"Ha-halo, nek!" Yoojung membungkuk hormat. Sedikit canggung, ia mencoba tersenyum ramah. Wanita tua dihadapannya tidak bereaksi apa-apa, hanya diam dengan tatapan kosong.

Jungkook memegang pundak Yoojung yang membuat gadis itu menoleh dan mendongak. "Bapak harus berbicara dengan suster dulu. Bisakah kau menemani nenek bapak?"

Yoojung mengangguk tak keberatan. Lantas sepeninggal Jungkook, Yoojung duduk di sisi wanita tua tersebut, diam begitu lama dan mengamati fitur wajahnya. Mungkin jika ia tua nanti akan seperti nenek ini. Berkeriput, ringkih, pikun, dan mungkin sendiri. Yah, itupun jika ia berhasil hidup hingga tua nanti.

Berpikir pesimis? Bukan. Ia hanya realistis saja, kan, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi padanya besok. Ia tidak tahu akan bertahan sampai berapa lama.

"Nek, kenapa Tuhan memberikan porsi kebahagian dan penderitaan yang berbeda-beda kepada setiap manusia? Kenapa tidak dibuat sama rata?" Tanpa sadar Yoojung mulai berbicara pada wanita tua di sampingnya. Tak peduli wanita tua itu mendengarkan atau tidak, Yoojung terus mengeluarkan apapun yang terlintas di benaknya.

"Temanku, dia kaya, keluarganya bahagia, tapi dia selalu mengganggu yang lemah. Tapi kenapa Tuhan terus memberikannya begitu banyak kebajikan padahal apa yang telah anak itu lakukan tidak sebanding dengan apa yang di dapatkan. Harusnya ia dihukum, bukan?"

Menghela nafas panjang, Yoojung mendongak menatap langit. "Nenek tahu tidak, aku itu anak yang baik. Sungguh anak yang baik dan berbakti. Aku tidak pernah merisak orang yang lemah, aku selalu patuh pada orangtuaku,—bukan bermaksud memuji diri sendiri. Tapi sungguh, aku selalu berusaha menjadi anak yang baik. Tapi, kenapa Tuhan tidak pernah berbaik hati padaku?

Waktu terus berputar, dan aku terus menunggu dan bertahan. Sampai kapan aku harus bertahan dan menunggu Tuhan membalas seluruh kebajikanku? Ah bukan. Tidak perlu membalas, hanya saja, kapan Tuhan akan menghentikan seluruh penderitaan ku. Kupikir jika aku bersikap baik, maka Tuhan akan berbaik hati padaku. Bahkan aku berpikir jangan-jangan aku memiliki dosa besar di kehidupanku sebelumnya sehingga Tuhan memberikanku cobaan sedemikian rupa."

Yoojung terdiam, matanya sendu menatap langit. Tiba-tiba wanita tua disampingnya meraih tangannya dan menggenggamnya begitu erat. Yoojung menoleh dan mendapati sang nenek menatapnya begitu dalam.

"Soojin-a.. itu kau?" Tanyanya sontak membuat satu alis Yoojung terangkat. Mata sang nenek berkaca-kaca dan sedetik kemudian tetesan air mata keluar dari pelupuk matanya. "Benar, itu kau. Astaga! Apakah kau baik-baik saja? Kau makan dengan baik, kan?"

Menggigit bibir bagian bawahnya, Yoojung memilih untuk diam kendati ia bertanya-tanya siapa Soojin. Mungkin anaknya, atau seseorang yang ada hubungannya dengan Jungkook?

Ah, lupakan.

"Nenek rindu padamu. Kenapa kau lama sekali? Nenek menunggumu setiap malam. Nenek khawatir kau tidak makan dengan teratur. Bagaimana kabar Namoo? Dia makan dengan baik juga, kan?"

Namoo? Siapa lagi?

Ditengah kebingungannya, Yoojung hanya tersenyum dan berkata seolah ia adalah Soojin yang nenek itu pikir. "Eoh, Namoo makan dengan baik, nek. Jangan khawatir."

"Astaga, syukurlah! Setiap hari nenek terus memikirkanmu dan Namoo. Apakah kalian tidur dengan nyenyak, apakah kalian makan dengan baik. Jungkook pasti merawat kalian dengan baik."

"Aah.. ya, begitulah." Yoojung mengangguk.

Beberapa detik kemudian, Jungkook datang dan bersimpuh di hadapan wanita tua tersebut. "Nek, apa kabar?"

"Ooh.. Jungkook-a, syukurlah akhirnya kau membawa Soojin-i!" Seru wanita itu masih menggenggam tangan Yoojung. Jungkook dan Yoojung saling tatap.

"Ah, Soojin?!" Jungkook nampak terkejut. Melirik Yoojung dan seolah mengucapkan maaf, pria itu berkata dengan lembut pada neneknya, "Ya, Soojin sudah kembali. Nenek bilang merindukannya, bukan? Jadi aku membawanya kepada nenek."

Save MeHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin