47 - We Were

886 74 3
                                    

Selamat Membaca!!!






































Jangan lupa votes dan comments-nya! Semoga multimedianya bisa diputar🤗
#remake dari previous chapter "End Of Us"















































"Mungkin in adalah saat di mana aku belajar merelakanmu.
Cintaku tidaklah pantas untuk seseorang yang teramat baik sepertimu.
Maaf, ini akhir dariku."

- Yoon Hyerim


































































[Yoon Hyerim's POV]

Jantungku sakit dia begitu perih layaknya tertusuk beribu - ribu mata anak panah.

Tuhan...

Apakah ini adalah keputusan final yang benar untuk aku dan Yoongi?

Aku telah memikirkan ini masak - masak, lelah adalah faktor utama mengapa kuingin mengakhiri hubungan ini.

Bukan karena Yoongi membosankan tetapi diriku sendiri yang menciptakannya. Setiap hari pasti Yoongi memikirkan hal tak berguna ini hanya karena ingin mempertahankan aku.

Semakin larut pikiran ini, semakin pula kusadar bahwa kutak pantas menerimanya.

Ya, kutahu sosok perempuan sepertiku tidaklah sempurna. Bahkan, kata tersebut jauh dari penggambaran diriku.

"Yoongi-ya, jika kau ingin membenciku, tak apa."

"Aku sudah berlapang dada atas semua ini."

"Salah jika kau kira aku tak ingin berjuang mempertahankan cinta kita."

"Jujur, jika saja bisa akan kulakukan."

"Walau di akhir kutahu bahwa semua 'kan sia - sia seperti daun yang berjatuhan di musim gugur."

"Mereka tidak berdaya menghadapi kerasnya musim."

"Sama halnya denganku."

"Awalnya kuyakin kita baik - baik saja jika tetap bersama tetapi realita menyadarkanku ..."

Ku mengembuskan napas berat.

Di sini, hanya ada aku, seorang diri.

Pantulan cermin besar di hadapanku sedant menghakimi keputusan yang telah kuanggap benar.

Tiada ingar - binggar di dalam toilet wanita. Sunyi sekali.

Bahkan cermin pun tahu, betapa bodohnya aku. Refleksi wajah darinya yang menerangkan betapa suram hidupku.

Tidak.

Ini mungkin lebih dari suram. Atau malah cenderung mengerikan?

Air mataku menetes setelahnya, pada akhirnya kuakui, aku berbohong pada diri sendiri hanya beralasan kepada 'ingin membuat Yoongi tetap bahagia.'

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kembali ke apartemen Yoongi?
Tentu saja tidak.

Ini memang sulit tetapi bagaimana lagi? Aku hanya tidak ingin menambah beban untuknya.

Sudah kuputuskan untuk menghilang darinya padahal kusendiri tidak begitu yakin apakah aku bisa hidup tanpa Yoongi.

Sampai akhirnya kumenyewa apartemen ini. Letaknya bahkan sangat jauh dari tempat di mana aku dan Yoongi tinggal.

Tanpa kusadari ponselku berdering di dalam tas. Nama yang tertera adalah Yoongi.

"Maaf Yoongi..."

Sesudah mengucapkannya segera kumatikan layar ponselku.

"Dia pasti khawatir."

Kusangat yakin, apalagi hari tengah hujan layaknya kini. Dari balik jendela bisa kulihat rintihan demi rintihan hujan membasahi kota ini.

Tak jauh beda denganku, kepiluan yang menyertai sebuah impian untuk bahagia. Bayanganku di masa itu selalu menginginkan kau terus di sisi.

Hingga kebodohan menghinggapi , membawa pada kenyataan bahwa "cinta tak seindah bunga tidur." Sepenuhnya telah kusadari, terlambat sudah untuk membatalkan ucapanku pada Taehyung.

Kuharus menerima segala konsekuensi, termasuk kebencian, kekecewaan dan kemarahanmu.

"Sekali lagi maafkan aku, Min Yoongi."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Sudah hampir enam bulan kami berpisah. Kucoba menjalani hari demi hari seperti biasa.

Ini bukanlah waktu yang sempit. Merasakan atau bahkan melalui tanggal demi tanggal tanpa keberadaanmu sungguh berat, Yoongi - ya. 

"Rim!"

Gerakan bayang sebuah tangan melintasi mataku.

Rupanya Taehyung.

Tanpa kusadari kumelamun. Hujan di bulan Agustus ini cukup mendukung segala masalah yang merundung otakku.

Tidak, bahkan hatiku pula bermasalah.

"Ya?"

Seruku mengulas senyum kaku.

Antara ingin menangis dan melarikan diri dari sini namun kutak bisa

"Kau ingin makan siang tidak denganku?" Tawarnya dengan antusias.

Senyum kotak khasnya muncul menampilkan gigi - gigi putih nan rapinya.

"Baiklah."

Anggukku terpaksa, sebenarnya aku sedang tidak dalam kondisi yang baik.

Cukup buruk atau malah lebih dari dua kata tadi.

Mungkin beberapa bulan ke belakang aku tampak biasa tetapi berbeda dengan dua minggu ini.

Dia kembali menghantui hidupku.

Kutakyakin ia hidup seperti biasanya di sana.

Ya, di sana, di apartemennya tempat kami pernah tinggal dan merajut berbagai kenangan.

Mungkin dengan ajakannya aku bisa melupakan mantan kekasihku sejenak.

Hari ini, Kim Taehyung mengajakku ke salah satu kafe.

Kupikir ia akan membawaku ke kafe lainnya tetapi kenyataan tidak.

Betapa menyakitkannya lagi adalah fakta ketika tempat yang kupijaki sama dengan saat Kumasih berhubungan dengan Yoongi.

Tempat ini masih sama, tidak yang berganti sedikit pun.

Namun sebenarnya jauh dari benakku hanya akulah yang berubah hingga memaksa Yoongi 'tuk melakukan hal yang sama.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.





𝐢 𝐥𝐨𝐯𝐞 𝐲𝐨𝐮 | 𝑴.𝒚𝒈 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang