Watanabe Haruto (02)

231 31 5
                                    

Get Ready~

.

.

.

.

Showtime!

.

.

.

.

Hanbin duduk terdiam dengan teh hangat yang mengepul dihadapannya, tak lupa pula kudapan kecil sebagai pendamping. Maniknya masih setia mengikuti pergerakan Jinhwan yang tengah asik membuat teh untuk dirinya sendiri.

"Sayang? Apa yang terjadi di taman tadi?"

Ayolah, Hanbin sudah penasaran sejak tadi. Dia uring-uringan, firasatnya ini menyangkut Haruto, pasti. Putra kakaknya itu pasti sedang menyimpan masalah lagi atau terparahnya mendapat olokkan dari teman sebayanya, well Hanbin sering mendengar cerita Raesung tentang hal ini.

Jinhwan menghela nafas, dia meletakan cangkir tehnya dan mengaduk dengan lesu.

"Apa Haru diejek lagi dengan teman-temannya? Kali ini apa lagi? Jinani~ beritahu aku!"

Jinhwan mengangguk, ia menatap suaminya lama. "Dia diejek karena tak menceritakan ayah dan ibu kandungnya. Disaat Haru menceritakan pada teman-temannya tentang kita, Haru diejek temannya, dia dikucilkan, dianggap anak yang terbuang dan tak disayang. Aku...aku hiks aku sedih, Bin. Anak baik itu kenapa harus menerima hal seperti ini, hiks." Hanbin berjalan memutar dan kini merengkuh tubuh mungil istrinya kedalam dekapan. Mengusak punggungnya dan menciumi pelipisnya.

"Gak papa, Jinani jangan menangis. Jinani harus jadi bunda yang kuat buat anak-anak. Jangan menangis, oke. Mari kita jaga Haruto seperti putra kita sendiri, limpahkan kasih sayang yang kita punya buat Haruto. Jangan sampai dia merasa sepi. Kakak iparku memang tak bertanggung jawab, tapi sumpah dia seorang ayah, dan dia pasti memiliki rasa sayangnya pada Haruto." Jinhwan berhenti terisak, dia masih setia menempel pada dada Hanbin, menelusuk lebih jauh untuk dapat kekuatan. Menjadi bunda yang kuat untuk putra-putranya. Jinhwan harus bisa.

"Ambin benar, Jinan harus jadi bunda yang kuat untuk anak-anak. Jinan harus selalu ada untuk mereka. Tak akan Jinan biarkan mereka tanpa kasih sayang, terutama untuk Haru yang sangat membutuhkan perhatian orang tuannya."

Hanbin tersenyum, dia mengusak gemas rambut istrinya. Menciumi dipipi bertubi-tubi.

"Nah, begitu dong, bunda!"

Jinhwan tertawa, lalu tawanya berhenti menjadi raut sendu.

"Bin? Apa ayah Haru benar-benar tak ingin melihat Haru?" Hanbin menghela nafas, jujur ia pun tak tau menau lagi tentang hal ini. Yang ia tau adalah kakak iparnya yang berubah begitu dingin dan tertutup saat kakak perempuan Hanbin meninggal dunia ketika melahirkan Haruto. Semenjak itu Kakak ipar Hanbin, Watanabe Henji begitu membenci kehadiran Haruto lantaran menganggap malaikat mungil itu sebagai benda sialan yang merenggut istrinya dari sisinya. Sikapnya tentu membuat keluarganya maupun keluarga Hanbin sedih, atas tindakan itu akhirnya kedua belah pihak memutuskan untuk membawa Haruto pada keluarga kecil Kim Hanbin dan Kim Jinhwan yang saat itu baru saja dikaruniai malaikat kecil bernama Raesung itu.

Sejak saat itu pula, Haruto mungil tak pernah mengingat bahkan melihat sosok ayahnnya yang sebenarnya. Dan sejak saat itu pula Kim Hanbin dan Kim Jinhwan mengambil sumpah merawat Haruto dengan kasih sayang yang sama setara dengan kedua putranya.

.

.

"Ayah? Bunda?" Hanbin segera melepas dekapannya saat mendengar suara kecil tersebut. Dia membalik dan menemukan Raesung tengah mengucek matanya dengan menggemaskan. Jinhwan dengan tenang menghampirinya.

"Ada apa sayang? Kok bangun? Mimpi buruk ya? Mau bunda temani?" Jinhwan mengelus sayang surai kelam anaknya, Raesung menggeleng.

"Haru. Haru menangis, bunda. Dia gak mau cerita sama Sungie, jadi Sungie bingung dan akhirnya panggil bunda sama ayah." ucapan bocah kecil itu sontak membuat khawatir Jinan dan Hanbin. Jinhwan berdiri dan Hanbin menyusul sembari menggendong Raesung yang kini matanya menahan kantuk berat.

Kamar warna-warni itu terbuka, menampakan gundukan dengan getaran sedang, Jinhwan menghampiri gundukan tersebut dan memeluknya.

"Haru? Ini bunda. Kenapa menangis eum?"

Tak lama gundukan berisi Haruto itu terbuka dan si bocah kecil langsung memeluk bundanya erat. Menangis sejadinya dalam dekapan bundanya.

"hiks hiks bunda, Haru...Haru mimpi buruk. Buruk sekali hiks..." Jinhwan mengeratkan pelukkannya, mengelus punggung kecil itu lembut, membisikan kata menenangkan.

"sttt~ jangan menangis lagi, bunda disini, jangan menangis ya. Jangan takut, bunda disini." Haruto kini nampak tenang, isakannya hanya tersisa sesenggukan kecil. Jinhwan terus saja mengusap lembut punggung kecil putra manisnya itu. Hingga dirasa mulai baik, Jinhwan bertanya pada Haruto. "Mau cerita dengan bunda? Monster apa yang berani mengganggu tidur putra tampan bunda? Hmm sepertinya dia minta bunda jewer ya, dek." Haruto terkekeh pelan mendengar kelucuan Jinhwan yang menenangkan. Dia mulai berani bercerita.

"Bunda. Bunda dan Ayah janji kan tidak akan pernah meninggalkan Haru sendirian?" ucapan polos itu terlontar begitu saja, membuat Hanbin yang tengah menidurkan Raesung serta Jinhwan yang mendekap Haruto terpaku. Jinhwan tercekat, ia mengelus surai Haruto lalu memandang lembut Haruto. "Tentu. Ayah Ambin dan bunda Jinan gak bakal tinggalin Haru kok. Haru tenang saja. Ja~ sekarang apa yang mengganggu pikiran Haru?"

Haru menunduk, meremat depan piama bundanya. "Haru bermimpi ada seorang lelaki jahat yang mengambil Haru dari ayah Ambin dan bunda Jinan. Mengambil paksa Haru, membiarkan Raesung menangis dan kak Chanu yang meronta. Tapi, Lelaki itu...terlihat menyedihkan dan menyesal. Haru takut, Haru takut padannya tapi juga kasihan. Haru takut diambil dari ayah dan bunda. Tapi Haru tak tega meninggalkan orang itu sendirian." Jinhwan terdiam, ia segera mendekap Haruto, mengelus punggungnya dengan teratur, mengecupi pelipisnya hingga tak sadar air matanya sudah mengalir deras. Hanbin menghampiri dan mendekap erat keduannya.

"s-sekarang Haru tidur ya, besok sekolah lagi. B-bunda dan ayah akan menemani Haru. Haru jangan takut lagi, kita gak bakal pergi kemana-mana ya," Jinhwan mengode Hanbin untuk melepaskan mereka, Hanbin segera berpindah. Jinhwan menidurkan Haru dan dirinya, memeluk erat dengan nyaman putra kecilnya. Hanbin melihat itu tersenyum pedih, ia mengecup kening Haru dan Jinhwan bergantian.

"Mimpi indah ya, sayang. Tidurlah, ayah akan menjaga kalian semua." dengan itu, Hanbin mematikan lampu dan beranjak ke ranjang Raesung, memeluk putra kecilnya yang terlelap damai sejak tadi.

.

'Apa ini sebuah pertanda? Tapi...aku tak ingin kehilangan Haruto. Bocah itu sudah seperti buah hatiku sendiri. Bunda mohon tetap bersama bunda untuk waktu yang lama, Haru. Maafkan jika aku egois kak Henji, kak Haneul, aku hanya terlampau menyayangi putra kalian. Maafkan aku. Aku berjanji akan menyayanginya dengan sepenuh hati. Tapi jangan ambil dia dariku. Aku tak sanggup.' batin Jinhwan.

.

.

.

.

TBC

.

.

.

.

Next chap kenalan sama tetangga sebelah yuk!
Barangkali ingin menghujat ya silahkan.

Kisahnya Haruto udah sampe sini aja, nanti bakal muncul lagi. Tapi entah kapan, terserah saya aja hehe.

Ini fanfik gak banget ya bahasanya, campur aduk banget. Semoga suka sama gaya bahasa yang begini ya.

[ Pssstttt...
Ada story Binhwan baru di work saya, barusan mengudara nih. Cek ya...

1...2...3...! Binhwan Time!

Isinya kumpulan cerita Binhwan nih, berbagai genre kok :) silahkan mampir bila berkenan :) ]

Akhir kata, Voment?

«« Komplex WaiJi »» जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें