106. Luka Bulan Desember

0 0 0
                                    

Jika ada yang bisa menerima luka lebih tabah dari hujan bulan desember, tentu ia adalah napasku

Jika ada yang sebetulnya duka yang paling menyanyat hati ialah saat mataku sedetikpun tak dapat menjumpaimu

Samudra maha luas yang menenggelamkanku pada harapan dan kepasrahan pada waktu bersamaan.

Sejak langit Batam memantulkan derita
Aku luka
Dan rindu padamu adalah segerombolan tawa yang selalu mengejekku

Lalu dalam gelombang yang dahsyat diingatanku, kutemukan sisa-sisa aku yang berserak di bilik-bilik cilik dalam benakmu

Betapa aku kerdil
Saat terus mencintaimu
Sementara cintamu sudah jauh pergi

Kau adalah yang paling aku harap
Yang selalu kutakut terlepas
Sebab, mengutuhkan cinta yang hanya pada mataku saja
Sedang jauh disudut paling rindu aku tak ada lagi disana

Aku pilu tuan,
Saat selangkah lagi aku gagal mendekatimu

Kita masih serupa anak kecil yang terus meminta waktu dengan sabar

Namun, aku tidak ingin menjadi seperti itu lagi
Karena, dengan sadar yang utuh, aku paham bahwa nanti kau juga akan beranjak pergi ke pantai, ke kantor, ke luar kota, atau ke mana saja yang tidak ada aku

Maka pasti dengan terpaksa aku harus menyembuhkan lukaku sendirian
Ikatan tak tererat lagi
Ikatan yang pernah mengikat
Ikatan sebagai yang menggenggam kala rindu terlalu ganas, atau yang menyelam di kedalaman mataku untuk mereguk semua takut.

Mata kembali sendirian.
Hari-haripun kembali menyepi

Padahal dahulu aku akrab sekali dengan rasa-rasa ini
Rasa sendiri, sepi, juga gigil, tetapi tidak lagi setelah perih sempat bertandang

Aku menjadi seseorang yang tidak mungkin menjalani hari tanpa menatap duniamu. Menjadi yang tidak ingin hilang, terlepas atau dilepas dan tidak dimimpikan lagi

Maka sebersit bayanganmu mutlak segera pergi
Susah payah aku menahan goncangannya
Aku tak ingin punya candu pada apa pun yang tak bersedia kekal untukku

Mulailah bersiap, akan kusiapkan juga bekal perjalananmu, yang terbaik, pasti
Tidak apa-apa, aku cukup kuat untuk menahan luka akibat pisau-pisau ingatan yang menyayat di hari-hari setelah kepergian

Tidak apa-apa, kenangan akan kuusahakan lesap
Meski dengan begitu, aku harus terus berdarah, lalu bernanah

Lalu dengan bulat tekat tidak ingin sembuh

Sebatang hatiWhere stories live. Discover now