8. Apa Kabar? (Flo)

Mulai dari awal
                                    

Reta menatap gue ga mengerti.

“Lu mau kan? Lu kan kembaran gue. Please?” tanya gue. Berharap Reta tidak punya niat untuk memberitahu Rega sama sekali.

“Dengan syarat!” kata Reta tegas.

“Apa?”

“Lu masih mau ketemu sama gue di Belanda!” kata Reta mantap.

Gue tersenyum. Reta mengerti ternyata. Terima kasih.

“Tanpa Rega ya!” tambah gue.

Reta mengangguk dan memeluk gue. Gue pun balas memeluk dia. Dia temen yang baik, sangat baik malah! Walau gue udah menyakiti sodara kembarnya, tapi dia masih mau berteman baik dengan gue. Bahkan mengunjungi gue setiap hari. Terima kasih Reta. Maaf kalau gue cemburu sama lu!

Flashback end

“Gue ga ngerti deh, lu sama Rega tuh kayak orang bego! Lu suka Rega, Rega suka sama lu. Lu berdua ada di negara yang sama. Ada di kampus yang sama. Bahkan sesekali berpapasan! Tapi baik lu ato Rega ga ada yang berani nyapa! Rega sih wajar karena dia ga ngira lu dateng ke Belanda. Lah lu?” kata Reta saat kami sedang ngobrol di kafe luar kampus.

“Belanda cukup menyenangkan ya. Ga terasa udah hampir empat tahun kita di sini. Besok gue udah mau pulang.” Kata gue tidak menjawab Reta.

“Terserah deh!” kata Reta kesal.

“Loh? Tommy dateng lagi? Tuh orangnya lagi jalan ke sini.” Kata gue yang sukses membuat Reta kaget dan mengikuti jari gue yang menunjuk ke arah di belakangnya.

Reta celingak celinguk, mencari lelaki yang gue sebut namanya.

“Cieeee… sebegitu sukanya ya sama cowok itu?” goda gue.

“Lu bohongin gue Flo?! Tega lu!” kata Reta sebal dan melotot ke arah gue.

“Tapi jujur ya, Tommy itu emang ganteng loh. Dia juga enak diajak bicara. Orangnya baik dan sopan. Tegas dan cukup menyenangkan. Kalo bukan pacar lu sih, udah pasti gue ambil. Soalnya gue ngerasa ada chemistry-nya gitu sama dia.” Kata gue setengah jujur dan setengah bercanda.

Reta melotot. Gue langsung tertawa.

“Setengahnya gue jujur loh!” kata gue.

“Heh! Tommy bukan pacar gue! Terus bagian mana yang jujur dari candaan lu semua, heh?” Tanya Reta sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

“Jujurnya, Tommy emang ganteng, enak diajak bicara, baik, sopan, tegas dan menyenangkan. Juga gue ngerasa ada chemistry-nya. Bagian bercandanya ya sisanya.” Jelas gue jujur.

“Chemistry apaan sihhh?” Tanya Reta tertarik tapi juga kesal.

“Perasaan kayak pernah ketemu sebelumnya. Kayak rasanya dia itu bagian dari diri gue. Gue juga ga gitu ngerti. Tapi yang pasti, gue ga akan rebut dia dari lu, cantik. Hahahahaa.” Jelas gue dan diakhiri tawa.

Reta cemberut.

“Ya udah, lu masih di sini kan? Gue mau pamit. Gue besok berangkat pagi. Kabarin gue ya kalo lu udah pulang ke kampung. Daaaaahhhh…” kata gue sambil melambai lalu pergi.

Tinggal di Belanda empat tahun cukup menyenangkan. Terlebih dengan adanya Reta, kehidupan gue cukup bewarna dengan pertemuan sembunyi-sembunyi kami. Reta mengerti gue dan gue sangat menghargai itu.

Tapi udah saatnya gue balik. Pulang ke kampung halaman dan beristirahat sejenak sebelum kembali sibuk.

***

Loving You #3 : REGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang