“Ini semua berkat Anda, Miss Akagi.”

“Dan apakah kau sudah melihatnya semenjak datang ke sini.”

“Tdak!” Tentu saja aku tahu siapa yang beliau maksud. “Saya pikir ia sudah menyeberang ke alam lain. Lagipula, ini kuil utama bukan?”

“Bagaimana kau bisa seyakin itu?”

Tiba-tiba aku merasa wajahku berkedut dan Miss Akagi langsung menyampaikan dengan gamblang apa yang beliau maksudkan.

“Maaf, Nak. Aku tak berniat menakutimu, tapi kau harus mengerti. Ada banyak orang di sana yang merasakan sakit, ini sudah tugasmu untuk menolong mereka, kau tahu?”

Aku merasa bahwa roh yang selalu mengikutiku termasuk di antaranya.

“Tomohiko, aku ingin kau tinggal di sini sedikit lebih lama lagi. Kau harus belajar terlebih dahulu.”

Aku melakukan apa yang beliau katakan. Aku masih merasa trauma atas pengalaman mengerikan yang terjadi dan kalau boleh jujur, aku menikmati tinggal di sini. Waktu terasa berjalan lebih lamban di sini dan aku merasakan secercah kedamaian.

Aku berakhir tinggal di sana selama tiga bulan. Miss Akagi baru pulang semenjak itu dan aku sebenarnya merasa agak tak nyaman ketika berbicara dengan beliau kali ini, sebab aku mulai merasakan suatu kesedihan. Aku mulai merasa jauh dengan cara hidup di mana aku dibesarkan dan mulai merasa tak nyaman dengan hal tersebut.

Ketika Miss Akagi pulang, aku juga sudah bersiap-siap untuk kembali ke rumah keluargaku.

Aku berpakaian dengan baju yang formal dan mengucapkan terima kasih kepada semua yang ada di kuil. Berjalan keluar didampingi Miss Akagi dan aku merasa sangat senang akan bertemu kembali dengan keluargaku.

Namun pada suatu titik aku menyadari bahwa Miss Akagi tiba-tiba lenyap. Padahal sebelumnya ia berjalan di sampingku. Aku menoleh dan melihat dia berdiri jauh di belakangku. Berpikir, bahwa aku mungkin berjalan terlalu cepat, aku pun kembali ke tempat ia berada.

“Tomohiko, apa kau pernah berpikir untuk tinggal di sini saja?” Matanya terasa bersinar ketika mengatakannya. Terlihat bahwa ia menyadari betapa besar perubahan yang kualami selama tinggal di sini dan itu membuatku senang. Namun tetap, yang kuinginkan hanyalah kembali pulang.

“Maaf, saya tak bisa hidup seperti orang-orang ini untuk selamanya. Aku pikir apa yang mereka lakukan itu hebat, tapi itu bukan untuk saya.” Aku menatap mata beliau, mencoba untuk terlihat meyakinkan dan serius.

“Biarlah aku mengatakannya dengan bahasa lain: kau tak bisa pergi dari sini.”

“Apa?”

“Ia masih bersamamu.” Miss Akagi tampak sedang melihat sesuatu yang tak bisa aku lihat. Aku merasakan wajahku berkedut kembali.

Baru setelah dua bulan kemudian, aku bisa meninggalkan kuil itu, berarti dengan total aku sudah menghabiskan waktu hampir setengah tahun di sana.

“Kupikir kini kau akan baik-baik saja, Nak! Namun aku ingin kau kembali ke sini minimal sebulan sekali untuk berjaga-jaga.” Miss Akagi berkata ketika aku meninggalkan kuil. Bahkan beliau sendiri tak bisa mengatakan apakah makhluk itu benar-benar pergi ataukah ia hanya sekedar bersembunyi.

Butuh waktu memang, tetapi aku akhirnya mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan lama. Ibulah yang mengurus apartemen selama aku pergi dan ada beberapa barang yang dipindahkan ke rumah kami. Beliau mengatakan, ketika beliau mengunjungi kamar apartemenku, seperti ada bau sesuatu yang terbakar dan ada serangga-serangga kecil mengerubungi tengah kamar, di lantai. Aku tak memiiki keberanian untuk memeriksanya sendiri, tapi ibu mengatakan bahwa memang sebaiknya aku tak melihat serangga-serangga itu.

Creepypasta (Mix & Original) Where stories live. Discover now