. Mungkin rasa sakit hatiku yang semakin tebal padanya di tambah kasus Ari yang otomatis memapas uang belanjaku karena gaji Mas Didi di pangkas bank.

****

Tiba-jtiba,

"Halo?"
"Iya. Siapa ya?"
"Ini Yana?"

Deg,
Sepertinya aku kenal suara ini.......

"Iya, aku Yana. Dengan siapa ya?"
"Aku. Farid."

Beberapa detik aku tenganga dengan handphone yang masih menempel di telinga ku.
Aku seakan tidak percaya.

"Halo, Yan?"
"I-iya Mas Farid, ya?"
"Iya, Yan. Aku Farid. Apa kabar?"
"B-baik, Mas. Mas apa kabar?"
Lidah ini serasa kelu. Masih dengan nada tidak percaya bahwa Mas Farid kembali datang setelah berpuluh-puluh tahun lamanya.

"Aku baik, Yan. Gimana kabar suami dan anak-anakmu?"

Aku bercerita semua seolah Mas Farid lah penolong rasa beku di hatiku karena masalah ini.

Tiba-tiba terdengar suara motor Mas Didi pulang.
Aku segera menutup telepon dari Mas Farid dan menyimpan kontaknya dengan nama samaran.

"Mah, nanti sore kita jenguk Ari, yuk?"
Mas Didi menghampiriku yang sedang duduk merokok di dapur.
"Kamu aja. Aku lagi males jalan."
"Ok. Aku bawa Atna, ya."

Sebenarnya aku sangat ingin menelepon Mas Farid lagi. Rasa kangen ku semakin menjadi-jadi. Dalam hatiku bertanya, apakah Mas Farid sudah menikah? Atau belum?

Pukul empat sore Mas Didi dan Atna pergi menuju kantor polisi menjenguk Ari. Firman pergi bermain basket di sekolahnya.

Aku masih setengah sadar terbangun dari tidur. Aku teringat dengan Mas Farid, langsung ku sambar handphone ku dan meneleponnya lagi.

Hatiku deg-degan tak karuan.
Akankah benih cinta itu muncul lagi?
Bagaimana kalau dia sudah beristri?
Ah, aku harus meneleponnya lagi!

Tuuutttt.. ttuuuutttt...
(Nomor yang anda tuju sedang sibuk....)

Ahh kemana ya Mas Farid?

Ku mencoba menghubunginya lagi.
Dan..

"Iya, Yan?"
"M-mas Farid?"
"Iya ada apa?"
"Hmm.. gak papa kok, Mas. Aku cuma mau cerita-cerita aja lagi sama Mas."
"Suamimu kemana?"
"Dia lagi pergi sama Atna ke kantor polisi jenguk Ari. Mas lagi apa?"
"Aku lagi santai aja, Yan."
"Mas kok bisa dapet nomorku dari mana?"
"Dari temanmu si Sulis. Ingat?"

"Oh Sulis. Iya ingat. Masih sering sms-an kok sama dia. Hmm, Mas. Mas sudah menikah?" Sengguh rasa tidak karuan semakin menyelimuti hatiku.

Ijinkan Aku SelingkuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang