Seperti Patah Hati (Lagi)

23.2K 4.8K 441
                                    

Tentunya sangat sangat berlebihan kalau aku berpikir Yos sedang bersikap romantis karena dia naksir padaku. Karena dia tidak menyetujui kata-kata Langit untuk menjauhiku karena dia sudah berhasil move on dari Lintang.

Benar saja. Setelah membuatku terdiam dengan mulut terbuka, mungkin menuju pipi merona malu-malu meong, Yos melanjutkan.

"Ya gimana gue bisa jauh-jauh dari lo kalau kita harus latihan pentas tiap hari?"

Bunga-bunga di hatiku langsung berguguran seperti sakura di Jepang. Dasar drama korea sialan! Gara-gara keseringan nonton drakor, jiwa romantisku sering susah dikontrol dan terkadang memalukan. Kalau diempas realita gini kan jadi berlipat-lipat repotnya!

Yah, tidak apa-apa sih. Aku bahkan tidak terlalu sakit hati setelah tahu bahwa Yos tidak bisa dimiliki. Aku hanya kecewa karena tadinya dia kuanggap sebagai calon pacar yang sempurna.

Yos masih menyebalkan. Meski aku diizinkan berlama-lama di tempat tongkrongannya, Yos tetap ogah mengantarku pulang ke kosan. Saat aku coba-coba berhadiah dengan mengeluh bahwa sayang sekali bila aku harus naik ojol, Yos malah berbaring di sofa dan tidur. Ugh! Bahkan berhari-hari setelahnya sikapnya tidak berbeda. Tetap saja datar dan malas-malasan. Perilakunya itu seolah menganggapku sebagai hama tanaman yang harus disemprot dengan pestisida.

Tapi bagaimana pun juga, hari itu cukup senang dan terhibur karena bisa mengenal Yos sedikit lebih baik meski sikapnya masih saja amit-amit. Dan, yah, oke. Mengenal Langit dari sisi yang lain, yang tak dia ceritakan padaku.

***

Dua bulan yang lalu, mungkin aku akan sujud syukur kalau bisa satu kelompok dengan Langit. Mungkin aku juga akan membuat Donna dan Maya ilfil karena bersikap lebay setiap ada kumpul kelompok. Aku harus memastikan untuk pakai baju yang bagus dan membuatku terlihat lebih kurus. Mungkin aku juga akan bela-belain belajar rajin, supaya aku terlihat pintar saat diskusi. Lalu aku akan sangat semangat 45 untuk berangkat ke kampus setiap harinya.

Tapi sekarang kudapati diriku sedang frustrasi di Cheesy Romance. Curhat habis-habisan pada Desta karena Maya dan Donna sudah bosan menjadi tempat sampahku. Sebentar lagi kelompokku di kelas Filsafat Seni harus kumpul untuk diskusi tentang tugas kelompok kami. Aku masih sebal pada Langit, jadi aku suuuuuuuuuper malas berangkat.

"Ra, mumpung gue inget nih, lo masih butuh kerjaan?" tanya Desta saat aku berhenti sejenak dari curhatku.

"Masih," jawabku cepat. "Ada kerjaan buat gue?"

Meskipun honor mengajar Ann lumayan tinggi, aku tidak menolak kalau ada kesempatan untuk mendapatkan uang lainnya.

Desta mengangguk. "Bulan depan Olie resign karena mau fokus skripsi." katanya, menyebutkan salah satu pegawainya yang bertugas menjadi pramusaji. "Kalau lo mau, lo bisa gantiin dia. Part time aja. Lo shift sore sampai malam gitu. Mau nggak?"

"Mau banget!" Aku mengangguk antusias. "Ya lo tahu kan bang jam kuliah gue. Jam 4 an gitu udah bisa ke sini kok. Eh tapi kalau Rabu gue bisanya malam. Sore ngajar dulu di Cikini."

"No problem. Toh kita di sini part time bayarannya per jam."

"Bulan depan kan ya?" tanyaku lagi.

"Yes, start bulan depan."

Untung saja. Karena bulan ini aku masih harus latihan dengan Yos dan anak-anak lainnya untuk acara Dies Natalis di akhir bulan ini.

Kutatap jam tanganku. Tinggal 10 menit lagi dari wakti janjian dengan kelompok Filsafat Seni. Kalau mau datang tepat waktu, harusnya aku sudah jalan dari 20 menit yang lalu. Kuhela napas panjang, dan kuhabiskan lemon tea milikku, sebelum pamit ke Desta untuk kembali ke kampus.

Kala Langit Abu-Abu (TERBIT)Where stories live. Discover now