Seperti Patah Hati (Lagi)

Start from the beginning
                                    

Tapi cobaanku hari itu belum selesai. Sepuluh menit aku sampai di kosan, satu notifikasi chat masuk ke WAku. Dari Joshua.

Rara, lagi di kosan? Gue ada di depan kosan lo nih. Nonton yuk? :))

Mendadak bulu kudukku meremang. Aku sedang tak ingin bertemu dengan Joshua. Bukan karena kata-kata Langit dan Yos, tapi karena menurutku Joshua sudah mulai horor. Dari mana dia tahu indekosku?? Sampai kapan dia akan ngotot mengajakku nonton begitu?? Rasanya dia bukan mengajak, tapi memaksa. Rasanya aku seperti dikejar-kejar debt collector. Atau stalker? Entahlah.

Di tengah kepanikan, aku berusaha berpikir cepat mengingat temanku yang bisa dimintai tolong. Aku memikirkan Maya atau Desta, tapi lokasi mereka cukup jauh dan butuh banyak waktu untuk tiba di sini. Donna apa lagi, karena dia tinggal di Bekasi. Aku teringat Yos. Ah, kurasa dia lah pilihan yang masuk akal. Lokasinya dekat dari sini.

Dengan penuh harap, aku menelepon si manusia goa dan minta tolong padanya supaya datang ke kos pura-pura menjemput untuk latihan sehingga aku punya alasan untuk menolak Joshua. Tapi seperti biasa, Yos hanya menjawab teleponku malas-malasan dan berkata kalau aku harus mengatasi masalahku sendiri karena aku mengganggu tidurnya. Sebelum memutuskan sambungan. Sial!

Joshua mengirim chat lagi. Kali ini aku tidak membacanya. Namun cowok itu mulai menelepon, dan aku semakin panik. Masa aku harus menelepon Langit??

***

Tentu saja aku nggak menelepon Langit. Yang bener aja! Setelah tadi dia menolak kerja sama denganku, aku tak semurahan itu minta tolong padanya. Sampai mati pun aku tak akan melakukannya.

Kuputuskan untuk menghadapi Joshua seorang diri. Atau mungkin kuterima saja ajakan nontonnya supaya dia berhenti mengejar? Aku tinggal memilih lokasi yang ramai sehingga bisa langsung minta tolong kalau dia mau macam-macam. Ah, nanti aku berimprovisasi saja.

Setelah cuci muka, dan putus asa melihat sembab di wajahku yang tak tertolong lagi, aku memutuskan keluar kamar. Land Rover putih itu langsung terlihat mataku, sementara pemiliknya berdiri menyandar di badan mobil dengan posisi menyamping. Tidak melihatku karena sibuk menatap ponselnya.

Aku berpapasan dengan dua cewek anak kosan yang berbisik-bisik dengan heboh memuji ketampanan Joshua. Serta kasak-kusuk bertanya sedang apa Joshua di sini. Aku juga mendengar mereka bilang bahwa siapa pun yang dijemput Joshua di kosan ini adalah cewek paling beruntung di dunia. Sumpah mati, sebenarnya aku ingin mengatakan bahwa mereka bisa menggantikan posisiku saat ini, free. Tanpa dipungut biaya sepeserpun.

Sekali lagi aku menghela napas panjang, dan menyapanya. Joshua menoleh, lalu tersenyum lebar. Tapi senyumnya menghilang saat melihat wajahku.

"Lo kenapa, Ra?" tanyanya cemas. "Habis nangis?"

Aku mengangguk. "Habis nonton drakor. Sedih banget ceritanya."

Sontak Joshua tertawa kecil. "Udah tahu sedih kenapa masih ditonton?"

Aku nyengir, tapi tidak menjawab.

"Jadi, mau nonton?" tanya Joshua kemudian.

Aku terdiam sebentar, berusaha menyusun kata-kata. "Kak Jo mau nonton apa sih?" tanyaku.

"Apa aja," jawabnya cepat.

Ini semakin seram.

"Ng...sebenarnya gue lagi nggak pengin nonton." jawabku akhirnya, berusaha memasang ekspresi sedatar mungkin. "Lagi males. Muka juga lagi nggak mendukung kan."

"Oh gitu..." Joshua garuk-garuk kepala. "Kalau gitu makan aja yuk? Belum makan kan pasti? Gara-gara keasyikan nonton drakor."

Gosh...sebenarnya apa niat orang ini?

"Ng...nggak bisa, Kak." jawabku, masih berusaha keras menenangkan diri.

"Kenapa nggak bisa?"

"Soalnya...soalnya lagi banyak tugas banget."

Terlalu maksa, aku tahu. Tapi apa lagi yang bisa kujadikan alasan?

"Lagi banyak tugas...atau karena Langit ngelarang lo deket-deket gue?"

Mampus! Kok bisa tahu??

Melihatku terdiam, Joshua tertawa sinis. "Seriously, Ra?" tanyanya tak habis pikir. "Iya? Karena itu?"

Aku tak menjawab. Mungkin karena itu juga Joshua jadi kesal.

"Damn! Gue nggak ngerti sama lo. Setelah apa yang Langit lakuin, lo masih aja dengerin dia?? Dia deketin lo dan menghamili Senja! Wake up, Rara! Lo bego apa gimana sih??"

Aku tersentak. Joshua tidak hanya mengeluarkan kata-kata jahat, tapi ekspresinya benar-benar dingin dan menyebalkan. Alih-alih takut, aku justru marah. Memangnya siapa dia sampai berani-beraninya mengataiku bego??

"Move on, Ra, move on! Lo itu aneh! Gue udah berbaik hati buat jadi rebound guy lo, malah lo tolak?! Nggak tahu diri juga lo ya?"

Enough! Kurasa cowok ini benar-benar sakit!

Baru saja aku mau membentaknya, suara lain bergabung dengan obrolan kami.

"Nggak gitu caranya ngomong sama cewek, bro."

Aku menoleh dan menemukan Yos turun dari motor CB100 lawasnya. Wajahnya terlihat mengantuk dan datar seperti biasa. Membuatku ingin menonjoknya keras-keras.

"Rara bilang nggak mau, bro." kata Yos tenang. Dia sudah berdiri di dekat kami sekarang. "Seorang pria sejati harusnya tahu apa yang harus dilakukan."

Joshua menayap Yos dengan sengit. Aku merasakan hawa dingin berhembus, padahal cuaca sedang gerah-gerahnya.

"Siapa lo?" tanya Joshua tajam. "Nggak usah ikut campur!"

Dengan tenang, Yos mengulurkan tangan. "Yosefa. Dan gue ada janji sama Rara."

"Janji apaan?" tanya Joshua, mengabaikan tangan Yos. "Lo siapanya Rara??"

"Gue seniornya Rara. Filsafat 2014. Apa pun janji gue sama Rara, itu bukan urusan lo sih."

Joshua terlihat tidak senang. Tapi aku bersyukur karena mungkin Joshua masih memikirkan image-nya sebagai public figur sehingga pilih pergi tanpa keributan. Namun sebelum masuk ke mobil, dia berkata.

"Inget kata-kata gue, Ra. Jangan mau dibegoin Langit! Lo tahu kan di balik semua prestasi itu, dia nggak sebaik kelihatannya??"

Aku tidak menjawab dan Joshua pergi dengan gusar.

"Yah... Gue setuju sama nasihat dia barusan. Jangan mau dibegoin." kata Yos sambil memandang mobil Joshua yang semakin menjauh. "Sama siapa pun sih, nggak cuma sama Langit doang."

Aku berdecak. "Dasar manusia goa!"

"You're welcome. Gue barusan bantuin lo, tapi nggak usah dipikirkan. No problem." kata Yos dengan ekspresi datar.

"Bang!" decakku sebal luar biasa.

"Apa? Btw, kita nggak latihan dua hari bukan supaya lo bisa santai-santai berkencan. Latihan sendiri, biar lusa bisa tampil tanpa membuat kesalahan."

Aku cemberut. "Ngapain sih lo ke sini?? Bikin emosi aja!

Yos tertawa kecil. Yah, dulu aku sering terpesona dengan senyum atau tawa Yos. Tapi sekarang sudah tidak mempan.

"Lo itu bukan pembalap, tapi kenapa ngegas mulu?" tanyanya.

"Bodo amat!"

"Lo habis nangis gara-gara drakor lagi?"

"Nggak! Makasih atas bantuannya, tapi gue lagi nggak mood ngobrol. Sana pulang. Bye!"

***

Hai!
Aku menepati janji loooh buat update hari ini. Heuheuheu

Sampai di sini pegimane, guys??

Oh iya, aku bikin group WA untuk pembaca ceritaku. Tertarik gabung? Cek infonya di wall-ku yaaa~~

Selamat malam minggu guys~

Kala Langit Abu-Abu (TERBIT)Where stories live. Discover now