prolog

3.7K 165 2
                                    

Kemarilah
Akan kuceritakan kepadamu tentang dia, seorang manusia yang bisa terlihat sempurna di mataku. Sesuatu dalam dirinya membuatku mengaguminya.
Tunggu— aku bahkan mencintainya.

Dia berbeda.
Dia lelaki yang istimewa,
berkesan kuat di setiap helai
benang ingatanku.
Senyumnya bagaikan nikotin yang membuat candu. Menyimpan makna tersendiri dalam hidupku.
Apalagi jika akulah alasan
dibalik bulan sabit yang melengkung dengan indah di wajahnya. Bintang gemintang pastilah
bersinar bahagia di atasku.
   
Dia, manusia tak terduga yang setiap helaan nafasnya selalu kunantikan.
Yang setiap langkah kepergiannya sarat akan kerinduan. Bagiku, dia lebih berharga dibandingkan permata kerajaan sekalipun.

Namun, lagi dan lagi semesta memberikan jarak diantara kita. Bagaimana dia dengan mudah membuatku jatuh hati dan kemudian waktu datang, memisahkan kita tanpa belas kasihan.

Takdir itu pasti. Semua adalah rencana Tuhan. Hei, bukankah semua yang  direncanakan Tuhan adalah hal yang terbaik ?

—Pradipta Aleana Mahesa


-----o(O)o-----

Future

Dua tahun setelah aku membuka hati lagi kepadanya, akhirnya pernikahan impianku terselenggara juga. Seorang lelaki berseragam PDU 1 yang tengah aku gandeng saat ini, memantapkan langkahku untuk menjadikannya sebagai akhir dari penantian.

Dia telah mengucapkan janjinya untuk membersamaiku seumur hidupnya dalam sebuah ijab qabul yang dia ucapkan kemarin pagi.

Dengan sebuah gaun berwarna merah marun yang cocok dengan seragam hijau pupusnya dan sebucket bunga di tanganku, kami –aku dan dia–  yang telah resmi menjadi sepasang suami istri melewati satu persatu pedang yang terbuka sesuai alurnya.

Alunan tambur militer menyatu dengan suasana, menjadikannya khidmat, dan aku sangat menikmati setiap detik yang tengah aku lalui, walaupun perasaanku tak sepenuhnya untuk lelaki yang aku gandeng saat ini.

Sepasang pembawa acara mengatakan bahwa tradisi pedangpora bertujuan untuk memperkenalkan dunia militer kepada mempelai wanita.

Pedang juga melambangkan solidaritas, persaudaraan, dan permohonan kepada Tuhan untuk senantiasa melindungi angkatan bersenjata.

Selain itu, pedangpora yang membentuk gapura ketika dilewati oleh kedua mempelai mengartikan jika mempelai telah memasuki gerbang rumah tangga yang baru.

Pasukan pedang berjalan tegap dibelakang pengantin, yaitu aku dan suamiku yang saat ini tengah menjadi Raja dan Ratu sehari. Kemudian pasukan pedang membentuk sebuah formasi lingkaran, kami berada di tengah formasi pedang tersebut.

Pasukan pedang membentuk pedangnya yang seolah menjadi payung untukku dan suami. Dilanjutkan dengan pemasangan cincin kemudian prosesi penyerahan seragam persit berlencana kepadaku. Menjadikannya akhir dari prosesi upacara pedangpora yang terlaksana dengan suka cita, dan tidak akan pernah terlupakan hingga suatu saat nanti Tuhan menjemputku.

-----o(O)o-----


Matahari sudah menghilang sedari tadi, pulang untuk menemui fajarnya tetapi meninggalkan senja yang sarat akan keindahan. Pukul sembilan malam, upacara pedangpora sudah selesai  dilaksanakan. Saat ini aku berada di depan sebuah cermin besar berbingkai kayu ukir. Aku sendirian. Ah tidak juga, ada pantulan diriku yang setia menemani.

Kegiatanku saat ini adalah membersihkan sisa-sisa make up tebal yang tentu saja masih menempel di wajahku. Menuangkan face tonic ke kapas, aku kemudian termenung.

Aku memandangi pantulan diriku sendiri di dalam cermin dan teringat masa itu, lalu setetes air bening berhasil lolos dari kedua netraku tanpa dapat dibendung lagi. Aku terisak, menangis dalam diam. Mengingatnya membuatku semakin sakit.

Apakah aku salah karena telah membohongi perasaanku sendiri? Jika ditanya apakah aku masih mencintainya jawabannya tentu saja akan selalu sama. Masih, aku masih sangat mencintainya dan seterusnya akan begitu.

Seringkali aku berfikir kalau aku lemah, selalu saja kalah dengan kesedihan dan tak kuasa menahan tangis ketika otak kembali memutar kaset kecil tentangnya. Mungkin lelaki itu sudah bahagia bersama-nya, dengan dia yang bukan aku. Tapi bukankah Tuhan menciptakan hati untuk merasakan? Hei, aku merindukannya. Teramat sangat.

-----o(O)o-----

Jangan menyimpulkan cerita dari prolognya aja yaa, and don't judge a book by it's cover. Karena setelah ini
kita akan flashback!

Mohon maaf kalo kedepannya ada bahasa alay, berlebihan, atau bahkan kasar dan tidak berkenan di hati para readers eaa:v


Salam kenal, Ega Pradani.
(Magelang, 11 September 2019)

RenjanaWhere stories live. Discover now