Jangan Ada Kata Pudar.

16 7 12
                                    

Aku, Bulan Permata. Aku dilahirkan dari keluarga yang berada. Semua yang kubutuhkan selalu ada tidak merasa kurang. Hanya, aku merasa tidak pernah puas. Tidak terasa kekayaan di sekelilingku membentuk sifat boros dalam diriku. Ahh... lagi-lagi-dan lagi, aku menyukainya.

"Bulan! Kamu beli apa lagi itu? Bukannya Mama selalu bilang kamu itu harus berhemat. Lebih baik uangnya ditabung atau disedekahkan. Bukan malah berfoya-foya seperti itu, Nak!" Oceh Mama yang melihatku membawa banyak kantong belanjaan.

"Apa sih, Ma? Orang juga cuma sedikit. Lagian, Ma... semua itu juga diskon jadinya murah dan sayang kalau ngga dibeli."

"Apa kamu bilang, sedikit? Bulan... kamu bawa 10 kantong itu. Jangan boros, Nak!" Mendengar ucapan Mama, aku hanya memutar bola mataku dan langsung berlenggang ke kamarku.

Beberapa jam kemudian, bel rumah berbunyi.
"Bulan, tolong bukain! Mama sedang memasak ini." Sebenarnya, aku enggan membukakan pintu. Rasa malas terlalu menghantuiku. Tapi, mendengar Mama sedang memasak dan jika Mama membukakan pintu terus masakannya berubah, aku jadi tidak bisa makan. Baiklah, kali ini aku mengalah. Oh iya satu lagi, walaupun kami keluarga berada, kami tak menyewa ART- asisten rumah tangga. Karena mama melarang, Mama lebih senang melakukannya sendiri. Hitung-hitung olahraga, katanya.

"Tok... tok... tok!" Suara ketukan pintu itu nyaring sekali.

"Iya sebentar!" teriakku sambil memutar kunci dan taraaa... ternyata tamu itu adalah pacarku, Surya Manggala.

"Hari ini jadi kan beli cincin?"

"Iya jadi. Tapi, izin dulu ya sama Mama." Aku pun mengajak Surya masuk untuk bertemu dengan Mama.

"Ma... Mama, ini ada Surya." Tak lama Mama pun menghampiri kami.

"Eh... ada Nak Surya. Sekalian ikut makan dulu, yuk! Mama baru saja memasak."

"Iya, Ma. Sekalian mau minta izin, Surya mau ngajak Bulan buat beli cincin pertunangan kami."

"Baiklah, tapi ingat jangan kemalaman ya pulangnya."

"Siap, camer!" Surya langsung hormat pada Mamaku dan sontak kami semua tertawa.

"Ya sudah. Makan dulu, yuk!"

Setelah selesai makan, aku dan Surya langsung bergegas ke toko perhiasan. Saat masih dalam perjalanan, aku melihat sosok laki-laki yang tak asing bagiku. Akhirnya aku fokuskan pandanganku ke dia. Dan benar dugaanku, ternyata itu Bintang Cakrawala. Dia, sahabatku dari kecil tapi beberapa hari kemarin sempat kami ada pertengkaran. Dia menghilangkan gelang pemberian dari Surya. Ah kesal!

Aku melewatinya begitu saja, terbersit rasa bersalah dalam diriku. Namun, aku masih jengkel terhadapnya.

"Maafin aku, Bin!" batinku.

Tak berapa lama, kami pun sampai di toko perhiasan. Mataku sudah tertuju pada cincin emas putih yang ditengahnya terdapat berlian. Cantik sekali!

Setelah membeli, Surya mengantarkanku pulang. Sesampainya di rumah, aku langsung menuju kamar untuk tidur.

***

1 Bulan pun berlalu. Dan, besuk adalah hari dilangsungkan pertunanganku dengan Surya.

"Apa?! Bagaimana bisa kita kalah tender?"

"Benar, Bu. Ditambah lagi pegawai kita ada yang korupsi besar-besaran, Bu."

"Haduh... mati aku!"

Aku tak sengaja mendengar pembicaraan Mama dengan pegawainya. Dan seketika itu Mama pingsan. Aku panik tak keruan dan aku bawa Mama ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, aku terus menangis. Pikiran-pikiran burukku pun menghantuiku. Tak lama dokter pun keluar dari ruangan di mana Mama dirawat.

"Keluarga Ibu Dewi?" Aku pun langsung menghampiri dokter tersebut.

"Iya, Dok. Saya keluarganya, bagaimana keadaan Mama saya?"

"Jadi begini mbak, Mama anda kena serangan jantung. Dan sekarang beliau kritis."

"Inalillahi wa'inailaihi roji'un. Terus saya harus bagaimana, Dok?"

"Kami akan berusaha semampu kami, Mbak. Semua sudah kuasa-Nya. Mbak, perbanyak doa ya. Kalau begitu saya tinggal dulu, permisi!"

Mendengar penuturan dokter tadi membuat hatiku teriris, rasanya sakit sekali. Tak berapa lama ada panggilan masuk, "nomor tidak dikenal." Batinku.

"Iya, hallo! Ini siapa?"

"Ini kami dari pihak bank, Mbak. Kami hanya mengabarkan bahwa rumah mbak disita. Karena Mama anda terlibat hutang dan sudah jatuh tempo."

"Aaa... aapaa, Pak? Disita? Tidak mungkin!"

Tiba-tiba gelap menghampiriku, rasanya dadaku teramat sesak. Saat kubuka mataku, aku sudah berada di sebuah ruangan dan di sampingku, Bintang. "Kenapa harus Bintang? Surya kemana?" Batinku.

"Bulan, aku minta maaf ya karena sudah menghilangkan gelangmu waktu itu dan bagaimana keadaanmu sekarang?" Aku dapat melihat kerisauan di wajah Bintang.

"Soal itu aku sudah maafin kok, Bin. Dan ya, seperti yang kamu lihat sekarang. Aku hancur, Bin. Hancur!"

"Tapi kamu jangan pernah kehilangan cahayamu, Lan. Semua ini ujian. Kamu pasti kuat!"

"Tapi rasanya ga adil, Bin. Pertama Mama jatuh sakit lalu rumahku disita, Bin. Seharusnya dulu aku dengerin kata Mama gaboleh boros, biar bisa ditabung. Dan sekarang, aku mau tinggal di mana?"

"Kamu bisa dulu tinggal di rumahku, kebetulan rumahku ada kamar kosong dan itu tidak merepotkan sama sekali."

"Terima kasih, Bin."

Setelah itu, aku mencoba menghubungi Surya dan mengejutkan. Hatiku lagi-lagi hancur berkeping-keping. Dia memutuskanku gara-gara aku sekarang jatuh miskin. Pertunangan kami dibatalkan dan secara bersamaan, suster mengabariku bahwa Mama telah meninggal. Aku memeluk Bintang dan menangis sejadi-jadinya.

***

Seminggu sudah berlalu. Lagi-lagi rasaku dipenuhi amarah. Namun, Bintang tetap sabar dan selalu ada untukku.

"Bin, kenapa aku merasa bulan februari ini bulan kesialan bagiku ya."

"Kalau menurutmu begitu, mengapa tidak kau balas saja. Kan, seminggu lagi bulan ini akan berakhir. Nah, kamu tunjukkan bahwa kamu bisa bangkit!"

"Ah, iya. Kau benar. Aku harus bisa bangkit. Dan, Bin... kamu mau membantuku kan?"

"Pasti! Dengan senang hati, Lan. Karena aku mencintaimu dari dulu."

Bintang benar, aku harus bisa bangkit. Penyesalan memang selalu ada agar bisa menjadi pribadi yang baik untuk kedepannya. Dan mendengar pernyataan Bintang tadi membuatku sadar bahwa ada rasa yang belum usai.

"Aku juga mencintaimu, Bin."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 20, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

RASAKU BELUM USAIWhere stories live. Discover now