"Oh sepertinya kamu benar, Bunda akan tidur di dalam. Kamu bisa pergi menemui gadis itu dan katakana semua perasaanmu sebelum nanti dia di ambil orang." Kata Adelina sambil tertawa sementara Cakra terlihat malu mendengarnya.

***

"Van? Tunggu! Kamu ini aneh yah?" teriak Devan

Sementara gadi manis yang sendari tadi berjalan cepat berusaha agar pria yang bernama Devan ini tidak menyusulnya.

"Vanila!" lagi-lagi Devan berteriak memanggil nama itu namun Vanila sama sekali tidak peduli, ia masih sibuk berjalan cepat untuk menjauhi Devan.

"Astaga!!" akhirnya Devan menyerah, pria itu langsung berlari dengan cepat untuk menghampiri Vanila. Karena memang gadis itu sepertinya tidak akan berhenti keculia tangan Devan sendiri yang membuatnya berhenti.

"Lo harusnya jawab dulu baru pergi!" kata Devan setelah berhasil menarik tangan Vanila

Vanila diam sambil menunduk, "Ayolah Vanila, kamu terlihat aneh, kalau mau nolak gue nggak papa tapi ku mohon bilang, jangan hanya pergi gitu aja, gue bingung,"

Namun sayang, Vanila masih diam, dan tentu saja dengan keadaan menunduk. Devan frustasi dengan sikap aneh Vanila. Sepertinya Devan memang benar, Vanila itu lebih sulit di tebak daripada Aileen.

"Van? Mau sampai kapan lo mau nunduk kayak gitu ha?"

Akhirnya Vanila mengangkat wajahnya dan menatap Devan. "Dasar bodoh!" dua kata yang di keluarkan Vanila langsung membuat Devan terheran.

"Apa ucapan gue di café itu belum cukup sebagai jawaban, huh?" kedua bola mata Devan membulat sempurna.

"Terus kenapa lo pergi gitu aja tadi?" tanya Devan

"Karena gue malu," kata Vanila kembali menunduk. Tawa Devan langusung pecah begitu saja. "Gue nggak nyangka lo ternyata bisa malu juga," kata Devan di sela-sela tawanya. Sementara Vanila langsung menginjak kaki Devan dengan keras hingga membuat sang pemilik berteriak kesakitan dan kemudian hendak meninggalkan Devan. Namun dengan sigap Devan menarik lengah Vanila dan memeluk gadis itu.

"Udah, acara kejar-kejarannya cukup." Kata Devan

***

Aileen kini tengah duduk di bawah pohon lebat. Dari tadi mulutnya terus saja mengumpat yang di tujukan untuk pria berwujud tembok cina itu. Sudah satu jam dari waktu yang di janjikan, tapi Cakra masih tak menunjukkan batang hidungnya.

"Dasar tembok cina sialan, kalau tau dia bohong, ku jadikan sambalado dia," guman Aileen.

Aileen kemudian meraih ponselnya, tentunya untuk menghubungi Cakra. Sendari tadi pria itu tak membalas pesannya. Bahkan panggilannya pun di matikan oleh pria itu. Mungkin setelah kedatangan Cakra, Aileen akan membunuh pria itu.

"Astaga.. di matiin lagi,"

"Kalau lima menit lagi dia tidak muncul gue bakalan pulang." Kata Aileen.

Tak sampai lima menit, Cakra sudah berada tak jauh dari hadapan Aileen. Sambil membawa sebuket bunga yang di dominasi warna ungu. Aileen tersenyum, belum pernah Aileen melihat Cakra sekeren itu terlebih dengan senyuman bahagian yang terus di perlihatkan untuknya.

"Aileennnn!!!" itu suara Cakra yang berteriak di seberang jalan.

Aileen bangkit dari duduknya dan melangkah menuju kearah Cakra. Namun senyum Aileen memudar begitu melihat sebuah mobil melaju sangat cepat menuju arah Cakra. Sementara pria itu sama sekali tidak melihat apa yang sedang melaju kearahnya. Cakra masih fokus kepada Aileen.

"Oh tidak!" dan setelah itu Aileen berlari mendorong Cakra dan membiarkan tubuhnya terhempas mobil. Tubuh Aileen melayang kemudian terhempas dengan kasar di aspal yang dingin. Darah segar Aileen seketika memenuhi jalan itu.

Kemeja putih yang di gunakan Aileen langsung berubah warna menjadi merah. Rambut yang di ikat rapih seketika menjadi berantakan. Wajah manis yang selalu membuat Cakra tersenyum kini di penuhi darah.

Dan seketika itu juga Aileen menutup matanya tanpa sempat mengatakan apa-apa.

"Aileeennn!!" sekali lagi Cakra berteriak untuk nama yang sama namun dengan suasana hati yang berbeda. Tadinya Cakra ingin mengatakan perasaanya kepada gadis ini namun lihat apa yang terjadi. Semuanya hancur, bunga berwana violet yang tersusun rapih kini terjatuh tepat disamping tubuh Aileen namun dengan keadaan berantakan.

Dengan Cepat Cakra menghampiri tubuh Aileen yang entah masih bernyawa atau tidak, namun Cakra berharap gadis itu masih di sini tidak pergi meninggalkan. "Leen! Buka mata kamu Aileen, jangan kayak gini," pekik Cakra namun sayang Aileen masih setia menutup matanya.

Dan kini Cakra terlambat, terlambat untuk mengatakan semuanya. Seketika hujan turun sangat deras. Lagi-lagi hujan menjadi saksi bisu atas kepergian orang yang sangat Cakra sayangi.

END

Semoga... Kalian tidak kecewa dengan endingnya yah..., endingnya ini sudah saya pikirkan matang-matang, oh iya, saya juga udah nyiapin cerita lain yang akan saya upload sebentar lagi.

Fisika Vs Bahasa Inggris [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang