Sesaat

12 2 0
                                    

Mengenalmu dari ketidak sengajaan. Menjadikan niatku untuk menanam rasa dengan sengaja.
Meski aku tak tahu apa kau memiliki niat yang sama. Tetapi, sorot matamu seakan berkata iya.
Aku tak pandai membaca sorot mata. Tetapi, saat itu aku begitu yakin atas anggapan asal.
Kedipan matamu yang perlahan menandakan bahwa kau membalas rasa.
Benar, aku juga tidak pandai memahami kedipan mata.

Kata orang, cinta itu buta. Menurutku, cinta itu membuat tuli sementara.
Buktinya, saat cinta itu datang aku tidak bisa mendengar apapun riuh semesta.
Indraku yang berfungsi hanyalah penglihatan; yang terus terpaku pada binar mata.
Tapi komponen wajahmu yang lain tidak terima.
Aku jadi terpaksa memandang wajah cantikmu secara utuh tak terlewat.

Riuh semesta terdengar lagi. Pertanda aku mulai menikmati rasa itu.
Berarti yang tadi itu tidak kau nikmati? Jangan begitu, tadi itu aku tertegun.
Seperti saat hujan datang tiba-tiba, kau heran dan memandangnya.
Tetapi, lama-lama kau juga menikmatinya denga penuh sadar.

Sekarang aku sadar. Pertemuan itu bukan kesengajaan.
Niatku yang sengaja itu, aku putuskan untuk batal saja.
Sedari tadi aku terpaku pada binar matamu.
Sehingga aku tidak sadar ada sorot mata tajam yang memandangku dari sandingmu.

Aku yakin itu sorot mata pria, saat aku merasakan ada yang menoyor kepalaku.
Aku tahu dia berkata kasar saat itu, karena pandanganku padamu.
Tetapi aku mendadak tuli, aku tertegun lagi pada tawa kecilmu.
Aku jadi tersenyum karena itu.

Tak selama tertegun yang pertama. Kali ini lebih cepat berlalu.
Karena aku jadi yakin bahwa disandingmu itu, kekasihmu.
Setelah aku merasakan tinju yang mendarat wagu.
Pandanganku sesaat menghilang, begitu juga kamu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 06, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Senandika MahardikaWhere stories live. Discover now