2-Rafi Kanaka

26 8 4
                                    

Raka membuang puntung rokok ketiganya. Malam ini ia menginap dirumah Arel bersama Dafa dan Tristan.

Ponsel-nya berdering, nama Abel muncul sebagai sang pengirim pesan.

Adisty Abelle: Raka
Adisty Abelle: Dimanaa
Adisty Abelle: mau cerita boleh?

Seulas senyum terpasang diwajah Raka yang tadinya datar-datar saja.

"Kenapa lo tiba-tiba senyam senyum, di chat Airin ya?" Tanya Tristan yang sangat ingin tau ada apa gerangan temannya ini tiba-tiba bertingkah aneh.

Menyadari tidak ada respon dari Raka, Tristan pun diam-diam mengintip dari belakang badan Raka.

"KANAKA!"

"Astagfirullah! Apaan buset ngagetin lu Tan!" Ketus Raka kesal karena Tristan berteriak persis di kupingnya.

"Lo ada apaan sama Abel?!"

Raka kelimpungan. "Eh, apa? Engga ada apa-apa. Abel mau cerita, yaudah gue tanggepin." Raka berusaha santai menjawab pertanyaan Tristan.

Tristan mendengus sebal, "awas ajasi sampe ada apa-apa trus lo ga cerita ke gue, kita end bro!"

Raka hanya geleng-geleng melihat tingkah temannya itu. Oh iya! Ia sampai lupa membalas pesan Abel.

Rafi Kanaka: gue call ya?

—•—

Rafi Kanaka: gue call ya?

Abel menaikkan sebelah alisnya. Tumben sekali Raka mengajaknya telfonan. Belum sempat Abel membalas pesan tersebut, tiba-tiba ponselnya berdering.

Rafi Kanaka is calling

Abel langsung menerima pangggilan tersebut. Ia mendekatkan ponselnya ke daun telinganya dan diam. Menunggu Raka untuk berbicara terlebih dahulu.

"Luwak white coffe, passwordnya" kata Raka dari ujung sana membuat Abel menahan gelak tawanya. "Waduh! Lupa passwordnya nih! Passwordnya apa ya?" Tanya Abel bercanda.

"Passwordnya, Raka Ganteng ." Jawab Raka. "Okee, Raka Ganteng Tapi Boong,"

"iyak! Selamat Abel mendapatkan dua juta tapi boong jugaa!"

"Hahaha.. Apasih Ka serius nih gue."

"oke Abel mau cerita apa?, sini gue dengerin" Kata Raka sembari memperbaiki posisi duduknya.

Abel pun menceritakkan keluh kesahnya. Ia sudah tidak tahan menyimpan sendiri berbagai  pertanyaan di pikirannya. Mungkin Raka bisa Abel percaya.

Raka menghela napasnya panjang setelah mendengarkan berbagai macam cerita Abel. "Jadinya sekarang lo itu masih sayang atau ngga sama Davin?" tanya Raka serius. "Ngga tau, gue ngerasa biasa aja sehabis putus. Tapi tadi waktu tau dia jadian sama Karin, gue ngerasa kaya nge-down gitu Ka." Abel memejamkan matanya ingin sekali rasanya menangis saat itu juga. Ia tidak tahan jika harus menahan semuanya sendiri.

"Coba deh Bel sekarang ikutin gue," Kata Raka

"Ngapain?"

"Udah ikutin aja. Tarik nafas yang panjang.." Raka mengintruksikan Abel.

Abel mengerutkan keningnya. Terkekeh melihat perlakuan aneh dari temannya ini.

"Tarik woy jangan senyam-senyum"

Mata Abel membulat. "Kok tau?! Ih lo cenayang ya?!"

"et tarik nafasnya Abeel"

Abel menarik nafasnya panjang. "udah nih. Kapan dibuangnya? Lama banget."

"Iya gue tau, udah di hempasin dari tadi juga kan." Kata Raka.

Abel diam menunggu intruksi selanjutnya. " Tarik lagi nafasnya, hembuskan tiga kali."

Abel menarik nafasnya panjang lalu menghembuskannya. Setelah tiga kali, Raka memberikan intruksi lagi.

"Sekarang pejamkan mata lo, trus pegang ubun-ubun."

Abel menaikkan sebelah alisnya. Bingung untuk apa ia melakukan intruksi-intruksi tersebut. "Pegang woy bukan malah ngeliatin handphone"

Abel mendelik. "kok lo tau sih?! Iya nih di pegang. Berapa lama pegel tau"

"Udah kan? Yaudah."

Abel kehabisan kata-kata. Apasih maksud Raka?. Abel menatap ponselnya menunggu Raka kembali berbicara.

"Udah ga stres kaan?, udah bisa senyum kan?." Cetus Raka membuat Abel terbahak.

"HAHAHA, gemes banget sih Ka.. makasih ya. Jadi senyum-senyum sendiri ini." Ucap Abel.

Tiba-tiba pintu kamar Abel dibuka oleh Papanya.

"Eh bentar Ka, ada Papa."

Abel tidak sengaja menekan tombol loadspeaker di ponselnya. Hingga tiba-tiba terdengar suara Raka memenuhi seluruh penjuru kamar Abel membuat Abel dan Papanya kaget.

"Halo om, ini anak om lagi galau-galauan om" Celetuk Raka. Abel kelimpungan hingga akhirnya ia memilih untuk memutuskan panggilan tersebut secara sepihak.

Anton-Papa Abel- melempar tatapan bertanya pada Abel. "Hehehe, temen aku Pah tadi. Biasa iseng,"

"Davin?. Kamu masih pacaran Bel sama dia?" Tanya Anton.

Abel menghela napasnya. "Engga Pah, udah putus dua bulan yang lalu." Kata Abel.

"Ooh, yasudah jangan di jadiin pikiran ya Bel. Inget udah kelas 12 kamu sekarang. Papa kesini Cuma mau ngingetin jangan lupa turun ya makan malam." Ucap Anton lalu keluar dari kamar Abel.

Sedari tadi ponsel Abel terus berdenting di bawah bantalnya. Beberapa pesan masuk dari Raka dan Group Angkatan yang mulai ramai.

Rafi Kanaka: Yah dimatiin
Rafi Kanaka: Yaudah deh

Rava[Dirgantara'19] : Woy, tadi yang call'an sama Raka siapa dah
Rava[Dirgantara'19] : Cewe tadi kata Arel. Ayo udah ngaku aja
Rava[Dirgantara'19] : lo ya rin? @Airin
Tristan[Dirgantara'19] : Abel Va
Rava[Dirgantara'19] : hah demi apa?
Rava[Dirgantara'19] : lo nikung Davin dong Ka?
Rafi Kanaka[Dirgantara'19] : Jgn Sok tau.

Abel memilih menutup ruang obrolan tersebut.  Kenapa coba semuanya harus di sangkut-pautkan dengan Davin?. Toh sekarang Abel dan Davin sudah menjalani hidup masing-masing.

Abel merebahkan tubuhnya sembari menatap langit-langit kamarnya. Baru saja ingin berkutat dengan pikirannya. Tiba-tiba sebuah denting dari ponselnya membuatnya terbangun.

Davin Jelek: Pajak jadian kali Bel ahahaha

Abel baru teringat bahwa ia belum mengganti Nama kontak Davin di ponselnya.

Adisty Abelle: Apa deh Vin
Adisty Abelle: Lo kali yang harusnya ngasih pajak jadian.. Ahahah

Tak ada salahnya bukan berpura-pura menjadi baik-baik saja?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 15, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BumerangWhere stories live. Discover now