2| Be My Headache

330 56 35
                                    

"Sampai kapan kamu mau ngobrol sama hp?"

Hari ke-3, habis sudah kesabarannya. Sepulang dari Indonesia, wanita ini sama sekali tidak mau berinteraksi dengannya. Selalu membuang muka ketika bertemu. Jika ditanya hanya menjawab seperlunya. Apakah ini bawaan hamil juga?

"Ran... " panggilnya.

Masih juga tak diindahkan, lelaki itu mengambil ponsel dari tangan istrinya.

"Sekarang aku invisible ya?" tanyanya sembari duduk di hadapannya.

Ketika wanita itu hendak melangkah pergi, lelaki yang ada di hadapannya langsung menahannya.

"Mau kemana? Duduk, kita ngobrol dulu" potongnya tanpa bantah.

Akhirnya wanita itu menyerah, tapi masih bertahan dalam diamnya.

"Kamu kenapa? Marah?"

"Enggak."

"Terus kenapa diemin aku?"

"Lagi gak mau ngomong aja."

"Kalau kamu mau marah, ya marah aja. Terserah mau cursing, banting piring, teriak-teriak, mukul aku, atau apapun, yang penting jangan diem kaya gini."

"Aku kan udah bilang aku gak marah" bantahnya dengan nada agak tinggi.

"Terus kenapa kamu kaya gini?"

"Kesel aja" jawabnya singkat sambil membuang muka.

Surya menarik nafas panjang, mengumpulkan sisa-sisa kesabaran yang masih ada.

"Yaudah, sekarang kamu maunya gimana?"

"Gak ada."

Lagi-lagi jawaban datar yang diterimanya. Denyutan dikepalanya makin menjadi.

"Kalo kaya gini terus gak akan pernah selesai, Ran?"  

"Terserah."

"Kamu kenapa sih?"

"Aku gak papa. Kamu yang kenapa?" baliknya bertanya.

"Kenapa? Aku salah apa? Coba jelasin."

"Kamu tanya salah kamu apa??" sambarnya penuh emosi.

"Ya aku gak bakal tau kalo kamu gak bilang salahku apa."  

"Oohh gitu. Kupikir kamu udah gak perduli lagi sama aku" balasnya dengan nada sinis.

"Niar Maharani."

Bukan bentakan, intonasinya bahkan tidak meninggi, tapi mampu membuat bulu kuduk wanita itu berdiri. Jika ia sampai memanggil nama lengkapnya, itu tandanya lelaki yang ada di hadapannya ini benar-benar sedang marah.

Dia tak lagi bersuara, rasa sakit hati jelas terpancar dari kedua mata bulatnya. Mengintimidasi hingga akhirnya membuat lawan bicaranya buka suara.

"Aku cuma cari kesibukan. Kalau kamu sibuk, aku juga bisa sibuk."

"Tapi gak gini caranya, Ran."

"Aku kesepian, Sur!" ucapnya setengah berteriak dengan bahu bergetar menahan emosi.

Kedua mata yang menatapnya mulai berair.

"Menurut kamu enak berhari-hari ditinggal sendirian, dalam kondisi aku gak boleh ngapa-ngapain, gak boleh kemana-mana? Cuma bisa berkutat dengan hal itu-itu aja"

"Kamu juga gak bisa dihubungin, gak ada kabar sama sekali. Kamu kemanain hp kamu?" ucapnya dengan suara bergetar.

DEG.

Terasa sebilah pedang seperti menghujam jantungnya. Perih, melebihi sakit di kepalanya. 

Jadi ini kah yang ia rasakan? Selama ini dia hanya diam, tak banyak komplain tentang pekerjaan yang sering kali mengharuskan ia pergi meninggalkannya.

"Aku tuh cuma mau cari pengalihan, biar gak terus-terusan mikirin kamu."

Akhirnya air mata itu tumpah.

Surya mendekap wanita itu, membiarkannya bersandar sepenuhnya padanya.

"Dulu aku gak selemah ini, tapi kenapa sekarang aku jadi bergantung banget sama kamu. Gak bisa... Gak bisa gini..."

"Maaf..." ucap Surya tulus sambil mengusap punggung sang istri.

"Bukan salah kamu" balasnya masih terisak

"Iya, tapi tetep aku harus minta maaf"

Ia biarkan Rani menumpahkan segala emosinya. Tangisnya yang tertahan selama ini akhirnya lepas begitu saja.

"Maaf ya... Aku jadi ngomong yang enggak-enggak. Aku tau itu pekerjaan kamu, gak seharusnya aku menuntut ini itu ke kamu" ujarnya begitu tangisnya agak reda

"Sshhh... Lebih baik kamu tumpahin semua gini sih, aku jadi bisa tau apa yang kamu rasain" jawabnya sambil mengusap air mata di pipi istrinya itu

"Jadi... Masih marah gak nih?" tanya Surya memastikan.

Gelengan kepala sebagai jawabannya.

"Gak enak kan didiemin?" goda Rani

"Enggak lah. Apalagi didiemin pas lagi kangen-kangennya sama istri" balasnya kembali memeluk erat wanita yang ada di hadapannya itu .

"Dasar gombal!"

Dari balik punggung suaminya, ia melihat dokumen yang tercecer dari tas hitam milik suaminya itu.

"Kamu lama di Indonesia ngapain aja sih?"

"Berkutat dengan birokrasi, memperjuangkan biar 'mereka' diakui di tanah airnya kelak" jawabnya dengan penuh senyuman.

FIN•

"Jangan diam, karena aku tak akan pernah bisa menerka isi hatimu. Lebih baik ungkapkan, sakiti aku, jadilah peningku"

—Sulthan Akbar




Ternyata jawaban-jawaban cewek tuh suka ngeselin ya 🙄🙄🙄Yang sabar ya Pak, makanya jangan suka bikin pusing ribuan anak gadis lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ternyata jawaban-jawaban cewek tuh suka ngeselin ya 🙄🙄🙄
Yang sabar ya Pak, makanya jangan suka bikin pusing ribuan anak gadis lain.


Anyway, Starting a New Page on the New Day, Happy New Year Gaiizzzz 🤗🤗🤗

Remember Us Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang