5

14.2K 1.2K 16
                                    

Di sana, di atas karpet berbulu tebal, Raffa bergelung dengan selimut dan puzzle yang berserakan di sekelilingnya. Tampaknya dia belum mampu menyelesaikan puzzle yang bisa ku bilang cukup rumit untuk anak seusianya. Ku letakkan tas ku di atas nakas di samping tempat tidur kemudian mendekatinya.

"Kok Raffa main puzzle sambil pakai selimut?" tanyaku lembut sambil memungut kepingan puzzle yang berserakan di atas karpet hingga ke lantai. "Dingin kak." dicobanya memasang sebuah keping puzzle pada bagian sudut. Ku edarkan pandanganku ke sekeliling. Pantas saja dingin, rupanya pendingin udara di kamar ini sedang bekerja. Aku beranjak mencari remote untuk mematikan pendingin udara itu "Kalau dingin seharusnya AC nya di matikan aja."

Raffa hanya terkekeh, "Males kak." Aku beralih ke jendela besar di sebelah lemari kaca tempat menyimpan mainan Raffa. Ku buka jendela itu lebar agar udara segar dari luar bisa leluasa masuk. "Begini lebih baikkan? udaranya jadi segar dan tidak terlalu dingin di dalam."

"Raffa udah makan siang?" dia hanya menganggukkan kepalanya. Ku hembuskan nafasku, nih anak kenapa jawabnya minim banget ya. Agak serem jadinya, mirip banget sama si bapak.

"Mau kakak bantuin?" Raffa memalingkan wajahnya ke arahku. Ku hempaskan pantatku di sebelahnya. "Itu," aku menunjuk kepingan puzzle yang masih berserakan. Senyum Raffa pun mengembang. Segera di anggukkannya kepalanya.

***
Sore itu sambil menyelesaikan puzzle, aku mencoba menanyakan kegiatan apa saja yang Raffa lakukan di sekolah. Termasuk adakah tugas ataupun pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Karena tidak ada tugas dan pekerjaan rumah, aku berinisiatif membahas pelajaran di sekolahnya. Sekedar tanya jawab saja untuk mengetahui semua materi yang diberikan hari itu sudah difahaminya atau belum. Setelah itu kami turun ke halaman samping rumah menuju gazebo di sebelah kolam renang.

Kami sepakat untuk bermain tebak-tebakan. Tadi saat di kamar kami sudah menggunting kertas karton warna-warni yang ada di tumpukan mainannya. Dari pada tidak terpakai aku buat sarana belajar saja. Kertas karton yang sudah ku gunting itu kemudian ku isi dengan soal-soal juga jawabannya. Jadi nanti Raffa harus memasangkan kartu soal dengan kartu jawabannya yang benar. Sederhana tapi Raffa sangat antusias membantuku menulis dan menggunting kertas karton itu menjadi kartu-kartu berukuran kecil.

Raffa membawa serta dua buah buku pelajarannya. Katanya dia takut jawabannya salah, maka dia perlu memastikan dengan membaca bukunya berkali-kali. Aku hanya tersenyum puas. Misiku sukses kali ini untuk mengajaknya belajar.

Bi Nur datang tiga puluh menit kemudian sambil membawa nampan yang nampak penuh dengan dua buah mangkuk bakso yang masih mengepul serta botol saos tomat, kecap, juga sambal. Di belakangnya ada bi Marni-- yang juga salah satu asisten rumah tangga di rumah ini--membawakan nampan berisi teko air putih juga jus jambu.

Duh, lama-lama aku bisa nambah bobot nih kalau tiap kesini selalu dapat ransum menggiurkan seperti saat ini.

"Kata bapak, Den Raffa sama Mbak Faira disuruh makan dulu. Biar semangatnya nambah," bi Nur terkekeh sambil menata isi nampannya di tengah gazebo. Aku segera menyingkirkan buku-buku Raffa dan kartu-kartu soal yang aku buat, menatanya di ujung kiri gazebo.

"Makasih bi, saya jadi nggak enak tiap kesini mesti di suruh makan," ucapku sambil mengulas senyum.

"Mbak Faira kan nemanin Den Raffa makan, kalau nggak ada temannya Den Raffa jarang mau makan. Makanya kurus gitu. Ya kan den?" jawab bi Nur sambil mengedikkan bahu ke arah Raffa. Yang di tanya hanya tersenyum malu.

"Kak Faira mau kan temani Raffa makan terus sampai besok-besok?"
Aku hanya bisa tersenyum, sambil menganggukkan kepala pelan.

"Kalau kak Faira ada jadwal ke sini, pasti kakak temani Raffa makan seperti sekarang."

PART TIMEWhere stories live. Discover now