stone cold

44.6K 330 2
                                    

Gerimis sore itu datang tanpa aba-aba. Padahal jam masih menunjukkan pukul 4.15 tapi sudah gelap seperti menjelang malam.
Apotek tempatku bekerja tidak begitu jauh dari rumah, bisa ditempuh lima sampai sepuluh menit saja. Makanya daripada nyicil motor, kuputuskan untuk berjalan kaki saja

Bau hujan masih terasa sesampaiku dirumah, kulihat pagar tertutup rapat tapi pintu samping sedikit terbuka
"Ahhh mama dirumah kayaknya" pikirku

"Ma, dimana?"
Sejenak hening tanpa jawaban
"Mahh...." panggilku lagi
"Iya, di kamar mandi. Sebentar" ucap mama lagi
Lalu aku berjalan santai ke arah kamarnya. Hingga langkahku terhenti sampai jantung rasanya berdegub kencang

"ma, masih lama?"
"Ini udah, mesti kok bawel kamu ini" selanya lagi sambil mengambil lap untuk tangannya
Matanya sembab, rambutnya di kuncir satu agak berantakan, wajahnya merah hidungnya juga.
"Mama nangis? Kenapa sekarang? Waktunya bayar?"
"Nggak kok kak, pilek aja ini. Mama kan lagi kurang vit"elak nya
Orang bodoh pun tahu kalau ia habis menangis
"Terus kenapa nggak bilang? Kan bisa sibil bawain obat.Terus itu kenapa obat di lantai banyak banget?"
"Kak, mama capek" tangisnya lagi
"Kapan ya kak utang ini lunas, mama rasanya mau mati aja kak" ucapnya lagi
mataku mulai memanas
"Terus ninggalin aku sama bungsu?" Jawabku
"Kalau mama mati kak,dapet uang dari bpjs ketenagakerjaan, dapet dari pemerintah juga, lumayan kan buat lunasin utang setengahnya" tambahnya sambil mengusap air matanya

Ya tuhan
Seputus asa ini kah ibuku?
Sudah sampai pada batasnya kah?
Aku harus bagaimana?
Pekik ku dalam hati

"Terus abis itu mama seneng? Mama ninggalin aku sama bungsu disini, harus ngadepin dunia sendiri. Mama gapapa?" Protesku agak tinggi
"Kan ada papa ada kak ganing juga. Daripada kayak gini kak. Mama nggak sanggup. Kamu gaji lumayan tapi pegang duit 10.000 aja nggak. Temen-temen mu kerja pakek beli tas baju perawatan, kamu beli bedak sabun muka aja nggak bisa. Uangnya di kasih semua ke rentenir belum cicilan yang di koperasi sekolah adekmu. Semua kamu yang tanggung. Mama nggak bisa kak kayak gitu" ucapnya menangis lagi
"Aku kan nggak pernah protes mah, toh juga utang itu ada karna aku. Ya aku yang harusnya bantu mama buat bayar itu semua. Maafin aku maa" tangisku tak tertahankan
"Kak pas adek pulang ayok kita minum tabletnya itu bareng bereng bertiga kak" ajaknya dengan yakin
Aku hanya diam menatapnya lalu kupeluk

Ma,
Apapun yang terjadi
Just believe in me

Mama sudah terlelap dikamar, ku matikan lampu lalu membuka pintu luar pelan-pelan.
Ku rogoh kantong celana tidurku mencari handphone

"Emilia iswara..... memanggil.... berdering.........." lama tak ada yang menjawab. Lalu ku ketik lagi
"Eliana kirani..... memanggil.........." ahhh "apa sinyalnya jelek ya kok nggak nyambung" ucapku gusar
"Ahhh satusatunya harus irene. Tapi irene, harus lah pokoknya" ucapku lagi
Ragu ragu ku ketik nama
"Nayaka irene......memanggil.....berdering......."
Kreskk kreskkk kreskkk
"halo Bil. Why? Berisik nih nggak denger" jawab orang di seberang. Padahal aku belom mengatakan apapun

"Ren, dimana"
"Ha?"
"Dimana?"
"Apanya?"
"Lu budek. Lu dimana?"
"Oh sorry sorry, labing gue. Ngapa dah. Lu di bali kan. Gue di bali ini sama kiran sama cua"
"Labing mana? Poppies? Gue sana ya. Mau cerita"
"Ha gimana dah? Kagak denger gue"
"Gue kesana kopok. Elah emosi gue. Lu labing mana"
"Popies popies. Gue tunggu sini dah"
Lalu kumatikan telpon dan bergegas mengambil jaket.
Ditengah jalan baru sadar kalau hanya menggunakan croptop putih dan celana kain pendek garis garis putih biru.
What the..... apaan coba ini yang aku pakek. Mau balik juga udah di jimbaran. Kuputuskan melanjutkan perjalanan
Untung nya sudah kusempatkan mandi dan memakai parfum.

"Gue di popies lu deket mananya?" Ketikku mengirim pesan ke irene
"Gue liat lu, parkir sana aja. Terus jalan dikit gue di kiri. Dress item" jawabnya

Jejak Kaki Merah [21+]Where stories live. Discover now