Part 1 - Hayam Wuruk

8.3K 692 52
                                    

Wajah rupawan itu dapat menipu, menaklukan lawan tanpa perlawanan. Dia yang hidupnya dalam gemilang yang tak dapat memuaskan ambisi dan hasratnya menyatukan semua penjuru negeri.

Diantara teriknya mentari, keangkuhannya tak dapat dikalahkan. Ruangan bernuansa diantara kayu-kayu jati yang mengkilap menebarkan bau yang has, berpadu serasi dengan tubuhnya yang berdiri menghadap jendela. Sebelah tangannya mengepal kuat. Matanya menyorot jauh dengan penuh tekad.

"Yang Mulia Raja. Semua telah siap." Seorang tangan kanannya menekuk kakinya dengan kepala menunduk.

"Bagus. Beri mereka pelajaran."

Ingatannya melayang, menyusuri beberapa waktu yang silam.

***

Diantara semua daerah kekuasaannya. Ada satu yang tak bisa ia goyahkan keberadaannya. Kerajaan Padjajaran. Dimana Sribaginda Linggabuana berkuasa, dengan harga diri tinggi berada. Tanah pasundan dengan pelabuhan terkenalnya Sunda Kelapa.

Kerajaan itu jaraknya lumayan jauh dari pusat pemerintahannya yang berada di Trowulan.

Jika kerajaannya Majapahit memiliki daerah kekuasaan yang luas karena ambisi kerajaan. Padjajaran hanyalah kerajaan kecil yang keras kepala dan wilayahnya telah terkepung oleh kekuasaan Majapahit.

Hayam Wuruk memang masih begitu penasaran akan kerajaan Padjajaran yang tak mudah ditaklukan.

Setelah mengembuskan napas berulang kali. Ia memfokuskan pikirannya, mengeluarkan sayapnya, dua buah sayap dengan warna berbeda keluar dari balik punggungnya. Raja Muda itu meloncat dari jendela kamarnya. Hitam dan putih itu mengepak, melawan arah angin.

Saat dirinya semakin terbang tinggi, membelah cakrawala Hayam Wuruk membaca Mantra membuat tubuhnya menjadi transparan hingga tak akan ada yang bisa melihatnya, Pendeta sekalipun.

Dibawahnya hutan luas terhampar dengan aliran sungai memanjakan mata. Kedua sayap dwi warna itu semakin mengepak dengan kuat, menimbulkan angin yang tidak stabil.

Tak membutuhkan waktu lama untuknya sampai dikerajaan Padjajaran, dengan kecepatan terbang seperti hembus anggin.

Didepannya sebuah istana berdiri dengan kokoh, menunjukan keperkasaannya yang tak bisa Majapahit sentuh, membuat Hayam Wuruk berdecih dalam hati. Perlahan kepakan sayapnya memelan hingga kedua kakinya menyentuh tanah, sayap itu langsung menghilang.

Hayam Wuruk bergumam, membaca mantera untuk menerobos mantera yang segaja terpasang untuk menjaga keamanan kerajaan. Langkahnya pelan, seringan bulu, tanpa gentar saat melewati penjaga berbadan kekar dengan pedang yang hilir mudik.

Setiap langkahnya meninggalkan warna kehitaman pada bunga berwarna putih yang dilewatinya.

Matanya yang memiliki netra terang menelisik mengamati sekitar. Kerajaan ini terbagi dalam tiga bagian. Bagian utamanya ada ditengah dengan tiang-tiang tinggi menjulang. Dua pengapitnya juga memiliki tiang yang menjulang dengan atap runcing keatas.

Tiba diteras depan pintu utama. Ada satu lampu keristal yang sangat indah perpaduan putih dan biru.

Hayam Wuruk memutar langkahnya. Dia tidak ingin masuk kebagian utama yang pastinya menjadi pusat pemerintahan, dan pasti sangat membosankan.

Langkah berakhir didepan dua gadis muda yang terlihat tengah berdebat. Hayam wuruk menaikan sebelah alisnya. Mencoba mendekati mereka dengan pasti.

"Putri Ambar, kamu bisa meminta pelayan untuk mengambil bunga yang kau inginkan." Gadis dengan kemben coklat lusuh itu menunjuk dengan dagu bunga-bunga bermekaran yang sangat indah didepannya.

"Ambilkan saja, apa susahnya? Kau mau aku adukan pada Yang Mulia Raja dan Ratu?" Ambar melipat tangannya. Gaun yang berwarna putih dengan beberapa permata merah delima terlihat sangat anggun ditubuhnya.

Ava mendengus. "Aku juga seorang Putri. Ambil saja sendiri." Ujarnya mencoba berlalu. Tapi sebelum terjadi Ambar lebih dulu mencengkeram tangannya dengan kuat.

"Aku bilang ambil Ava. Kau hanya anak pelayan. Putri yang lahir dari kesalahan. Dan tak diakui. Sudah seharusnya kau menuruti semua keinginanku. Ingat itu."

"Cepet ambil." Putri Ambar mendorong Ava hingga ia limbung dan hampir saja jatuh jika tidak dengan sigap Hayam Wuruk menahan tubuhnya.

Ava mengernyit heran saat merasakan sepasang tangan melingkari perutnya. "Bodoh. Apa yang kau lakukan." Dengan enggan Ava mulai memetik bunga-bunga itu. Mencoba merangkainya. Lalu memberikan pada Putri Ambar yang sudah tidak sabaran.

Tidak berhenti sampai disana. Dia harus segera kekambar kakaknya yang lain. Ava mengetuk pintu berwarna coklat tua mengkilap yang berdiri angkuh didepannya. "Masuk." Ava menarik selot pintunya dengan perlahan.

Didepannya sudah berdiri kakak pertamanya. Dyah Pitaloka, Putri tercantik yang pernah ada, dan namanya sudah tersohor kesemua penjuru negeri. Ketika mengingat itu Ava hanya dapat menggelengkan kepala. Merasa miris dengan sikap Putri Pitaloka, yang berbanding terbalik dengan rupanya.

"Kemana saja kau. Apa kau lupa aku menyuruhmu kekamarku pagi-pagi?"

"Maaf aku..." Putri Pitaloka menibaskan tangannya, pertanda jika ia tak mau mendengar apapun yang dikatakan adiknya, akh bukan adik...tapi pelayannya.

"Cepat pilihkan aku gaun yang paling indah. Aku ingin menjadi yang tercantik diantara semua Putri."

Hayam Wuruk memerhatikan semua dalam diam. Dia merasa tak nyaman dengan apa yang dikerjakan Ava. Gadis itu terlihat sangat tertekan. Belum lagi kantung mata yang menghitam.

"Negeri apa ini sebenarnya?" Meski dia terlahir dari semua kebencian, tapi ia tak pernah memperlakuakan orang kepercayaannya seperti itu. Walau ia akan menjadi malaikat pencabut nyawa jika dimedan perang.

***

16 Desember 2018

Menurut orang lain tergila2 pd Hayam Wuruk itu, gila. Tapi bagiku wajar, karena dia memang pantas di gilai. Dia cerdas, dan bijak.

Biru

Didhelikake ing Padjajaran (Selesai)Where stories live. Discover now