Part 2

1.4K 217 23
                                    

Sedari tadi Ben selalu mencari perhatian pada gadis yang duduk disebelahnya. Namun tidak ada artinya. Gadis itu tetap cuek dan tidak peduli. Ia hanya menutup mata lebih tepatnya berpura-pura tidur. Itulah cara yang dilakukannya untuk menghindari orang lain yang ingin mengobrol. Terdengar helaan napas dari tempat disebelahnya. Dalam hati bersyukur pria itu tidak mencoba menarik perhatiaannya lebih. Selama ini banyak orang-orang yang ditemuinya. Termasuk pria yang melihatnya jengkel karena Fahrania tidak merespon. Ia tidak peduli.

Sampai pesawat landing di Airport, Ben memasang wajah suram. Ia tidak berhasil membuat Fahrania bicara. Gadis itu susah sekali atau lebih tepatnya enggan mengeluarkan suara. Pria itu sengaja berjalan di belakang Fahrania yang sedang mendorong kopernya. Ia meneliti dari bawah sampai atas. Diantara banyak gadis-gadis di sana matanya lebih fokus pada kaki yang jenjang, rambut panjang lurus dan tebal menarik perhatiaannya.

"Dia sungguh cantik, minus dinginnya," dengus Ben. Fahrania sedang berdiri menunggu taksi. Ben di sebelah agak jauh selalu melirik pada gadis itu. Saat taksinya muncul Fahrania menaruh kopernya di bagasi di bantu sopir. Ia lalu naik ke dalam taksi. Mata Ben tidak lepas darinya sampai taksi yang ditumpangi Fahrania pergi menjauh. "Ada ya zaman sekarang gadis seperti itu," ucapnya seraya menggelengkan kepala. Ia segera mencari taksi. Tubuhnya sudah lelah penerbangan selama 20 jam lebih.

Fahrania ke hotel yang telah dipesan oleh ayahnya.  Sebuah hotel yang cukup mahal Four Seasons Boston. Daniel selalu ingin yang terbaik untuk anak-anaknya. Ia tidak pernah membeda-bedakan meskipun Fahrania bukanlah putri kandungnya. Gadis itu melangkah kan kakinya menuju balkon kamar hotelnya. Ia mendorong pintu tersebut. Disambut dengan pemandangan kota. Angin yang berdesir membelai rambutnya. Fahrania menarik napas panjang. Menghembuskannya pelan-pelan. Disini ia seorang diri.

***

Ben menaruh tasnya di atas sofa. Ia membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Pria itu menghela napas. Kenapa wajah gadis itu terbayang begitu jelas dari lirikan matanya yang tajam. Bibirnya.. Ben mengusap wajah lalu tangannya menyentuh dadanya. Jantungnya berdebar keras saat memikirkan gadis itu.

"Aneh, kenapa jantungku seperti ini. Dilihat-lihat wajahnya begitu familier sekali. Tapi lihat dimana ya?" pikirnya.

Pria itu berusia 27 tahun. Ben lahir dan besar di Amerika karena orangtuanya dulu adalah Dubes Indonesia. Saat ibunya sedang mengandung mereka pindah ke Amerika. Remaja Ben sering bolak-balik Amerika dan Indonesia. Sebenarnya ia lebih menyukai di Indonesia karena sanak keluarganya memang disana. Di Amerika Ben tinggal di apartement. Disamping mempunyai Cafe, pria itu adalah seorang arsitek muda. Ia sering bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan ternama disana. Tampan, mapan dan pekerja keras. Namun sayang belum memiliki tambatan hati.

Sebenarnya Ben ingin segera berumah tangga. Mempunyai keluarga sendiri hingga dirinya tidak perlu bolak-balik dan menetap di Amerika. Mungkin saat hari raya saja ia akan pulang ke Indonesia. Istri dan anak adalah impian yang ingin segera diwujudkannya. Ben sendiri lebih menyukai gadis Indonesia dibandingkan bule.

Ponselnya berdering saat matanya hampir terpejam. Ben segera bangun dan mengambil ponselnya di saku celana. Ia langsung menjawabnya.

"Hallo, Ma.. Iya, Ben sudah sampai. Maaf lupa menelepon. Iya, aku istirahat dulu. Jaga kesehatan, Ma." Ia menutup sambungan teleponnya. Ben lupa memberi kabar pada sang ibu. Ia, anak satu-satunya. Jadi pantas saja jika ibunya sangat perhatiaan. Salah satu alasan kenapa Ben ingin cepat-cepat menikah adalah karena ingin memberikan cucu pada orangtuanya. Tapi sayangnya sampai sekarang belum bertemu jodohnya.

Ben mengecek Instagramnya. Dan tanpa sengaja saat melihat dateline dari aplikasi tersebut. Ia terpaku pada sebuah foto. Gadis itu sedang mempromosikan sebuah pakaian dan sepatu. Matanya melebar menyaksikannya. Ia tidak salah lihat gadis itu mirip dengan gadis yang duduk disebelahnya saat di pesawat. Ben segera membaca kolom komentar.

Heart Is Beating (GOOGLE PLAY BOOK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang