Mendapatinya yang tak kunjung merespon, Agam lantas bertanya, apakah terjadi sesuatu yang sangat serius padanya di sana. Dimas tidak langsung menjawab. Dia sendiri masih bingung dengan semua ini.

"Apa tidak ada seseorang bernama Siti Sundari dalam laporan hasil otopsi?" tanyanya lagi, berusaha memastikan.

"Jangan bercanda. Apa kau ingin aku membacanya dua kali?" Meski suara Agam terdengar ogah-ogahan, tetap saja dia menuruti permintaan Dimas. Dia membacanya sekali lagi, dengan suara yang lebih kuat dan tegas.

"Ada apa sebenarnya, Dim?"

"Firasatku tidak bagus, Gam."

"Kenapa memangnya?"

Dimas menjawab ragu-ragu. "Sepertinya masih ada satu kerangka lagi yang belum kita temukan."

_____________

"Apa?" Agam yang merasa tidak percaya sempat membatu di tempat saat mendengarnya. Setelah semua ini, masih ada kerangka lain? Pembunuh gila macam apa sebenarnya yang sedang mereka hadapi? Agam langsung tersadar dari lamunan sesaat mendengar suara seseorang berteriak lewat sambungan telepon.

"Di mana kau sekarang, Dim?"

"TKP."

Agam mengangguk, kemudian mengatakan bahwa dia akan segera menyusul Dimas ke TKP bersama Fred. Panggilan itu pun ditutup olehnya.

Sembari menyambar jaket di kepala kursi, Agam bangkit berdiri. Dia mengambil langkah seribu. Berjalan cepat menuju ruang jaga malam untuk membangunkan Fred yang sedang tertidur di sana.

"Fred, bangun!" teriaknya begitu tiba di ambang pintu. Merasa kesal melihat rekannya yang tidak juga bagun, tanpa pikir panjang Agam langsung menendang kakinya kuat-kuat. "Freddy Budiman!" teriaknya lagi, dengan nada suara mirip sipir penjara yang sedang memanggil seorang tahanan.

Fred sontak terlonjak bangun dari tidurnya. "Siap!" katanya panik bukan main.

Mendapati wajah menyebalkan milik Agam terpampang di depan matanya, Fred lantas melempar telak bantal kesayangannya hingga mendarat tepat ke muka Agam. "Kau tau aku kan paling tidak suka dipanggil seperti itu!" dengusnya sebal. Sejak dulu Agam selalu saja meledeknya dengan trik murahan seperti itu. Sunggu menyebalkan. Inilah akibatnya kalau kau terlahir dengan nama yang sama persis dengan nama seorang terpidana mati.

"Berhenti mengeluhkan hal yang tidak berguna. Kita ke TKP sekarang."

Fred menggaruk kepalanya yang tak gatal. Matanya menatap jam di dinding ruangan. "Malam-malam begini?"

Agam mengangguk. Wajahnya tiba-tiba berubah sangat cemas. "Sepertinya Dimas menemukan kerangka manusia lagi di TKP."

Fred ternganga lebar tanpa bisa berkata-kata lagi.

_______________

Begitu Agam dan Fred tiba di lokasi, Dimas langsung menjelaskan situasinya pada mereka. Agam segera memeriksa begitu Dimas mengatakan bahwa mereka menemukan sebuah lemari—tanpa gagang pembuka—tertanam dalam dinding kamar. Barang-barang yang tergeletak di lantai pun juga ikut dia pilah bersama Aryan dengan sangat teliti.

"Kalau bukan milik para korban, untuk apa benda-benda seperti ini disimpan rapat-rapat dalam lemari tersembunyi."

Agam tampaknya setuju dengan pendapat Dimas. Sementara Fred yang terlihat sudah tidak sabar menyela sedari tadi terus menatapnya dengan wajah kesal.

"Jadi. Di mana. Kerangkanya?" tanya Fred dengan nada penuh penekanan.

Dimas mengernyit heran. "Aku tidak pernah bilang kalau kami menemukan kerangka."

SIGNAL: 86Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang