Bab 1

8.3K 296 5
                                    

Jika ada yang bertanya padaku 'sepertinya banyak yang berubah, ya?'

Aku akan menjawab 'tentu.'

Perubahan yang amat kusukai dalam hidupku, cinta yang kuimpikan memang telah menjadi kenyataan.

Aku ...
Benar-benar merasa menjadi seorang isteri yang sesungguhnya.

"Ssst ... bismika allahumma ahyaa wabismika amuut,"

Aku mengucapnya seraya menutupkan selimut mungil pada kedua tubuh buah hatiku, tentunya buah hati seorang pria yang tengah terduduk di pembaringan sana.

"Sudah bobo?"

Aku mengangguk, mengisyaratkan jika kedua makhluk Tuhan yang lucu ini memang sudah terlelap.

"Semoga mimpi indah ya sayang Ibu ... semoga Allah selalu menjaga kalian,"

Sebenarnya, aku masih gemas, ingin lebih lama mengajak mereka bermain, sampai adzan subuhpun, mungkin aku akan kuat.

"Tidurlah, sudah malam," aku mengangkat buku yang sedari tadi menggelayut manja di kedua tangan Mas Rizal.

Ia bergeming, tak berontak, tak berkutik, hanya diam seraya tersenyum tipis.

Tugasku yang belum selesai, adalah menjadikannya sebagai sosok yang hangat atau humoris, seperti sosok pria yang diidamkan banyak wanita di luar sana.

Ia masih saja membeku, walau sudah menyentuhku.

"Besok libur, mau jalan-jalan?"

"Ke mana?" aku bertanya sambil terus mondar-mandir.

Pertama meletakkan buku yang baru saja dibaca Mas Rizal, ke dua menggantungkan baju seragamnya yang baru selesai ku setrika, ke tiga kembali melihat si mungil kembar yang lucu, lalu tersenyum menatap mereka yang lelap.

"Monas," bisik Mas Rizal.

Aku tersenyum, lalu ikut duduk bersamanya di atas pembaringan.

"Hmm, banyak cucian."

"Laundry saja," sarannya terdengar tak biasa.

"Besok, aku ingin car free day saja, pulang dari sana aku mencuci baju, membersihkan rumah, lalu sorenya kita pergi jalan-jalan,"

"Hmm ... boleh juga, kamu yang cuci baju, aku jaga Rahman dan Raihan. Kalau mereka tidur, aku akan membantu membersihkan rumah, tapi menyapu saja, ya?"

Aku menautkan kedua alis, "hmm, hanya menyapu?"

Ia menekuk wajahnya sedikit. Aku tertawa renyah melihat ekspresinya yang terlihat sangat jarang itu, manja.

Tak mungkin aku tega, menyuruh Mas Rizal membersihkan semua sudut rumah mungil kami.

Di pekerjaannya, ia pasti sudah lelah, selain melayani para staff, tentunya setiap pagi, ia membersihkan ruangan yang akan dipakai para staff-nya itu

"Aku hanya becanda, Mas. Tadi kan aku sudah mencuci dan menyetrika juga membersihkan rumah. Besok, kita main game saja kalau mereka lagi tidur."

Mas Rizal menyeringai, lalu menatap ranjang kecil yang mempunyai penjagaan lebih tinggi di semua sisi.

Kami sama-sama tersenyum melihatnya.

"Hmm, bau apa ini?" aku memijit hidungku, hingga kedua lubangnya tak terlihat.

"Mas ... buang angin, ya?"

Kami saling lirik, Mas Rizal nyengir kuda.

"Ah ... " aku langsung memeluknya, lalu mengecup kedua pipinya bergantian.

"Loh, kok malah meluk sambil cipika-cipiki gini?"

"Hmm ... seneng," aku menggelayut manja.

"Seneng?"

"Iya! Dulu, Paman sering sekali buang angin depan Bibi. Terus, aku tanya gini 'Paman, gak malu buang angin depan Bibi?' Terus, Paman jawab, 'kalau sudah nyaman dan cinta, seseorang tidak akan malu menunjukkan keburukan di hadapan orang yang dia cintai."

"Itu artinya ... Mas memang mencintaiku,"

Mas Rizal menggeleng-geleng, sedangkan aku masih tersenyum manja.

"Dasar, polos!" Mas Rizal mengecup bibirku singkat, namun aku malah tak ingin melepaskannya.

Drrrrt! Drrrrt!

"Hmmm, ganggu!" Aku segera menggapai benda persegi panjang tersebut, takut mengganggu tidur sikembar.

"Siapa?"

"Hmm, grup."

"Grup?"

"Ya ... grup kelas, Mas."

"Tumben?"

"Minggu depan ada reuni."

"Kamu mau ikut?"

"Kalau Mas mengizinkan,"

"Tentunya ... bersamaku dan juga sikembar,"

Aku tersenyum lebar, lalu memeluknya dengan sayang.

I love you, Mas!

The Untouchable LoveWhere stories live. Discover now