Part 2

1.4K 30 6
                                    

Esok harinya, seorang pria yang datang bertamu ke rumah Marji. Pria itu bertubuh tinggi, badannya kekar, kulitnya putih, wajahnya cucok meong menurut Marni.

"Assalamualaikum ..." ucap pria itu di balik pintu.

"Waalaikumusaalam," jawab Marji.

Marji mengusap matanya beberapa kali, mencoba meneliti kembali.

"Ya amplop ... cucok meong tu lekong. Seperti malaikat pencabut rindu. Aih ... eyke nggak mimpi, kan?"

"Permisi, Mas, eh ... maksud saya Ses, apa betul ini rumahnya ibu Zubaidah?"

"Ahai ... pucuk di cinta, ulat pun datang. Iya betul, ganteng," jawab Marni sambil menempelkan tubuhnya ke pintu, berharap tidak terjatuh karena saking terkesimanya melihat ketampanan pria yang saat ini berada di depan matanya.

"Kalau begitu, boleh saya masuk?"

"Ih ... ganteng-ganteng kok agresif banget sih, udah nggak sabar ya, ketemu sama eyke," ucap Marji sambil terus mengerdip-ngerdipkan matanya yang terlihat jereng sebelah kanan.

"Bu--bukan sama, Ses. Sa--saya ingin bertemu dengan ibu Zubaidah."

"Ya udah, tunggu sebentar ya, ganteng. Biar eyke panggil emak dulu."

"I--iya," ucap pria itu sambil mengusap peluhnya yang terus bercucuran, karena takut bertatapan dengan cewek jadi-jadian seperti Marni alias Marji.

"Emaaaak ... Emak ..."

"Iya, tunggu bentar, Tong, Emak lagi buang alam dulu nih, udah di ujung."

"Broootttt ...."

Terdengar suara dari dalam kamar mandi, "Ah ... lega," ucap emaknya Marni. Tak lama terdengar air mengguyur beberapa kali.

"Emak ... bau banget sih," ucap Marji sambil memegang hidung."

"Bau ya, Tong. Heu, heu ... Emak lupa kemaren emak makan jengkol sama sambel kebanyakan. Oh ya, tumben elu manggil Emak, ada apa Ji?"

"Itu, Mak. Ada lekong ganteng, mau ngelamar Marni, ihihihi ..."

"Kingkong? siapa?"

"Aih, bukan kingkong, Mak. Tapi lekong. Nggak tau, Mak. Tadi katanya nyariin Emak."

"Ya udah, deh. Emak samperin dulu."

Emak segera bergegas ke ruang tamu, sedangkan Marni mengekor dari belakang.

"Eh ... ada tamu rupanya, maaf, Aden ini siapa, ya?"

"Sa--saya Bagas, Bu."

Pria itu mengulurkan tangannya, seraya mengajak bersalaman.

"Bentar, Emak elap dulu ye, tangannya tadi bekas cebok, hehe ..." bu Zubaidah segera mengelap tangannya pada baju kebaya motif bunga-bunga.

"Oh, ya. Silahkan duduk, Den Bagas. Ada perlu ape ye? nyariin Emak?"

"Begini, Bu! saya utusan pak Broto ...."

"Tunggu, tunggu ... maksud Den Bagas, Broto Nugroho yang punya warisan se abreg itu, kan?"

"Be--betul, Bu."

"Mau ngapain lagi tuh laki? udah puluhan tahun ninggalin emak, dengan ke adaan bunting, dan sekarang tiba-tiba dia nyuruh orang, buat nyariin Emak."

"Begini, Bu. Pak Broto sudah lama sakit keras. Sementara beberapa pabrik dan ladangnya tidak ada yang urus. Beliau bilang, mau kasih semua harta warisannya, pada anak tunggalnya. Yaitu anak dari ibu Zubaidah ini. Kalau boleh saya tahu, anak pak Broto dengan Ibu Zubaidah itu, yang mana ya?"

Jangan Panggil Aku BanciWhere stories live. Discover now