Wanita Pohon Rinai

134 18 4
                                    


Sepulang sekolah saat petang, seperti biasa aku pulang bersama dengan aroma senja, di iringi kicauan burung yang pulang ke induknya. Lalu bersama angin aku menikmati sawah-sawah yang mulai menguning.

Perjalanan dari sekolah kerumahku memang sangat tak membosankan. Apa lagi di desa seperti ini, hanya becak-becak saja yang ramai berlalu lalang bersama dengan suara air dari parit yang berawal dari gunung.

Oh iya, namaku Dega, saat ini aku duduk di bangku SMA kelas 3. Aku sedang mempersiapkan ujian nasionalku dan sekarang aku sedang bingung, bukan bingung karena harus memilih universitas. Tapi, aku bingung apakah bisa melanjutkan kuliah atau tidak. Ayah hanya seorang petani, ibu hanya penjual kue keliling, belum lagi...adikku yang saat ini baru mau masuk SMP.

Aku mempunyai tekad, saat lulus nanti aku ingin ke kota lalu bekerja disana. Aku tergiur dengan rayuan dan bujukan dari Pamanku. Katanya, hidup di kota mudah mencari pekerjaan.

***

Sembari menikmati angin sore, tak terasa aku sudah ingin sampai dirumah. Seperti biasa, dijalan aku suka sekali melamun tentang cita-citaku menjadi pengusaha, menaikan ayah ibu pergi haji juga menjadi seorang penulis. Menulis sudah menjadi kegemaranku, dari menulis, aku bisa mencurahkan semua pemikiranku tentang desa ini. lamunanku terhenti ketika aku melihat ada manusia yang sangat indah diseberang jalanku, wanita yang sedang duduk di pohon rinai dan bermain-main bersama burung gereja.

Aku menyebrang dan mencoba melewati wanita itu, hingga aku benar-benar berjalan di depan wajahnya yang anggun, bola matanya yang biru, dan alisnya yang sangat tebal. Sesampainya dirumah aku terus membayangi wajah wanita di pohon rinai itu, aku masih tak percaya mengapa ada di bidadari yang jatuh dari kayangan.

"degaaaaa...degaaa" suara ibu yang langsung mengagetkanku dari lamunan

"kamu ini kenapa dega kok senyum-senyum sendiri?" tiba tiba ibu sudah ada di depan kamarku

Mmmm ini anu bu mmmm gapapa bu, "jawabku dengan kebingungan"

Udah malam jangan melamun saja, cepat makan, belajar, lalu segera tidur, supaya tidak terlambat sekolah esok "perintah ibu"

Ibu memang sosok pekerja keras, sama seperti ayah tak pernah mengeluh, mereka selalu mengingatkanku dalam hal apapun, apa lagi dalam pendidikan. Walaupun pendidikan mereka tidak terlalu tinggi, tapi mereka punya tekad untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga setinggi mungkin.

Pagi hari, seperti biasa sebelum aku berangkat sekolah, aku pamit kepada orang tuaku, dan masih terbayang wajah wanita yang berparas bidadari itu. Di kelas aku sangat tak berkonsentrasi, pikiranku kemana-mana, wajah itu tak luput sedikitpun dari ingatanku. Tiba waktunya aku pulang sekolah, kembali ditemani aroma senja dan kicauan burung-burung yang ingin pulang ke sarangnya. Kali ini, aku berlari dengan kencang untuk segera melewati pohon rinai itu, agar aku bisa bertemu kembali dengan wanita itu. Sambil berlari dalam hatiku berbicara "kali ini aku harus berkenalan dengan wanita itu". Secepat kilat aku sampai di depan wanita itu, dia langsung melihat ke arahku dengan wajah yang begitu menggemaskan. Jantungku berdegup kencang, tanpa berbasa-basi aku langsung menyodorkan tanganku lalu berbicara dengan gugup "mmmmm hhhhhaaai aaaku Dega", nama kamu siapa?

"hai namaku pelangi".

Suaranya sangat lembut sekali, telingaku ingin sekali mendengar apapun yang ia katakan. Alam semesta memang mempunyai dukungan yang luar biasa, berawal dari nama, obrolanku bersama pelangi menjadi sangat mengasyikan, setiap ia berbicara, damai sekali hati ini, nyaman sekali telinga ini. Hingga tak terasa adzan magrib sudah berkumandang, kami pun harus berpisah sementara. "oh iya jika ingin bertemu besok, setiap sore aku akan ada disini" begitu kata pelangi. Aku pun mengiyakan bahwa, setiap sore sepulang sekolah aku akan menyempatkan diriku untuk selalu bertemu pelangi.

***

Esoknya saat kembali pulang sekolah, aku langsung menemui pelangi di bawah pohon rinai itu, obrolan kami makin akrab, mulai dari hobi, cita-cita, hingga lagu kesukaan. Hingga akhirnya, aku mengetahui bahwa pelangi adalah adik kelasku. Tapi, perasaanku saat disekolah aku tak pernah melihat dia, ah mungkin perasaanku saja, disekolahkan aku sibuk ke perpustakaan dan sibuk dengan organisasiku. "begitu kata hatiku". Makin hari kami semakin dekat, setiap sore sebelum adzan magrib berkumandang, kami selalu menghabiskan waktu bersama bermain dengan burung-burung gereja. Hingga pada suatu senja, pelangi tidak ada di pohon rinai itu, aku bingung kemana harus mencarinya, sementara bodohnya aku, aku tak pernah bertanya dimana rumahnya "maklum saat bersama dia aku hanya fokus memperhatikan senyumannya". "Wah iya, kalau begitu besok aku cari saja dia dikelasnya kan dia satu sekolah denganku" ujar hatiku.

Pagi datang, sebelum masuk kelas aku langsung mencari pelangi dikelasnya, saat ku tanya nama pelangi kepada adik-adik kelasku, semua seperti aneh menatapku. Tapi, pencarianku terus berlanjut. Hingga, ada satu adik kelasku yang bernama Renjana, dia mengahampiriku. "hai ka dega, kamu cari siapa? Kok seperti orang kebingungan" tanya Renjana.

"hai renjana, iya aku sedang mencari pelangi dia bilang dia anak kelas 2 IPS, apa kamu kenal?"

Renjana terdiam, "hai Renjana kok kamu diam saja sih?" tanyaku kembali.

"Kaka tidak salah menanyakan Pelangi?" dengan wajah heran, Renjana bertanya.

"tidak Renjana, memang ada yang salah menanyakan dia, sudah dari dua minggu lalu kaka berkenalan dengan dia, dibawah pohon rinai diseberang jalan dekat rumah kaka dan pelangi bilang dia sekolah disini" begitu jawabku.

Renjana kembali terdiam, dan dengan gugup dia mengatakan; Ka....Pelangi sudah meninggal dua minggu yang lalu, dia meninggal dibawah pohon rinai itu dengan menggantung dirinya sendiri, karena orang tuanya bercerai lalu ayahnya sering menyakitinya, hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya disenja yang disaksikan burung-burung gereja.

"pada akhirnya, memandangmu dari kejauhan adalah hal yang paling kunikmati. Bahkan, saat matahari siang membakar rindu yang kau tanamkan dijiwaku, aku tetap tegar mempertahankan senyumku. Hanya senyumku ! yang mampu berkamuflase bersama rintihan bayanganku. Setiap tawa yang ku dendangkan, ada hati terluka yang berusaha ku sembuhkan. Kini di atas segala kehilangan kau menjadi kenangan"

Untukmu- yang telah pergi selamanya, kelak kita akan bertemu disurganya.

WANITA POHON RINAIWhere stories live. Discover now