Chapter 2

108 46 24
                                    

Sudah menjadi kebiasaan Alana dan teman-temannya untuk memakai seragam yang tidak sesuai dengan aturan sekolah. Malah, mereka tidak segan-segan untuk memakai hair clip dengan warna-warna yang mencolok. Tingkah Alana, Thania dan Raisa tak pernah terlewatkan oleh teguran Guru BK. Bu Lina tak pernah absen untuk memanggil ketiga murid berandal itu dan menemui Bu Lina di halaman sekolahnya.

Sudah lebih dari lima belas kali Bu Lina memberikan hukuman kepada mereka dan sudah lebih dari lima belas kali pula mereka melarikan diri dan kabur dari sekolah.

Seperti sekarang ini, Bu Lina memberikan hukuman untuk ketiga muridnya untuk hormat bendera selama dua jam penuh karena memakai kaos kaki dan sepatu berwarna-warni. Tak mau ambil pusing, mereka segera melarikan diri keluar dari sekolah. Mereka memanjat pagar belakang sekolah yang jarang dilalui oleh para siswa maupun Guru di sini tanpa sepengetahuan Bu Lina. Mereka dengan mudahnya kabur dari sekolah.

"Eh, Sa. Lo rasa Bu Lina hipertensi gak sih, ngadepin kita bertiga yang hobinya ngelawan mulu?" tanya Thania setelah mereka memasuki mobil pribadi milik Alana. "Enggak hipertensi lagi, udah mau otw masuk rumah sakit dia mah." Thania dan Raisa tertawa sejadi-jadinya mendengar jawaban yang keluar dari mulut Raisa.

Tak lama mereka menghentikan tawa mereka. "Al, sore nanti kita mau tawuran sama anak SMA sebelah. Lo mau ikutan, nggak?" Tanya Raisa sambil memainkan ponselnya. "Nggak deh, lagi males." Jawab Alana seadanya.

"Lah? Lo kenapa Al? Nggak biasanya lo nolak buat ikut tawuran. Biasanya lo yang demen." sungut Thania bingung.

"Gue lagi sakit hati."

"Whaaaatt??!! Demi apa?! Sakit hati kenapa lo?" Thania terkejut dengan jawaban Alana tersebut sedangkan Raisa tetap sibuk update instastory-nya. "Ohh.. Gue tau. Pasti ada hubungannya dengan Kak Revan, kan? Di apain lo?" lanjut Thania penasaran.

Alana mendengus kesal mengingat kejadian tempo hari ketika Alana bertanya tentang status Revan secara langsung. "Dia lagi deketin Clarissa anak XII IPA 2, si cupu plus sok alim itu." Ujar Alana geram. Ia ingin sekali meluapkan semua kekesalannya sekarang, tapi ia mengurungkan niatnya ketika Raisa tiba-tiba saja menghakiminya.

"Aduuhhh.. Udah deh, Al. Kak Revan itu nggak bakalan mau sama anak berandal kayak kita-kita. Secara dia itu Ketua Osis. Tentu aja dia sukanya sama cewek baik-baik buat ngejaga nama dia. Lagi pula bagus dong, kalo dia pacaran sama anak alim. Itung-itung buat nabung di akhirat juga. Nggak kebayang deh gue kalo sempat ada berita kalo seorang Ketua Osis pacaran sama anak tukang bolos kayak lo." timpal Raisa kejam.

Perkataan Raisa tepat mengenai sasaran. "Lo jahat banget sih, Sa. Bukannya kasih semangat malah nyeramahin si Alana." Thania sedikit bingung dengan sikap Raisa barusan yang tiba-tiba berubah menjelma menjadi seorang ustadzah dadakan.

Alana menampilkan wajah datar saja setelah mendengar perkataan Raisa. Thania kembali menatap Alana. "Saran gue nih ya, Al. Lebih baik lo move on aja dari Kak Revan. Lo kan cantik, jadi gampanglah buat cari penggantinya dia."

Alana hanya diam mendengar semua ocehan kedua sahabatnya itu. Mungkin memang benar apa yang dibilang oleh sahabat-sahabatnya itu. Dia harus melupakan Revan secepatnya. Toh, nyatanya Revan juga tak akan mau pacaran sama dia.

~~~

Pagi itu, entah angin dari mana Alana duduk diam mengikuti jam pelajaran di sekolahnya. Walaupun sebenarnya Alana sudah cukup pintar tetap saja ia memerlukan asupan pelajaran dari Guru-Gurunya.

Bel masuk pun berbunyi. Pak Ghani selaku Guru Sejarah pun masuk ke dalam kelas. Namun, Pak Ghani tidak sendirian. Ada seorang lelaki yang berada di samping Pak Ghani ikut masuk beriringan dengannya.

"Baiklah, anak-anak. Kita kedatangan murid baru. Silakan perkenalkan diri kamu." Ujar Pak Ghani sambil menatap lelaki tersebut.

"Perkenalkan nama saya Reynaldi Pratama Dirgantara. Biasa dipanggil Dirga. Saya pindah ke Jakarta dan bersekolah di SMA Garuda karena orangtua saya pindah tugas ke sini dan akan menetap di Jakarta." Lelaki itu memperkenalkan diri. Hampir semua murid terutama perempuan kecuali Alana, bersorak-sorak tidak jelas dan mengajukan pertanyaan yang menurut Alana sangat tidak penting. Dirga hanya menanggapi dengan senyum manisnya.

"Dirga, kamu diperbolehkan duduk. Cari bangku yang masih kosong." Ucap Pak Ghani yang dihadiahi anggukan dari Dirga. Mungkin ini hari kesialan Alana. Hanya ada satu bangku yang masih kosong di kelas mereka dan itu adalah bangku di sebelah Alana. Dirga akhirnya duduk di sana.

Dari awal melihat Dirga, Alana merasa tidak suka dengan lelaki tersebut. Entah apa yang salah, tapi rasanya ia sangat sial harus duduk bersebelahan dengan anak sok ramah dan sok baik itu.

"Hai, nama kamu siapa?" Dirga berinisiatif untuk berkenalan dengan perempuan yang duduk sebangku dengannya. Tapi, Alana tidak menyahut bahkan memandang sedikitpun ke Dirga. Dirga sepertinya tidak mau kalah. Ia bertanya lagi kepada Alana. "Kamu tinggalnya dimana? Mungkin kita bisa menjadi teman."

Demi apa pun. Alana sudah tidak ada mood lagi untuk belajar. Mood-nya sudah rusak hanya karena anak baru di sebelahnya ini. Alana pun beranjak sambil mengambil tasnya kasar dan pergi melesat meninggalkan kelasnya. Ia tidak menghiraukan teriakan dari Pak Ghani yang terus memanggilnya. Ya, Alana akan bolos untuk ke sekian kalinya.

~~~

Take Me BackWhere stories live. Discover now