ruđira kåra

156 19 29
                                    


ruđira kåra

Darah yang Bersinar Jaya Abadi —  

Kïrzi, Gunung Darah di penghujung maya Universum memiliki dua sisi pucuk berlawanan

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

Kïrzi, Gunung Darah di penghujung maya Universum memiliki dua sisi pucuk berlawanan. Masing-masing menjulang ke arakan langit tertinggi dan menjorok ke dasar laut terdalam. Lapisan sedimennya mengkristal keemasan, tetapi tidak sebeku batu es, juga tak bermagma. Melainkan mengandung arus air tawar sehijau zamrud.

Setiap Tahun Galdalium berputar tujuh ratus kali, Malaįkäla Universum turun dari singgasana untuk memanen benih kehidupan di air zamrud Kïrzi. Ditempa selama dua Abad Galdalium, energi dalam kawah berpendar kuat dan menyerap jiwa murni di sekitar rerimbun hutan.

Mulanya mereka hanya secercah denyaran hitam keemasan. Lambat laun menjadi hidup dengan beragam eksistensi sihir. Tidak tampak seperti manusia atau pun wujud magis kasatmata. Mayoritas sebentuk titik-titik cahaya lentera. Sisanya berupa kabut yang menyapu bebas ke seluruh Galdalium Bladium.

Syaman Nekromansi pada hakikatnya tidak memiliki Ayah dan Ibu selaku cikal bakal mereka lahir. Malaįkäla selaku perpanjangan tangan Universum yang menciptakan mereka.

Sebagaimana Syaman Nekromansi diciptakan untuk penghuni Galdalium Bladium yang tersesat. Mereka menuntun Roh-Roh Pendosa untuk diadili hingga kembali murni. Sebagai pengawal Roh-Roh Polos agar memasuki raga hidup begitu ditiupkan ke dalam rahim.

Namun, satu Roh Pendosa berhasil lolos dari Pengadilan Universum. Ia menyimpan dendam atas perlakuan tak adil terhadapnya.

Selagi diburu, Roh Pendosa memakan seluruh benih jahat untuk tumbuh kuat. Makhluk itu bersekutu dengan Iblis Ďzers (Spirit Magi yang dikutuk abadi dalam Neraka). Tanpa melewatkan kesempatan, ia mengabdikan diri sebagai Penyihir Dimensi Langit. Pun mengambil seluruh kepercayaan Petinggi Langit Galdalium Bladium dan menghasut Kaisar Langit Tertinggi untuk memiliki para Syaman Nekromansi itu dengan segala keuntungan yang dijanjikan.

Berkuasa. Jaya. Abadi.

Mereka menjarah Gunung Darah. Kïrzi ternoda. Lereng-lereng perkasanya hancur oleh serangan brutal kapal-kapal tempur prajurit Dimensi Langit. Tanah subur itu longsor tak berbentuk. Binatang endemik yang tak sempat migrasi mati tertimbun massal. Terbentuklah cekungan danau raksasa.

Roh Pendosa dan Siluman bersorak kemenangan. Esensi kelahiran Syaman Nekromansi telah melenceng.

Para Syaman Nekromansi terpaksa membentuk kubu sendiri-sendiri. Karena kalah jumlah dalam perlawanan, mereka memilih menghindar dan bersembunyi. Namun, pergerakan mereka makin terjepit.

Malaįkäla tak kunjung datang untuk mengambil kembali kebebasan mereka. Akhirnya, banyak dari mereka diperebutkan di Pelelangan Makhluk Magis terbesar dalam sejarah Galdalium Bladium. Lebih gilanya semua transaksi hedonisme itu terjadi di Arena Arpæk (Pusat Pemerintahan Dimensi Langit). Hal itu mengubah tatanan agung Dimensi Langit menjadi pesta para kapitalis borjuis yang barbar.

Ketika Darah yang Bersinar Kemuning tak lagi memberi harapan hidup, melainkan melahirkan bibit hitam. Terus menggerogoti nurani Galdalium Bladium.

Rantai Napas Naga—senjata kabut api; andalan kaum borjuis Langit Merah untuk menaklukan kekuatan budak magis—langsung ditanamkan pada inti jiwa seonggok Syaman Nekromansi yang berhasil dibeli dengan nominal tiga belas triliun Ĕradūf. Tak tanggung-tanggung, Atzurw—penguasa Langit Timur—memberi tanda kepemilikan: cap diagram magi tepat di kedua mata Syaman. Tak lama, netra putih Syaman itu membentuk iris kemerahan di lensa matanya.

"Sekarang, kau adalah Syaman Nekromansi-ku."

Atzurw menarik rantainya hingga jiwa Syaman terlepas dari kurungan lelang. Tidak peduli dengan rintihan serak yang digumamkan oleh Syaman itu. Lalu ia memberikan tubuh kasatmata.

"Selamanya, kau miliku. Camkan itu!"

Si pria aristokrat lekas menyeret rantai sampai memasuki kereta terbang yang ditarik oleh hewan magis: berbadan burung api berkaki kuda. Tunggangan mewah yang hanya boleh digunakan para aristokrat Dimensi Langit.

"Aku adalah tujuan hidupmu. Seluruh perkataanku adalah hukum bagimu untuk dilaksanakan. Berbaktilah padaku, maka kau akan selamat."

Syaman Nekromansi muda itu masih menunduk. Tubuhnya bergetar hebat.

"Tapi jika kau melawan ...."

Atzurw mengeluarkan cemeti dari balik sabuk jubah beledunya. Sekonyong-konyong, ia lecutkan mengenai kaki Syaman-nya hingga meninggalkan percikan api.

Sontak saja Syaman itu menjerit. Ia mendekap tubuh cekingnya sembari meringkuk di lantai pualam kereta.

"Itu baru permulaan. Paham?"

Suara berat itu terus terngiang. Sorot mata pria yang menjadi Empunya masih saja terasa melilit gerak-geriknya.

"Apa kau paham!?"

"JAWAB!"

Tiba-tiba semuanya berputar dan menyatu tidak jelas. Keseluruhan sosok tirani itu tiba-tiba berpijar. Siap membakarnya hidup-hidup ke dalam bara siksa yang abadi.

"KUBILA—"

"SAGNIII!!!"

Sagni tercekat. Ia tidak sadar bahwa tubuhnya tahu-tahu terlempar kencang oleh ekor ikan koi raksasa itu. Hampir saja patil panjang nan runcing itu membelah tubuh Sagni, bila Os tidak lekas menariknya sejauh mungkin.

"Jangan melam—di saat seperti ini! Kau ak—," teriak Os kepayahan di saat dirinya tenggelam berkali-kali. "Akh—sial!"

Raungan meledak seiring ikan raksasa itu membanting di tikaman patil terakhirnya. Belut berbulu merah pun tumbang kehabisan darah. Sirip ekor ikan berpatil mengentak kencang air danau sampai bangkai belut itu terlempar keluar danau. Terseret-seret sekaligus menubruk jajaran pinus putih.

Walhasil, gelombang besar menggulung tubuh kedua Syaman itu. Terobang-ambing saat hendak menepi.

Os masih berupaya mengapung. Tangannya menjambak rumput pinggir danau untuk berpegangan. Namun, lagi-lagi tubuhnya terdorong dan menghantam keras bebatuan di dalam danau. Sementara, Sagni malah bergeming, tahu-tahu sudah berhadapan dengan ikan koi raksasa.

Menyaksikan hal itu, Os terbeliak.

"SAGNIII MENJAUHLAAAH!!!"

Begitu pula ujung tajam patil ikan raksasa itu siap meluncur cepat menuju Sagni.

Os memaksakan diri berenang menghampiri Sagni. Arus yang begitu deras membuatnya terpaksa menelan air danau tengik. Ia pun tersedak saat mencoba meraup udara.

Meskipun kepala terasa diputar-putar, terlihat jelas bahwa cipratan darah merah telah berceceran meronai air danau.

"SAGNIIIIIII!!!"





ASPHALTUM: Ğolđ 'ęn BlødOnde as histórias ganham vida. Descobre agora