Part 6

1.1K 170 15
                                    

"Apa aku tidak salah dengar?" Reifan mengorek telinganya. Mungkin banyak kotoran hingga tidak begitu jelas, pikirnya.

"Tidak, kamu tidak salah dengar. Aku serius dengan Rania. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama dengannya." Pikiran Ben melambung jauh terbayang wajah Fahrania saat pertemuan mereka untuk pertama kalinya di pesawat. Ia ingin setiap bangun pagi dan saat membuka matanya yaitu wajah Fahrania sebagai istrinya.

"Rasanya sulit," ungkap pemikiran Reifan padanya. "Kak Rania tidak tertarik dengan pernikahan."

"Ya, aku tahu," bisiknya dari jawaban Fahrania kemarin, lanjutnya dalam hati. "Tapi itu bukan penghalang bagiku. Seseorang bisa berubah kan?"

"Ya, walaupun sulit." Reifan tertawa garing. "Dan lamaaaa.." ucapnya panjang.

"Apa Rania sudah punya pacar?"

"Siapa? Kak Rania?" Ben mengangguk. "Tidak, tidak pernah.. Selama ini keluarga tidak pernah dikenalkan dengan pacarnya atau seseorang. Kak Rania tidak pernah cerita masalah seperti itu. Dia tertutup. Lagipula mana ada yang mau mendekatinya. Kak Rania sekali tatap saja itu mengerikan."

Mendengar itu semua Ben menjadi bersemangat dan memantapkan hati untuk memiliki Fahrania. "Jadi? Apa kamu mau membantuku untuk dekat dengannya?"

"Apa Kak Ben tahan dengan sikapnya yang dingin? Cuek apa lagi wajahnya tidak ada ekspresinya?"

Ben meringis, "ya aku tahu. Aku akan mencobanya. Kalau tidak, mana aku tahu hasilnya kan."

"Baiklah, hanya satu pesanku untuk tidak menyakitinya. Kalau iya, aku adalah orang pertama yang akan menghajarmu. Walaupun Kak Ben sahabatku, aku tidak pernah main-main kalau ada yang melukai anggota keluargaku. Orang aku sayangi." Reifan berbicara serius.

Ben menatapnya tanpa keraguan. "Ya, aku tidak akan pernah menyakitinya. Perasaanku bilang yang ada dia akan menyakiti hatiku," Ben memutar bola matanya.

Reifan terkekeh, "tapi Kak Rania adalah kakak terbaik. Dia sangat menjaga adiknya." Ia ingin sekali menceritakan sebuah rahasia tentang Fahrania namun diurungkannya. Rasanya tidak etis, bagaimana jika Ben tahu dan tidak ingin melanjutkan kedekatannya kepada Fahrania. Dalam lubuk hatinya yang terdalam sebagai adik ingin Fahrania memiliki seseorang yang mencintainya. Ia ingin melihat kakaknya bahagia. Ben, bukanlah pria yang buruk. Ia sudah tahu selama berteman. Tidak pernah aneh-aneh atau play boy.

"Ya, aku tahu.." Ben telah mendapat restu dari adik Fahrania. Itu akan memuluskan jalannya bersama gadis itu. Senyum sumringah menghiasi bibirnya. "Aku akan jadi Kakak iparmu, Rei," ucapnya dengan percaya diri.

Reifan tertawa mendengarnya. "Sebelum itu Kak Ben harus butuh ekstra tenaga."

"Doakan semuanya berjalan lancar. Aku ingin segera menikah."

"Kakakku bukan pelarian kan? Karena kakak ingin segera menikah?" Reifan takutnya seperti itu setelah tahu Ben ingin secepatnya menikah.

Kepala Ben menggeleng, "bukan.. Bukan seperti. Aku memang mempunyai cita-cita untuk menikah muda awalnya. Tapi sampai sekarang usiaku sudah dua puluh tujuh tahun belum menikah." Wajahnya berubah masam. " Salah satu alasannya aku ingin menikah adalah karena aku anak tunggal. Manusia hanya berencana dan Tuhan yang menentukan. Aku sempat putus asa dan ingin melanjutkan karir saja sampai menemukan seseorang. Tapi setelah melihat Rania.. Aku ingin berumah tangga."

Kejujuran Ben membuatnya sedikit tenang. Pria itu ingin serius dengan kakaknya. Bukan lagi hubungan tanpa status. Banyak yang mendekati Ben untuk di kenalkan pada Fahrania. Semuanya hanya untuk main-main. Kini ada seorang pria yang benar-benar menginginkan Fahrania. Apalagi ia sangat mengenalnya. "Kalau begitu aku akan mendukungmu, Kak. Asal jangan melukainya," ucap Reifan memperingatkannya sekali lagi.

Heart Is Beating (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang