Written by Tafansa
Penyalinan data dilakukan sebelum keberangkatan mereka, kurang lebih 7 flashdisk berkapasitas ratusan Giga Byte menjadi tempat bagi data cadangan.
"Berapa lama ini akan berlangsung?" tanya Dexter dengan ekspresi bosan, melihat perkiraan waktu yang tertera saat proses penyalinan berlangsung.
"Hanya beberapa jam, atau mungkin beberapa hari, minggu, bulan, tahun ...," jawab Farra, tetapi perkataannya segera dipotong oleh Dexter.
"Abad!" ketus Dexter, tidak menyangka Farra bisa membuat lelucon aneh di saat dia serius.
Melihat respon Dexter membuat Farra tertawa kecil, setidaknya ini cukup untuk membalas sikap laki-laki yang terbilang buruk beberapa jam belakangan ini.
"Tenang, kita bisa berangkat sekarang. Data penting telah aku salin di satu flashdisk, sisanya hanyalah desain pendukung saja."
Proses penyalinan data pendukung masih berlangsung. Mereka meninggalkan kamar gadis ahli tiga dimensi itu dengan komputer yang masih aktif. Sementara di depan, mobil mewah Dexter telah menunggu. Lengkap dengan supir yang senantiasa melayani keluarga Dexter.
Bangku mobil nyaman nan empuk, pendingin serta televisi portable berkualitas HD menjadi fitur andalan yang kini sedang dinikmati Farra. Perlahan, dengan elegan mobil itu melaju, raungan perkasa dapat terdengar jelas saat mobil itu berjalan.
Lalu lintas mereka lalui, melewati puluhan persimpangan menuju rumah programmer kenalan Dexter. Sampai pada akhirnya mereka tiba di rumah seorang ahli program ilmu teknologi.
Setelah pintu mobil dibukakan oleh supir, Farra langsung melangkahkan kakinya mendekati rumah milik ahli IT itu. Diikuti oleh Dexter yang mendengkus kesal karena gadis itu semangat sekali ingin bertemu dengan seseorang yang akan menjadi rekan kerja mereka.
Farra mengetuk pintu rumah usang yang terlihat tua dari luar. Rasa ragu sedikit mengganjal di hati, melihat penampakan rumah yang bisa dibilang kurang terurus. Mata Farra penuh keraguan, menatap Dexter yang kini sedang di belakang dirinya.
"Jangan menilai bagian luarnya saja," ujar Dexter yang mengerti keraguan gadis remaja itu.
Suara khas engsel pintu berkarat terdengar begitu nyaring saat daun pintu dibuka perlahan, muncul remaja laki-laki seusia mereka dengan kacamata menggantung di hidung serta rambut acak-acakan. Ya, tidak heran dengan penampilan seseorang yang hanya berdiam diri di rumah.
Ada hal lain yang membuat Farra terkejut sekaligus kagum dengan mulut sedikit terbuka setelah melihat isi rumah. Layar komputer dengan panjang dan lebar sangat besar terpampang jelas, menampilkan gambar beresolusi tinggi. Lengkap dengan perlengkapan komputer canggih lainnya, ruang tamu dari rumah itu sungguh sangatlah kontras dengan penampilan dari luar. Melihat keindahan teknologi membawa kaki Farra masuk ke dalam tanpa seizin pemilik rumah.
"Untuk apa kau kemari? Siapa dia?" Pemilik rumah memasang wajah datar seperti biasa, terlihat jelas remaja laki-laki itu tidak menerima kedatangan tamu di kediamannya.
"Aku tidak bisa menahannya. Gadis itu yang sempat kuceritakan dan membantu dalam project game kali ini."
Sang ahli programmer tidak memberi tanggapan, dia masuk dan memperhatikan gerak-gerik Farra. Dexter pun menyusul mereka, tidak lupa menutup pintu rumah terlebih dahulu.
"Jangan sentuh apa pun!" Nada datar menghentikan Farra yang hampir menyentuh salah satu perangkat berharga. "Katakan apa tujuan kalian dan segera pergi dari rumahku!"
Farra menoleh, memperhatikan remaja laki-laki yang masih memasang ekspresi datarnya sejak kedatangan mereka. Sedikit mengganggu karena Farra terbiasa menghadapi seorang Dexter yang cerewet. "Aku Farra. Bisakah kita bekerja sama?" ucap Farra sambil mengulurkan tangannya.
Yang laki-laki itu lakukan hanya menatap tangan Farra, tanpa ada niatan untuk menjabat tangan Farra. Dengan mengangkat alis kirinya dan menyilang kedua tangan di depan dada. Terlihat angkuh dan menyebalkan, tidak ada bedanya dengan Dexter. Hanya saja laki-laki ini begitu pendiam.
Sedang Dexter tertawa kecil, "Pffft. Oh, iya. Farra, ini Leon. Dan Leon, ini gadis yang aku ceritakan."
"Oh, jadi ini gadis tiga dimensi." Julukan yang diberikan oleh Dexter ketika menceritakan Farra kepada Leon.
"Jadi apa yang sudah kau buat? Tentu kau sudah mengetahui konsep dari game ini, bukan?" tanya Farra pada laki-laki dingin itu.
"Ya." Jawaban yang sungguh singkat, tidak menjawab pertanyaan Farra sebelumnya.
Sungguh Farra ingin mengumpat kasar. Dexter sendiri sudah menahan tawanya melihat Farra begitu kesal dengan Leon. Ya, tidak bisa disalahkan juga karena memang seperti itulah temannya.
Jari-jemari Leon dengan lihai menggerakkan mouse, dibuka beberapa aplikasi pembuat program.
"Mana desain yang telah kau buat?" pinta Leon pada Dexter, matanya melirik ke arah Dexter seolah mengabaikan keberadaan Farra.
Dexter memberi isyarat pada Farra untuk memberikan flashdisk yang telah diisi gambar 3D.
Masih dengan kesabarannya, Farra hanya menarik napas panjang. Memberikan flashdisk berisi gambar 3D yang akan mereka gunakan dalam proyek permainan ini. "Sepertinya kau sungguh sangat bersemangat."
Tatapan Leon sinis, mengarah tepat ke arah Farra. "Aku hanya ingin cepat menyelesaikan ini agar kau bisa segera pergi dari sini!"
Melihat wajah Farra yang tertekuk karena kesal, membuat Dexter tidak dapat menyembunyikan tawanya. Tentu, itu membuat Farra semakin menyimpan rasa kesal.
Leon menyusun satu per satu gambar yang telah dibuat Farra, memberikan program berupa perintah agar gambar bisa bergerak sesuai keinginan pemain.
Perlahan namun pasti, mulai terbentuk sebuah permainan dengan konsep yang jauh dari kata biasa.
YOU ARE READING
Game Master
Mystery / ThrillerDua remaja yang bekerja sama dalam membuat sebuah game dengan berbagai petualangan yang dapat dinikmati oleh gamers. Jika kalian menyukai game maka wajib memainkannya. Hidup atau mati? Tentukan pilihanmu dengan bermain bersama kami. You lose, you d...
