Part 4. Satu Jengkal

Start from the beginning
                                    

Hapir setengah jam, Donghyun belum juga selesai memilih pakaian. Ibunya sejak tadi menyuruh Donghyun untuk makan malam, namun pemuda manis itu belum juga membuka pintu kamarnya. Memang kalau orang jatuh cinta itu aneh.

"Aku baru ingat, aku tidak tahu mereka menonton di mana," gumam Donghyun. "Kenapa Youngtaek tidak bisa dihubungi di saat seperti ini sih," ucap Donghyun kesal.

Donghyun berusaha menghubungi Youngtaek untuk menanyakan nomor ponsel Eunchae, namun siapa sangka Youngtaek tidak menjawab teleponnya. Donghyun mengira Youngtaek masih sibuk bermain game di warnet. Akhirnya Donghyun terpaksa tidak bisa ikut menonton bersama Sohee malam ini. Setelah sekian lama memilih baju, Donghyun keluar kamar hanya dengan mengenakan jeans hitam dan kaus putih saja. Sesederhana itu.

"Oh, Donghyun-ah, cepat ke meja makan. Ayahmu sudah menunggu," kata ibunya Donghyun saat melihat putranya keluar kamar.

"Ye, Eomma."

Malam itu Donghyun makan malam di rumah, padahal Donghyun sudah menyusun rencana untuk pergi menonton bersama Sohee. Jika akhirnya begini, percuma saja Eunchae memberinya informasi.

"Habiskan makanannya," kata ibunya Donghyun.

Donghyun hanya merespon dengan singkat sambil mengunyah makanannya.

Donghyun kembali ke kamarnya setelah selesai makan malam. Ia menyiapkan buku pelajaran untuk besok ke dalam tas. Ada sebuah diary kecil yang terselip di antara buku milik Donghyun. Buku diary itu masih kosong, belum tercoret tinta sedikitpun. Donghyun mengambil sebuah pensil lalu memanfaatkan buku tersebut untuk menggambar, bukan menulis. Tanpa sadar gambar Donghyun mirip dengan Sohee. Rupanya Donghyun teringat kejadian saat kulit pisang beberapa hari yang lalu. Sekarang pisang raja impornya sudah habis, dan Donghyun tidak mau membeli pisang lagi. Mungkin Donghyun takut kulit pisangnya merugikan orang lain lagi, karena kebiasaan Donghyun yang suka melempar sampah ke tempatnya namun selalu meleset.

Langit menunjukkan gelagat aneh. Petir terdengar hingga terlihat kilatan cahaya. Donghyun menghentikan kegiatan menggambarnya. Ia mengamati ke luar jendela. Sebentar lagi turun hujan. Donghyun melihat jam kecil di atas meja. Pukul 20:50 menit. Tanpa pikir panjang, Donghyun segera mengambil payung lalu bergegas menuju halte bus terdekat.

Donghyun berlari untuk sampai ke halte bus. Ia hanya membawa satu payung. Gerimis mulai jatuh, hingga hujan semakin deras. Donghyun untungnya sudah tiba di halte.

"Semoga Sohee pulang naik bus," gumam Donghyun.

Donghyun menunggu bus yang membawa Sohee tiba. Sambil berdiri, Donghyun menggenggam payung di tangannya. Pikirannya tidak tenang, sebab bisa saja Sohee pulang naik taksi bukan dengan bus. Namun Donghyun masih menunggu, ia berjanji pada diri sendiri untuk menunggu selama 30 menit. Jika Sohee tidak datang juga, dipastikan Sohee sudah pulang ke rumah dengan naik taksi.

Bus akhirnya tiba. Salah seorang penumpangnya adalah Sohee. Donghyun tersenyum senang saat melihat Sohee turun dari bus.

"Sohee-ya. Hujannya deras, kalau tidak keberatan, aku ingin mengantarmu pulang," ucap Donghyun saat Sohee di hadapannya.

Sohee terlihat bingung. Ingin menolak, tapi tidak bisa. Malam semakin larut, juga Sohee tidak mau hujan-hujanan. Akhirnya Sohee mengiyakan permintaan Donghyun.

Mereka berjalan berdua dalam satu payung. Jarak mereka sangat dekat. Hanya berjarak satu jengkal dan dibatasi gagang payung. Keduanya merasa sangat canggung. Mereka tidak cukup dekat untuk berada satu payung.

"Maaf, bukannya aku pelit karena hanya membawa satu payung. Itu karena aku terburu-buru."

"Gomawo," ucap Sohee.

"Nde?" Donghyun tampaknya tidak mengira kalau Sohee akan mengucapkan terima kasih. Selama ini Donghyun berpikir kalau Sohee itu gadis yang dingin.

Keadaan kembali hening selama perjalanan. Mereka berdua berjalan dengan lambat namun kaki mereka melangkah seirama. Sampai suara Sohee terdengar.

"Heokshi, kesemek kering itu . . . darimu?" tanya Sohee tiba-tiba.

Donghyun yang tertangkap basah, gugup untuk menjawab. Donghyun semakin tidak mengira kalau Sohee bisa tahu. Keduanya berhenti melangkah. Saling menatap satu sama lain.

"Eotteohke arra?" tanya Donghyun.

Sohee masih diam.

"Aku tidak suka kesemek kering."

"Oh, maaf," ucap Donghyun.

"Lain kali kau harus mencari informasi yang lebih akurat," ucap Sohee.

Entah kenapa Donghyun merasa jika Sohee memberinya sebuah kesempatan. Donghyun mengajukan sebuah pertanyaan pada Sohee.

"Kalau begitu apa yang kau sukai?" tanya Donghyun.

"Sesuatu yang terlihat manis," kata Sohee sambil kakinya terus berjalan.

"Kau suka permen? Atau coklat?" tanya Donghyun lagi.

"Maksudku aku suka senyumanmu," balas Sohee. Setelah mengatakannya Sohee tertunduk malu. Ia bahkan tidak berani menatap mata Donghyun kala itu.

Ucapan Sohee yang tiba-tiba itu membuat Donghyun terpaku. Jantungnya berdebar-debar saat mendengar kalimat itu terucap dari mulut Sohee. Ternyata diam-diam, Sohee juga sering memperhatikan Donghyun setelah kejadian dikejar Si Jindo tempo hari.

Rintik hujan yang turun menerpa payung, juga air hujan yang membasahi kaki mereka, bahkan semilir angin yang membuat tubuh semakin menggigil tidak membuat Donghyun sembuh dari debaran jantungnya. Sohee benar-benar di luar prediksinya.

"Kenapa kau melakukan ini padaku. Seharusnya aku yang bicara begitu," kata Donghyun. Ia menghentikan ucapannya sejenak. "Neoreul johaae."

"Apa ini tidak terlalu cepat, kita bahkan baru bertemu beberapa kali."

"Kalau begitu mari kita saling mengenal," ajak Donghyun.

Sohee mengangguk setuju. Keduanya tersenyum, lalu melanjutkan perjalanan.



Dear You |Kim Donghyun|Where stories live. Discover now